Kisah Nuraini, Janda Miskin dengan Tujuh Anak Berharap Rumah Bantuan sebelum Ajal Menjemputnya
SOSOK Nuraini, janda miskin dengan tujuh anak ditemukan secara tak sengaja oleh Ketua Umum Blood For Life Foundation (BFLF) Aceh, Michael Oktaviano di depan pertokoan Jalan Prof. Ali Hasjmy, kawasan Pango, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Selasa, 9 Maret 2021. “Ketika saya sedang duduk bersama istri di kedai kopi, tiba-tiba datang seorang bocah perempuan berusia sekitar enam tahun membawa kotak kardus bertuliskan ‘mohon bantuan untuk rumah anak yatim’. Reflek saya bangun sambil menawarkan dia makan,” kata Michael kepada Theacehpost.com mengisahkan awal pertemuannya dengan Nuraini.
Nuraini, kelahiran Banda Aceh, 37 tahun lalu harus menjadi ibu sekaligus ayah untuk tujuh anaknya.
Anak pertama, laki-laki berusia 16 tahun (kelas 3 SMP) dan yang kedua, perempuan berusia 14 tahun (kelas 1 SMP).
Anak pertama dan keduanya berstatus yatim sejak suaminya meninggal pada 2010.
Pada 2012, Nuraini menikah lagi dengan seorang laki-laki asal Sumut hingga dikaruniai lima anak, yaitu perempuan kelas 3 SD, laki-laki kelas 1 SD, perempuan kelas 1 SD, perempuan yang seharusnya masuk TK namun tak sekolah, dan yang bungsu laki-laki masih dua tahun.
Ketika wawancara lanjutan dengan Theacehpost.com, Sabtu, 13 Maret 2021, Nuraini mengisahkan, sejak menikah dengan suami pertamanya, kehidupan rumah tangga mereka berjalan baik-baik saja hingga memiliki dua anak.
Nuraini dan suaminya tinggal di kawasan Lam Ujong, Labui, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar menempati rumah bantuan korban tsunami. Namun, pada 2010 suaminya meninggal.
Dua tahun kemudian, Nuraini menikah lagi dengan seorang laki-laki asal Sumut hingga memiliki lima anak. Tetapi, ungkap Nuraini, biduk rumah tangganya dengan suami kedua terombang-ambing. Akhirnya, laki-laki yang telah memberikannya lima anak pergi meninggalkan mereka.
“Suami kedua saya itu menghilang meninggalkan pinjaman di bank hingga Rp 80 juta. Akhirnya rumah yang dijadikan agunan disita. Sejak saat itulah saya berpindah dari satu kampung ke kampung lainnya di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Bahkan saya sempat mencoba peruntungan ke Sabang,” ujar perempuan yang kini sering sakit-sakitan.
Nuraini juga mengaku sempat tinggal di pondok tanggul Gampong Rukoh, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh sambil bekerja apa saja, termasuk memulung untuk menghidupi ketujuh anaknya. Dia harus pindah ketika pemerintah menertibkan bantaran Krueng Aceh. “KTP saya juga masih tercatat sebagai penduduk Rukoh,” ujarnya.
Beberapa bulan lalu, seseorang yang prihatin melihat kehidupan Nuraini menggalang bantuan dari para dermawan. Uang yang terkumpul itu digunakan untuk menyewa sebuah rumah di kawasan Jalan Di Pakeh, Punge Blang Cut, Banda Aceh, tak jauh dari situs tsunami PLTD Apung.
“Sekarang saya tinggal di rumah ini bersama anak-anak saya. Alhamdulillah, saya juga mendapat sebuah becak mesin dari Baitul Mal Aceh. Dengan becak inilah sehari-hari saya mencari rezeki dengan bekerja apa saja, termasuk memulung,” katanya.
“Setelah bertemu dengan Pak Michael (Ketua Umum BFLF Aceh, red), beliau sering membantu kebutuhan makan kami sehari-hari. Saya juga sudah sampaikan ke Pak Michael untuk mengupayakan rumah untuk kami. Saya tak ingin anak-anak saya terlunta-lunta kalau nanti saya meninggal,” kata Nuraini sambil terisak.
Ketua Umum BFLF Aceh, Michael Oktaviano mengaku sangat prihatin dengan kehidupan Nuraini bersama tujuh anaknya.
“Beliau menangis di depan saya sambil mengutarakan keinginan untuk memiliki rumah. Tolong bantu saya Pak agar punya rumah sendiri, agar kalau saya mati anak-anak saya ada tempat berteduh. Saya juga sudah sakit-sakitan,” ujar Michael mengutip harapan Nuraini.
Seperti diketahui, BFLF Aceh yang diketuai Michael Octaviano yang pada awalnya hanya gerakan penggalangan darah akhirnya tumbuh dan berkembang sebagai sebuah organisasi sosial dan kesehatan sekaligus fasilitator untuk banyak mitra baik dari lembaga pemerintah maupun swasta.
“Banyak sekali persoalan sosial di sekitar kita. Ibu Nuraini adalah salah satu potret buram yang mengharapkan solusi. Insya Allah,” demikian Michael Octaviano. []