Kisah Sultanah Inayat Zakiatuddin Jalin Hubungan dengan Negeri Haramain dan Syarif Makkah

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Cut Putri, Cucu Sultan Aceh yang juga Pemimpin Darud Donya Aceh Darussalam, menyampaikan bahwa para Sultanah Aceh telah berperan penting dalam membangun peradaban Aceh melalui hubungan perdagangan, pengembangan ilmu pengetahuan, sosial budaya, dan keagamaan.

Salah satu sejarah yang tercatat adalah masa pemerintahan Sultanah Inayat Syah Zakiatuddin Syah Johan Berdaulat Zilullahi Fil Alam (1678-1688 M), yang menjalin hubungan erat dengan Negeri Haramain yang dipimpin oleh Syarif Makkah, Syarif Barakat (1672-1682 M).

Cut Putri menjelaskan ketika utusan Syarif Makkah datang ke Aceh, Sultanah menyambut mereka dengan meriah dan memberikan banyak hadiah kepada Syarif Makkah. Kesultanan Aceh Darussalam dikenal dipimpin oleh para Sultan dan Sultanah yang handal dan dermawan dari berbagai dinasti. Setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), tahta beralih kepada Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M), yang merupakan menantu Sultan Iskandar Muda. Kemudian, tahta dilanjutkan oleh istrinya, Putri Seri Alam Permaisuri bergelar Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah Berdaulat Zilullahi Fil Alam (1641-1675 M).

Setelah Sultanah Safiatuddin mangkat, tahta dipegang oleh Seri Para Putri bergelar Sultanah Nurul Alam Naqiatuddin Syah Berdaulat Zilullahi Fil Alam (1675-1678 M). Setelah Sultanah Nurul Alam wafat, Putri Raja Setia bergelar Sultanah Inayat Syah Zakiatuddin Syah Berdaulat Zilullahi Fil Alam (1678-1688 M) naik tahta.

Pada masa pemerintahan Sultanah Zakiatuddin, Aceh menerima kunjungan penjelajah dan penyelidik ilmiah Inggris, William Dampier, yang melaporkan bahwa Aceh berada dalam keadaan makmur.

“Aceh yang dipimpin oleh para Tuan Putri bergelar Sultanah tidak mengalami kemunduran, malah semakin makmur, dan ilmu pengetahuan berkembang pesat,” jelas Cut Putri.

Pada masa Sultanah Zakiatuddin, utusan Syarif Makkah melaporkan bahwa Aceh dipimpin oleh Sultanah yang adil dan alim dalam melaksanakan ajaran Islam. Sultanah sangat gembira dengan hadiah dari Syarif Makkah dan meminta utusan tersebut tinggal sementara di Aceh sambil menyiapkan bingkisan balasan.

Lanjut Cut Putri, Sultanah mengumpulkan emas dalam jumlah banyak dan mengirimkan tambahan uang sedekah untuk fakir miskin di Makkah. Kemakmuran dan kekayaan Aceh terkenal hingga ke Negeri Haramain. Saat utusan kembali ke Makkah, Syarif Barakat telah mangkat dan digantikan oleh Syarif Said Bin Syarif Barakat (1682-1683 M). Bingkisan mewah dari Aceh, antara lain emas, permata, terompah emas seberat 3 qintar, kapur Barus, kayu aloes, kasturi, replika kapal galeon Aceh dari emas, dan lampu untuk Ka’bah, dikirim ke Makkah dan Madinah.

Bingkisan dari Aceh sangat banyak dan diangkut dengan kapal-kapal besar. Utusan dari Kesultanan Aceh juga hadir untuk melihat pembagian sedekah dari Aceh kepada fakir miskin di Makkah. Kisah ini membuat Sultanah Inayat Syah Zakiatuddin terkenal di tanah Arab karena kedermawanannya. Kebaikan hati para raja Aceh sering disebut-sebut di tanah Arab, bahkan sampai masa Syarif Husein bin Ali Al Hasyimi, Syarif Makkah terakhir (1908-1916 M). []

Komentar Facebook