KIP Aceh tidak Berwenang Tetapkan Penundaan Pilkada
Oleh Imran Mahfudi, SH, MH*)
KEPUTUSAN Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menunda seluruh tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pilkada 2022 merupakan tindakan yang melampaui kewenangannya dan bertentangan dengan Qanun Pilkada.
Keputusan penundaan tersebut dihasilkan melalui Rapat Pleno KIP Aceh tentang Tindak Lanjut Atas Keputusan KIP Aceh Nomor 1/PP.01.2-Kpt/11/Prov/I/2021 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam Provinsi Aceh Tahun 2022.
Berdasarkan ketentuan pasal 104 Qanun 12/2016, KIP Aceh tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan penundaan Pilkada.
KIP Aceh hanya berwenang untuk mengusulkan kepada Gubernur melalui Pimpinan DPRA dan selanjutnya Gubernur mengajukan permohonan kepada Presiden dengan tembusan Menteri Dalam Negeri.
Kewenangan untuk menunda seluruh tahapan Pilkada ada pada Presiden. Setelah ada Keputusan Presiden untuk menunda seluruh tahapan Pilkada barulah KIP menindaklanjuti dengan Keputusan KIP Aceh.
Jadi, terkait penundaan dimaksud, KIP Aceh hanya punya kewenangan mengusulkan bukan memutuskan meskipun setelah ada putusan Presiden yang menindaklanjuti penundaan Pilkada tersebut adalah KIP Aceh.
Tindakan KIP Aceh yang langsung menetapkan penundaan Pilkada sebelum ada Keputusan Presiden adalah tindakan yang melampaui kewenangannya dan bertentangan dengan Qanun Pilkada.
Di samping soal kewenangan, dalam Keputusan KIP Aceh tentang Penundaan Pilkada, juga tidak menjelaskan apa yang menjadi alasan ditundanya Pilkada. Karena kelaziman subuah keputusan, pada bagian konsideran menimbang selalu menguraikan alasan-alasan hukum kenapa sebuah Keputusan harus ditetapkan.
Jadi apa yang disampaikan oleh KIP Aceh dalam konferensi pers yang dimuat dalam banyak media pada 2 April 2021 bahwa Pilkada ditunda karena ketiadaan anggaran menjadi tidak jelas, karena tidak muncul hal tersebut dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh KIP, baik dalam Keputusan maupun surat KIP Aceh yang dikirimkan ke DPRA.
*) Penulis adalah Praktisi Hukum/Wakil Ketua Umum DPP Peradi Pergerakan