KKR Serahkan Laporan Temuan Pelanggaran HAM di Aceh
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh menggelar Peluncuran Laporan Temuan Pelanggaran HAM di Aceh pada Rapat Paripurna di Gedung Utama Kantor DPRA pada Selasa 12 Desember 2023, yang dipimpin Wakil Ketua DPRA Safaruddin.
Ketua Komisioner KKR Aceh, Masthur Yahya, menyampaikan terima kasih kepada DPR Aceh, terutama kepada Komisi I, yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan tersebut, yang akhirnya diluncurkan secara resmi kepada publik hari ini.
Tidak hanya itu, Masthur Yahya juga menyampaikan penghargaan kepada para korban pelanggaran HAM di seluruh Aceh yang telah berbagi cerita mereka, menjadi elemen kunci dalam penyusunan laporan ini. Dalam keadaan yang sulit, mereka yang kehilangan anggota keluarga, harta benda, bahkan menjadi korban kekerasan seksual, semua diakui sebagai poin penting dalam laporan ini.
“Menyusun laporan temuan pelanggaran HAM di seluruh Aceh bukanlah perkara mudah. Ada lebih dari 5.000 kesaksian korban konflik di Aceh yang masuk ke dalam database KKR Aceh. Kesaksian-kesaksian itu harus dibaca, diteliti, pola peristiwa harus diidentifikasi, dan kemudian dituliskan,” ujar Masthur Yahya.
Laporan ini merupakan hak bagi korban konflik. Setiap orang berhak membacanya untuk mengetahui kejadian kelam yang terjadi di Aceh.
“Dengan membaca laporan ini, kami berharap para korban pelanggaran HAM di Aceh akan memahami bahwa cerita-cerita yang mereka sampaikan kepada KKR Aceh sangat berharga bagi generasi mendatang. Generasi penerus Aceh harus tahu apa yang terjadi di masa lalu,” tambahnya.
Masthur Yahya juga menegaskan bahwa kebenaran sering kali mati dalam perang, namun masih ada harapan untuk menghidupkannya kembali.
“Kami, yang masih hidup, memiliki tanggung jawab untuk menghidupkan kembali kebenaran yang terkubur oleh perang dan kekerasan. Laporan temuan ini adalah bagian dari upaya mengungkap kebenaran,” ungkapnya.
Laporan ini tidak dimaksudkan untuk merawat kebencian atau mengungkit luka lama. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada orang Aceh bahwa peperangan akan mengakibatkan nestapa. Dengan pemahaman itu, diharapkan mereka dapat mempertahankan perdamaian yang telah tercapai.
Selain itu, laporan ini, di samping menjadi dokumen pengetahuan, harus dianggap sebagai “dokumen perdamaian.” Dokumen ini memberi kesempatan bagi anak-anak Aceh yang lahir setelah konflik untuk mengetahui sejarah masa lalu.
KKR Aceh telah melakukan pengambilan pernyataan sejak tahun 2017 di lima wilayah, yang kemudian diperluas menjadi tujuh wilayah baru pada tahun 2018, dan dilanjutkan dengan penyelenggaraan pengambilan pernyataan di 17 kabupaten/kota, 138 kecamatan, dan 775 desa pada tahun 2021.
Dari 5.195 kesaksian korban konflik yang berhasil dikumpulkan, sebanyak 4.765 kesaksian digunakan sebagai bahan penulisan laporan ini. Sementara sisanya, meskipun tidak dapat digunakan untuk analisis dalam laporan ini, akan digunakan dalam penulisan laporan selanjutnya.
Dalam laporan temuan ini, ditemukan empat bentuk tindak kekerasan, termasuk penyiksaan, kekerasan seksual, pembunuhan, dan penghilangan paksa yang terjadi sepanjang konflik bersenjata berlangsung. Dari ribuan kesaksian yang terkumpul, terbukti bahwa pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh telah mencapai taraf kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, sesuai mandat Qanun No. 17 tahun 2013.
Komisioner juga menemukan adanya pertanggungjawaban moral, institusional, dan individu dari pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata, yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, seperti pembunuhan, penghilangan paksa, penyiksaan, dan kekerasan seksual, dengan hampir tidak adanya hukuman.
Keterlibatan dan pertanggungjawaban korporasi/perusahaan internasional atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan juga telah terungkap dalam laporan tersebut.[]