Jelang 19 Tahun Damai Aceh, USK Rawat Perdamaian Melalui Pembelajaran MKWK
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Jelang 19 tahun perdamaian Aceh pada 15 Agustus 2024, Universitas Syiah Kuala (USK) akan terus berkomitmen merawat perdamaian di Aceh, salah satunya akan diwujudkan melalui perkuliahan.
Penegasan ini disampaikan oleh Rektor USK, Prof Marwan, yang diwakili oleh Direktur Direktorat Pendidikan dan Pembelajaran (DPP) USK, Prof Nasaruddin, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) berbasis Proyek Merawat Damai Aceh yang dilaksanakan di Kyriad Hotel, Banda Aceh, Selasa (13/8/2024).
FGD tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan hibah pengembangan model pembelajaran MKWK pada kurikulum pendidikan tinggi dari Kemendikbudristek yang dimenangkan oleh UPT MKU USK tahun 2024.
“Semester Ganjil 2024/2025 yang akan berlangsung 19 Agustus 2024, program merawat perdamaian akan mulai diintegrasikan ke dalam perkuliahan Mata Kuliah Pancasila dan Mata Kuliah Kewarganegaraan yang dikelola oleh (UPT MKU),” kata Nasaruddin.
Menurutnya, salah satu tujuan utama perguruan tinggi ialah bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai perdamaian ke dalam MKWK. Perdamaian itu harus didapatkan oleh setiap orang, hal itu merupakan hak hakiki manusia.
“Perdamaian itu perlu ditanamkan melalui pendidikan agar terawat dengan baik,” kata Prof Nasaruddin.
Sementara itu, Kepala UPT MKU USK, Dr Teuku Muttaqin Mansur mengatakan, integrasi merawat perdamaian Aceh akan dilaksanakan melalui metode pembelajaran Project Based Learning (PjBL) yang diamanatkan oleh Kemendikbudristek.
Menurutnya, FGD dengan tema Pembelajaran MKWK Berbasis Proyek dalam Merawat Perdamaian Aceh ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan metode pembelajaran berbasis proyek tersebut.
“FGD ini diharapkan menjadi wadah berbagi informasi dan pengalaman dari dan oleh akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan dalam mengidentifikasi tantangan, serta merumuskan solusi yang inovatif bagi masyarakat dalam merawat perdamaian di Aceh secara berkelanjutan,” ujar Dr Muttaqin.
Dr Muttaqin juga berharap tim pelaksana dapat menghasilkan dokumen teknis yang dapat mendukung kelancaran implementasi pelaksanaan PjBL oleh dosen kepada mahasiswa.
Mahasiswa nantinya akan mendapatkan pengalaman berharga sebagai bagian pewarisan rawatan ingatan perdamaian di Aceh yang sudah bersemai sejak 19 tahun lalu.
Kegiatan ini juga menghadirkan dua narasumber kunci, yaitu Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Masthur Yahya, dengan tema: Upaya Merawat Perdamaian, dan Kepala Studio Pembelajaran Psikologi Berkelanjutan di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Hari Setyowibowo, dengan tema “Model Pembelajaran MKWK berbasis Proyek”.
Dalam kesempatan itu, Masthur Yahya mengungkapkan sejumlah fakta dan data pentingnya keberadaan KKRA dalam merawat perdamaian di Aceh.
“Kami lembaga non yudisial, kami bekerja untuk kepentingan para korban dari unsur manapun. KKR tidak dibentuk hanya untuk melakukan pengungkapan kebenaran atas peristiwa yang dilakukan oleh unsur negara saja, tapi juga pihak yang bukan unsur negara yang pada masa konflik melakukan pelanggaran HAM,” ujar Masthur Yahya.
Tugas utama KKR Aceh adalah mengungkapkan kebenaran, melakukan upaya rekonsiliasi dan merekomendasikan reparasi kepada korban baik secara mendesak maupun secara konfrehensif. Karena itu, dia berharap USK dapat membantu merawat damai melalui kurikulum pendidikan di kampus, gagasan UPT MKU patut diapresiasi. Ini penting, untuk keberlanjutan damai. Jika tidak, boleh jadi ingatan terhadap konflik dan damai Aceh hilang dari generasi,” tambahnya.
Selain itu, Hari Setyowibowo yang berbicara melalui daring dari Bandung mengatakan bahwa ia mendapatkan pengalaman penting di Aceh terkait elemen utama yang hadir dalam FGD.
“Jarang ada kegiatan semacam ini yang bisa hadir elemen utama terkait perdamaian. Padahal di lokasi lain yang saya hadiri, jarang hadir seperti yang ada di kegiatan ini,” kata Hari.
Selain itu, ia menawarkan salah satu pendekatan yang bisa digunakan dalam konteks melihat perdamaian Aceh, melalui pendekatan naratif.
“Strategi ini bisa digunakan, pendekatan sangat kuat dan bisa digunakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan ini,” tambah Hari.
Dalam FGD ini, hadir sejumlah stakeholders utama, seperti KKR, Kontras Aceh, LBH Banda Aceh, dan Ketua Majelis Adat Aceh Besar. Selain itu, Kabid Kesbangpol Aceh, para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Koordinator Mata Kuliah dan Perwakilan Dosen Pengajar MKU, serta tim pelaksana hibah. (Akhyar)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News