Komunitas Korban Kenang 23 Tahun Tragedi Arakundo: Menguap Tanpa Keadilan
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA) menyampaikan dukacita yang mendalam saat mengenang peristiwa berdarah ‘Tragedi Arakundo’ pada 3 Februari 1999 silam di Idi Cut. Hingga kini, kasus tersebut seakan menguap karena tak kunjung memberi keadilan terhadap korban.
“23 tahun berlalu, di mana manusia ditembak dan ditenggelamkan dengan biadab, kejadian itu masih melekat dalam ingatan masyarakat Aceh, jumlah korban terbunuh mencapai 28 orang dan delapan di antaranya ditemukan di sungai Arakundo,” kata Ketua JASA, Bukhari melalui juru bicaranya, M Datul Abrar kepada Theacehpost.com, Rabu 2 Februari 2022.
Memperingati 23 tahun tragedi tersebut, JASA secara terbuka menyampaikan kekecewaannya atas tidak hadirnya pemerintah dalam memberikan keadilan kepada para korban.
“Padahal penyelesaian kasus pelanggaran HAM juga amanah yang tertuang dalam Mou Helsinki, di mana pada poin 2.2 disebutkan sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh,” ujar Datul Abrar.
“Tapi 17 tahun sudah berjalannya perdamaian tidak ada satu kasus pun yang diadili,” sesalnya lagi.
Status penegakan hukum atas kasus Arakundo disebutnya masih tidak jelas. Padahal kronologi kasusnya sangat jelas. Hal ini menurutnya dapat dilihat dengan fakta adanya penembakan, pembantaian dan pembuangan mayat.
Ia khawatir, tanpa keadilan, kasus ini hanya akan menambah daftar panjang kejahatan semasa konflik hingga jadi impunitas (ketiadaan hukuman/nirpidana). Bahkan berdasarkan penyelidikan, kata dia, para pelaku dan penanggung jawab operasi pun diketahui.
“Tapi tidak pernah diusut tuntas, dan pemerintah membiarkan impunitas ini terjadi,” ujarnya.
Impunitas bagi para pelaku pelanggaran HAM di Aceh, sambungnya, merupakan sederet bukti yang menunjukkan bahwa kondisi penegakan HAM di Indonesia masih sangat memprihatinkan.
JASA menyoroti kurangnya perhatian dan dukungan politik dari pemerintah sehingga membuat pengusutan kasus ini tidak berjalan maksimal.
“Oleh karena itu, kami berharap pemerintah bisa memberikan kewenangan secara maksimal kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh agar bisa bekerja lebih leluasa untuk mengungkap kebenaran, serta mendorong reparasi terhadap korban tragedi ini,” pintanya.
Ia mengatakan pemenuhan hak korban merupakan hal yang wajib diprioritaskan.
“Pengusutan kasus Arakundo ini penting, jadi sejarah dan ingatan agar kasus serupa tak terjadi lagi di masa depan,” tutupnya.[]