Kapal Pengungsi Rohingya Tak Didaratkan, Mengapa?

Boat yang memuat ratusan pengungsi Rohingya yang berada di kawasan perairan Kabupaten Bireuen, Senin 27 Desember 2021. [Dok. Panglima Laot]

Theacehpost.com | BIREUEN – Pihak keamanan akhirnya memilih untuk menyalurkan bantuan Pemkab Bireuen kepada para imigran Rohingya yang masih mengapung di kapal mereka, Selasa 28 Desember 2021 di kawasan perairan Bireuen.

banner 72x960

Bantuan itu berupa pangan, sandang, alat medis, dan bahan bakar minyak yang dikumpulkan di PPI Peudada, Bireuen, didampingi bupati dan diterima Danlanal Lhokseumawe.

Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy mengklaim penyerahan bantuan ini merupakan wujud kepedulian dan rasa kemanusiaan dari pemerintah dan kepolisian terhadap warga Rohingya yang terdampar di laut lepas, sekitar 67 mil dari perairan Bireuen.

Bantuan ini bakal diantar dengan kapal milik TNI AL dipimpin langsung Danlanal Lhokseumawe bersama para personelnya.

“Bantuannya sudah diserahkan melalui Danlanal Lhokseumawe. Ada pakaian, makanan, BBM, peralatan medis, bahkan teknisi mesin. Ini adalah bentuk kepedulian Polda Aceh terhadap para imigran,” ucap Winardy dalam keterangan persnya.

Namun, bantuan tersebut diperuntukkan bagi pengungsi untuk melanjutkan perjalanan ke Malaysia. Winardy menyebut, perjalanan itu sebagaimana rekomendasi dan keinginan para pengungsi.

Selanjutnya, Polda Aceh akan berkolaborasi dengan stakeholder terkait untuk memonitoring rute dan pergerakan kapal itu hingga dipastikan menuju ke Malaysia.

“Nanti, baik dari Polri, TNI AL, beserta instansi terkait akan memonitor dan memastikan kapal mereka menuju ke sana,” tandasnya.

Sebelumnya, perahu tersebut sudah terpantau sejak Minggu, 26 Desember 2021 di kawasan perairan Bireuen. Dari hasil penelusuran, mereka seluruhnya berjumlah 120 orang yang terdiri dari laki-laki, perempuan hingga anak-anak.

KontraS Aceh: Demi Kemanusiaan, Seharusnya Mereka Diselamatkan ke Daratan

Upaya pemerintah dan pihak keamanan untuk kembali melarung pengungsi ke tengah laut menuai sorotan. Keputusan itu ditempuh di tengah desakan dari berbagai elemen sipil terhadap pemerintah agar mendaratkan para pengungsi lebih dulu.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Hendra Saputra menegaskan, seharusnya pemerintah mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 dalam menindaklanjuti temuan ini.

“Pada saat ada pengungsi yang terdampar di perairan Indonesia, dalam kondisi darurat, mereka lebih dulu wajib ditolong, salah satu bentuknya dengan menyelamatkan mereka ke daratan,” kata Hendra kepada Theacehpost.com, Selasa 28 Desember 2021.

Ia juga menjelaskan, Pasal 9 Perpres 125/2016 juga merincikan langkah-langkah pertolongan itu. Yakni, setiap pengungsi yang ditemukan dalam keadaan darurat harus lebih dulu dipindahkan ke kapal penolong, jika kapal mereka dalam kondisi rusak dan akan tenggelam.

“Lalu mereka dibawa ke pelabuhan atau daratan terdekat jika aspek keselamatan nyawa pengungsi dalam keadaan terancam,” ujar Hendra mengutip Perpres tersebut.

Selanjutnya, instansi terkait juga perlu mengidentifikasi pengungsi yang membutuhkan bantuan medis gawat darurat. Terakhir, para pengungsi diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi di pelabuhan atau daratan terdekat.

“Harusnya aparatur negara mematuhi aturan yang dibuatnya sendiri,” tegas Hendra.

Sementara di sisi lain, KontraS Aceh mengapresiasi langkah cepat Panglima Laot Aceh yang mengupayakan bantuan logistik bagi para pengungsi. Namun Hendra tetap merasa penanganan kali ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya ketika imigran Rohingya tiba di Aceh.

“Biasanya didaratkan dulu, atau apa mungkin karena para nelayan khawatir dan enggan menolong pengungsi karena takut terjerat hukum? Entah lah,” imbuhnya.

Tanggapan itu berkaca pada kasus pendaratan Rohingya tahun sebelumnya, di mana beberapa nelayan yang menyelamatkan pengungsi belakangan terlibat dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Menurut Hendra, seharusnya pemerintah tetap lebih dulu mengedepankan kemanusiaan ketimbang langkah hukum. Apalagi, para pengungsi juga terdiri dari perempuan dan anak-anak.

“Memang kita harus waspada di sisi hukum, namun kemanusiaan seharusnya lebih didahulukan. Pastikan sisi keselamatan, keamanan dan kesehatan para pengungsi, periksa semuanya. Kalau ada indikasi TPPO, maka itu bisa segera ditangani setelah para pengungsi didaratkan,” jelasnya.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *