Kisah Guru, BFLF dan Impian Nafis Miliki Kaki Palsu
“SEMANGAT ya, nanti sudah bisa sekolah lagi.”
Hal itu disampaikan Michael Octaviano, founder Blood for Life Foundation (BFLF) Indonesia usai proses pengukuran kaki palsu kepada Nafis Alfian (14), murid Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 4 Banda Aceh, Selasa malam, 15 Februari 2022.
Remaja penyandang disabilitas itu akhirnya melakukan pengukuran kaki palsu di kediamannya, Desa Rukoh, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.
Sebelumnya, Michael mendapatkan informasi tentang Nafis melalui dari WhatsApp seorang guru Bimbingan Konseling (BK) MTsN 4 Banda Aceh.
“Salam, saya Lia, salah satu guru BK di MTsN 4 Banda Aceh. Saya prihatin dengan salah satu kondisi siswa bimbingan saya yang mengalami amputasi sejak 2019. Sayangnya sampai saat ini, anak tersebut belum mendapatkan kaki palsu dari rumah sakit setempat. Selama ini, anak tersebut tidak percaya diri dan tidak mau bersekolah karena berbeda dengan temannya. Saat ini ia sudah duduk di kelas 2 dan selama ini setelah dibujuk hanya mau belajar selama 3 hari dalam seminggu di pustaka dan tidak ingin teman lain mengetahui kondisinya karena malu.”
Lia pun menceritakan proses mendapatkan nomor WhatsApp Michael dari rekannya terkait keinginannya untuk meminta kaki palsu.
“Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan info dari teman saya mengenai BFLF ini. Sekiranya BFLF dapat membantu penyediaan kaki palsu bagi siswa kami, alangkah bahagianya ananda Nafis, keluarganya dan kami guru-gurunya. Terima kasih bapak Michael.”
Komunikasi antara guru dengan Michael pun berlanjut. Ia kemudian mengulik banyak mengenai remaja disabilitas ini.
Lia menjelaskan, Nafis banyak menghabiskan waktu untuk belajar sendiri dengan rentang waktu berbeda dengan siswa lainnya. Hal ini membuat mata pelajaran yang ia ikuti tidak maksimal.
“Selama semester 2 ini Nafis bersekolah 2 hari dalam seminggu dan belajar di pustaka. Alhamdulilah, walaupun hanya 2 hari dalam seminggu, sudah sangat berarti bagi kami dibandingkan semester lalu, di mana Nafis sama sekali tidak mau ke sekolah,” ujarnya.
“Nafis berangkat ke sekolah pukul 09.00 WIB, di saat temannya sudah masuk kelas dan pulang sebelum jam 12, sebelum teman-temannya keluar dari kelas. Alasannya, Nafis malu kalau temannya melihat dirinya berjalan dengan kaki sebelah dan menggunakan tongkat,” ungkap Lia.
Sebagai guru yang bertanggung jawab mengenai bimbingan konseling, Lia kemudian bertanya mengenai kelanjutan pendidikan remaja ini.
“Karena sudah kelas 2, saya mencoba bertanya kalau tamat dari SMP mau melanjutkan ke SMA/ MAN/SMK atau Dayah. Sedihnya, dia menjawab tidak ingin melanjutkan lagi sekolah, kecuali nanti jika sudah memiliki kaki palsu,” katanya.
Mendengar kisah itu, Lia berharap, harapan Nafis untuk memiliki kaki palsu bisa terwujud, dan muridnya itu bisa lebih percaya diri untuk bersekolah.
Keinginannya itu disambut Michael. Bersama fasilitator BFLF Indonesia, Michael melakukan pengukuran kaki palsu kepada Nafis. Hasilnya, akan dikirim ke percetakan kaki palsu via Kick Andy Foundation.
Menurut Michael, apa yang dilakukan oleh Lia sangat berarti bagi kehidupan Nafis ke depannya.
“Semoga banyak pihak lebih perhatian terhadap nasib anak Aceh penyandang disabilitas yang belum mendapat kaki palsu. Mereka butuh gerak cepat kita, karena mereka juga bagian dari masyarakat Aceh yang memiliki impian.” kata Michael.
“Semoga dengan adanya kaki palsu nanti, Nafis jadi bersemangat untuk sekolah dan tidak merasa minder dalam mengikuti pelajaran. Tetap semangat dan cita-cita menjadi orang sukses terwujud,” pungkasnya. []