ISAD Luncurkan Buku Praktik Islam Wasathiyah di Institusi Pendidikan Dayah
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) meluncurkan buku berjudul “Praktik Islam Wasathiyah di Institusi Pendidikan Dayah” karangan Dr Teuku Zulkhairi dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad saw di Hotel Kriyad Banda Aceh, Rabu malam, 28 September 2023.
Peluncuran buku dikemas dalam pengajian rutin Tastafi Banda Aceh yang diselenggarakan oleh ISAD dan Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) Aceh. Sebanyak 200 orang peserta yang terdiri dari kalangan santri, mahasiswa, utusan Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh, Dinas Pendidikan Dayah Aceh, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh, Ikatan Siswa Kader Dakwah (ISKADA), Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Aceh, dan tamu undangan lainnya.
Acara dimulai dengan Shalawat kepada Rasulullah Saw dalam rangka menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW oleh Majelis Zikir Rateb Mini Selection yang dipimpin Ustaz H Umar Rafsanjani Lc MA.
Sebelum dimulai Launching Buku diawali dengan penyerahan buku kepada perwakilan peserta dan undangan. Selain penulis buku, para narasumber yang hadir sebagai pembedah yaitu Tgk H M Fadhil Rahmi Lc MA, alumnus Universitas Al Azhar Mesir dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Drs H H.Saifuddin A Rasyid MLis, Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Dr Tgk H Faisal Muhammad Nur Lc MA, Pengurus Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA).
Teuku Zulkhairi dalam sambutannya mengatakan bahwa sebelum menulis buku ini terinspriasi setelah membaca kitab karangan Prof Dr Yusuf Al-Qardhawy yang berjudul “al-Khaṣāiṣ al-‘Ammah lil Islām”.
Dalam kitab ini, Yusuf Al Qardhawy menjelaskan tujuh karakteristik ajaran Islam yaitu rabbaniyah (ketuhanan), insaniyah (kemanusiaan), syumuliyah (universal/konferensi), wasathiyah (seimbang/di tengah-tengah), al waqi’iyah (realistis), al-wudhuh (jelas/terang) dan al-jam’u baina at tsabit wal al-murunah (fleksibel).
Diijelaskan bahwa wasathiyyah merupakan salah satu karakteristik yang menunjukkan keistimewaan dan ketinggian ajaran Islam.
Dengan karakteristiknya yang wasathiyah, Islam merupakan agama yang senantiasa seimbang (tawazun) dalam semua persoalan, selalu berada di poros tengah, sangat solutif terhadap permasalahan manusia.
“Makanya di Barat disebut Islam is the solution, Islam adalah satu-satunya solusi,” imbuhnya.
Setelah mempelajari teori tentang Islam wasathiyah ini, lanjut Teuku Zulkhairi, membuatnya tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana praktik Islam wasathiyah dipraktekkan di institusi pendidikan dayah sebagai institusi pendidikan tertua di Nusantara yang masih eksis.
Paradigma wasathiyah ini dalam praktiknya diamalkan secara baik dalam pembelajaran di dayah. Hasil penelitian yang dibukukan ini menunjukkan bahwa dayah senantiasa mendidik para santri sikap Wasathiyah (tawazun/seimbang) dalam semua urusan.
Dengan paradigma pendidikan, kata Teuku Zulkhairi, wasathiyah yang diajarkan di dayah, sehingga membuat para santri yang belajar Islam akan jauh dari pemikiran dan sikap-sikap takfiri, juga jauh tidak ekstrim kanan dan maupun tidak ekstrim kiri. Selain itu membuat para santri senantiasa berada dalam keseimbangan dalam melihat semua urusan dan persoalan.
Paradigma Islam wasathiyah seperti inilah yang membuat institusi pendidikan dayah di Aceh atau di Nusantara dikenal dengan pesantren terus eksis berabad-abad lamanya. Dalam situasi paling runyam sekalipun, di masa penjajahan, masa konflik hingga masa covid pendidikan Dayah itu terus jalan seperti tidak terpengaruh.
“Pembelajaran di dayah itu mengintegrasikan orientasi dunia dan akhirat sekaligus. Materi-materi pembelajaran di dayah yang diajarkan dari sumber kitab-kitab itu bukan hanya mengajarkan untuk bagaimana sukses di akhirat, tapi juga bagaimana sukses di dunia,” jelasnya.
Pada sisi yang lain santri di dayah juga diajarkan keseimbangan mengunakan akal dan wahyu. Santri di Dayah tidak diajarkan pengetahuan tentang Wahyu secara dogmatis. Sebab di sisi lain para santri juga diajarkan pelajaran tentang ilmu akal atau logika seperti mata pelajaran Mantiq. Jadi itu menjadikan pembelajaran di Dayah seimbang antara kajian tentang Wahyu dan tentang fungsi akal,” kata Zulkhairi menerangkan.
Dayah juga mendidik santri jalan tengah ketika dihadapkan pada pilihan ekstrim kanan (wahabisme) dan ekstrim kiri (khurafat, bid’ah, dan liberalisme). Dalam konteks aqidah khususnya kepercayaan kepada Allah Swt, dayah mendidik santri bahwa Allah itu ahad, antara atheisme yang tidak percaya adanya dan polothiesme yang mempercayai banyak tuhan.
“Melalui pembelajaran tauhid, dayah mendidik santri pemahaman yang kokoh bahwa Allah itu Esa,” tutupnya. []