KPPAA: Pelaku Pemerkosaan dan Pembunuhan di Aceh Timur Tak Pantas Dihukum Mati

Tersangka pemerkosaan ibu muda dan pembunuhan anak berada di Mapolres Langsa. (Foto: Istimewa)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) memberikan tanggapan terkait kasus pemerkosaan seorang ibu rumah tangga, berinsial DA (28) disertai pembunuhan anaknya berusia sembilan tahun yang dilakukan tersangka S (46) beberapa waktu lalu di Kabupaten Aceh Timur.

banner 72x960

“Dalam aspek hukum, jelas bahwa pelanggaran hukum yang dilakukan pelaku adalah kejahatan yang luar biasa extra ordinary crime. Pemerkosaan brutal dan pembunuhan sadis,” kata Komisioner KPPA Aceh, Firdaus D Nyak Idin, saat dikonfirmasi, Kamis, 15 Oktober 2020.

Tindakan kriminal yang dilakukan oleh pelaku terhadap ibu dan anak tersebut dinilai sadis bagi sebagaian orang. Sehingga, banyak yang meminta agar pelaku dijerat dengan hukuman mati.

Meskipun demikian, Firdaus kurang setuju apabila pelaku dijerat dengan hukuman mati. Menurutnya, hukuman tersebut akan menimbulkan kontroversi dan yang bersangkutan dianggap akan hilang pertanggungjawabannya sehingga ia lebih mengusulkan agar pelaku penjara dihukum seumur hidup.

Selain itu, hukuman mati juga dinilai menghilangkan tanggung jawab negara seolah semua kesalahan ditumpahkan ke pelaku tanpa melihat ada unsur-unsur lain yang mempengaruhi terjadinya kasus.

“Hukuman yang diberikan harus setimpal yang juga luar biasa. Penegak hukum harus menjadikan UU Perlindungan Anak salah satu dasar untuk memberikan hukuman yang setimpal,” ujarnya.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Sadis di Aceh Timur, Ketua DPRA: Hukum Seberat-beratnya

Dalam aspek hukum dijelaskan Firdaus, pemerintah sebenarnya sudah punya kejelasan mekanisme penanganan kasus, namun hanya tinggal proses penegakan hukumnya berpihak pada pemenuhan keadilan bagi korban perempuan dan anak, atau tidak. 

“Apakah hukuman yang diberikan setimpal atau tidak. Dalam pandangan KPPAA, tidak ada alasan yang meragukan untuk memberikan hukuman yang paling berat bagi pelaku,” jelasnya.

“Persoalannya, jalan atau tidak. Untuk itu kita akan dorong agar mekanisme ini dijalankan,” tambah Firdaus.

Komisioner KPPAA ini menyampaikan, ada satu aspek yang sering dilupakan dalam kasus seperti yang terjadi di Kabupaten Aceh Timur, yaitu aspek sosial. Kementerian Hukum dan HAM diakui belum tuntas dalam memberikan tanggung jawab pemasyarakatan terhadap pelaku S yang pernah menjadi residivis atau mantan waga binaan.

Seharusnya, dikatakan Firdaus, lembaga kementerian tersebut mendampingi proses reintegrasi pelaku ke masyarakat dengan berbagai program termasuk program pemberdayaan pasca pelaku keluar dari lembaga pemasyarakatan.

Pemerintah Aceh memiliki qanun tata cara penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pemerintah juga punya UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak.

“Apakah program ini dilaksanakan? Kita tidak tahu,” timpalnya.

Tak hanya itu, Firdaus juga menyinggung masalah aspek sosial korban, DA. Ibu rumah tangga tersebut tinggal hidup dalam kondisi miskin dan tinggal di kawasan yang terkesan jauh dari komunitas atau masyarakat.

“Selain hukuman untuk pelaku, pemerintah dan masyarakat juga harus menghukum diri. Caranya, lakukan berbagai upaya agar kasus diatas tak berulang,” kata Firdaus.

KPPAA rencananya akan melakukan advokasi agar pelaku dihukum setimpal. Selain itu, lembaga ini juga akan berkoordinasi dengan lembaga pengada layanan bagi penanganan kasus perempuan dan anak

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *