Insiden KMP Teluk Singkil, Nakhoda: “Kami Diselamatkan Penumpang”

Said UR, nakhoda KMP Teluk Singkil. (Dok Pribadi)


INSIDEN KMP Teluk Singkil terjebak cuaca buruk dan nyaris tenggelam menjelang merapat ke Pelabuhan Sinabang pada Minggu subuh, 15 Agustus 2021, pukul 05.10 WIB menyisakan trauma dan pengalaman batin luar biasa, bukan saja bagi penumpang tetapi ABK termasuk nakhoda. “Saya akui penumpang panik, itu sangat manusiawi. Tetapi hebatnya mereka mampu mengendalikan diri.  Buktinya mereka cukup respons dengan arahan nakhoda dan awak kapal. Apresiasi kami untuk penumpang, karena penumpanglah yang sangat berperan menstabilkan kapal yang sudah miring hingga kembali ke posisi normal dan kita semua selamat,” kata nakhoda KMP Teluk Singkil, Said UR menjawab Theacehpost.com terkait kejadian Minggu subuh di Perairan Simeulue.

banner 72x960

Seperti dilaporkan nakhoda KMP Teluk Singkil dalam ‘Berita Acara Cuaca Buruk’, kapal yang dinakhodainya berangkat dari Pelabuhan Penyeberangan Labuhan Haji, Aceh Selatan, Sabtu malam, 14 Agustus 2021 pukul 19.00 WIB tujuan Pelabuhan Penyeberangan Kolok, Sinabang, Kabupaten Simeulue.

Said UR bersama anak dan istri. (Dok Pribadi)

Dalam pelayaran tersebut, KMP Teluk Singkil membawa penumpang 133 orang, kendaraan golongan II 33 unit, golongan IV 12 unit,  dan golongan V sebanyak enam unit. Sedangkan muatan barang 40 m3/ton.

“Kapal tidak overload, karena kalau kelebihan muatan pasti kami tidak diizinkan berlayar oleh syahbandar,” ujar Said, nakhoda asal Ambon yang beristrikan perempuan Sinabang.

Said mengisahkan, ketika posisi kapal sudah berada pada jarak 6 mil laut menjelang Ujung Babang, Simeulue, pada pukul 05.10 LT (Local Time), tiba-tiba mereka terjebak cuaca buruk.

Kecepatan angin waktu itu, menurut Said 20 knots dan alun mencapai 1-2 meter. Akibatnya muatan kendaraan bergeser ke area kanan cardeck kapal. Dampak lebih fatal lagi, kapal miring ke kanan hingga 8 derajat.

Kemiringan 8 derajat, menurut ayah satu putri yang sudah duduk di kelas III SMP ini sangat membahayakan.

“Cukup bahaya. Tetapi intinya sekecil apapun kemiringan kapal, seorang  nakhoda harus menganggap itu membahayakan agar kita tetap waspada dan sesegera mungkin melakukan langkah-langkah pencegahan bahaya di laut,” ujarnya.

Begitulah. Ketika KMP Teluk Singkil terjebak cuaca buruk hingga menyebabkan miring, sang nakhoda sedang tidur.

Pria kelahiran 3 Mei 1974 tersebut menjelaskan, meskipun saat itu dia sedang tidur tetapi secara naluri seorang nakhoda yang tidur di kapal tidak senyenyak tidur di rumah.

“Bagi seorang nakhoda, kapal itu bagaikan istri. Jadi bila terjadi sesuatu terhadap kapalnya secara spontan dia akan terbangun walaupun sedang tidur. Makanya dalam bahasa Inggris kapal itu dinamakan ship (kapal). She kan perempuan, Bang, hehehe,” kelakar nakhoda yang sebelumnya bertugas di Batam dan Sibolga.

Memastikan kapal miring, nakhoda langsung memerintahkan ABK membuang sebagian muatan curah (seperti sayur mayur dan buah-buahan) di sebelah kanan cardeck guna menstabilkan kapal.

Nakhoda mengimbau melalui public adressor agar seluruh penumpang tetap tenang karena kapal sedang dalam kondisi darurat.

“Jelas saja muncul kepanikan, itu sangat manusiawi, apalagi ketika mengetahui kapal miring dan semuanya diminta memakai life jacket,” ujar Said menggambarkan saat-saat paling dramatis itu.

Guna menstabilkan kapal yang miring hingga 8 derajat, penumpang diimbau bergeser ke sisi kiri.

Arahan itu dilaksanakan penumpang meski diwarnai tangis ketakutan diiringi gemuruh istighfar memohon pertolongan kapada Allah SWT.

“Penumpang mengikuti semua arahan dan prosedur penanganan kondisi darurat di kapal dengan sangat terkendali, tidak sampai terjadi dorong-dorongan yang bisa berakibat ada yang terinjak,” begitu penggambaran sang kapten.

Kerja sama yang baik itu, lanjut Said membuahkan hasil. Kapal kembali stabil ke posisi 0 derajat pada clinometer kapal. ‘Drama’ mengerikan di perairan Simeulue itu dilaporkan berlangsung lebih satu jam.

Meski kondisi kapal sudah stabil, Said tetap menghubungi kantornya meminta dikerahkan kapal bantuan mengantisipasi hal-hal terburuk yang bisa saja terjadi.

“Tak lama berselang KMP Aceh Hebat 1 bersama kapal TNI-AL dan Airud mengawal di arah belakang KMP Teluk Singkil yang mengarah ke Pelabuhan Sinabang,” katanya.

Pukul 06.40 WIB, KMP Teluk Singkil berhasil merapat dan sandar di Pelabuhan Penyeberangan Kolok, Sinabang.

Setelah semua penumpang dan muatan lainnya diturunkan, langsung dilakukan pemeriksaan kapal. “Tak ada kebocoran, murni karena cuaca buruk. Meski demikian kita serahkan pada pemeriksaan tim,” kata Said.

Kuncinya ketenangan

Pembaca Theacehpost.com mengapresiasi cara nakhoda dan ABK KMP Teluk Singkil menjalankan prosedur keadaan darurat di kapal sehingga kejadian yang lebih fatal bisa dihindari.

Menanggapi itu, nakhoda KMP Teluk Singkil mengatakan, ketenangan menjadi kunci prosedur keadaan darurat di laut sebagaimana diatur The International Convention For the Safety of Life at Sea (SOLAS 98) yang merupakan perjanjian keselamatan pelayaran internasional dari International Maritime Organization (IMO).

“Pada kejadian Minggu subuh di Perairan Simeulue, keberhasilan kami keluar dari kondisi darurat juga sangat ditentukan oleh ketenangan penumpang. Intinya pemakai jasa (penumpang) jangan panik, ikut arahan nakhoda dan ABK. Alhamdulilah, dengan kerja sama yang sangat baik itu, semua kita selamat,” tandas Said.

Sekilas tentang sang nakhoda

Nakhoda KMP Teluk Singkil bernama Said UR berasal dari Ambon. Tulisan UR yang ada di belakang namanya adalah marga.

“Ya, nama saya Said. Sedangkan UR itu marga,” katanya ketika memperkenalkan diri ke Theacehpost.com.

Mengenai jabatan nakhoda, menurut Said baru berjalan setahun. Tetapi Pjs. nakhoda yang menggantikan sementara nakhoda definitif sudah lebih lima tahun. Sebelum ke Aceh menjadi nakhoda KMP Teluk Singkil, Said bertugas di Batam dan Sibolga.

Ditanya latar belakang pendidikannya, secara merendah Said mengatakan dia berangkat dari bawah atau istilah di pelayaran dari kaki 5, bukan dari akademi.

“Dari ABK bisa terus saya lanjutkan sekolah secara bertahap sampai sekarang ijazah pelayaran ANT-II (Ahli Nouticka Tingkat ll) atau setara S1 gitulah. Kalau ijazah paling tinggi yaitu ANT-l,” urai Said yang mengaku keluarganya tidak ada yang berlatar belakang pelaut. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *