Ie Bu Peudah, Sajian Leluhur Aceh Besar yang Hanya Ada Saat Ramadhan
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Ie Bu Peudah merupakan kuliner khas Aceh Besar yang telah diwariskan turun-temurun selama berabad-abad. Hidangan ini memiliki cita rasa unik yang berasal dari campuran 44 jenis dedaunan dan rempah-rempah alami.
Dalam bahasa Aceh, “Ie Bu Peudah” berarti air nasi pedas. Sajian khas ini hanya dibuat dan dinikmati saat bulan Ramadan. Selain menjadi makanan tradisional, Ie Bu Peudah juga dipercaya memiliki berbagai khasiat yang baik bagi kesehatan tubuh.
Salah satu daerah yang masih mempertahankan tradisi memasak Ie Bu Peudah adalah Desa Limpok, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar.
Tradisi Sejak Masa Kerajaan Aceh Darussalam
Afrizal (35), warga Desa Limpok, menyebutkan bahwa tradisi memasak Ie Bu Peudah telah berlangsung sejak zaman dulu, bahkan jauh sebelum ia lahir.
“Tradisi ini sudah ada sejak dulu. Saya sendiri tidak tahu pasti kapan awalnya, tetapi sebelum saya lahir pun sudah ada,” ujar Afrizal saat ditemui, Sabtu (8/3/2025).

Persiapan memasak Ie Bu Peudah dimulai sejak bulan Rajab. Pada bulan ini, warga desa, baik laki-laki maupun perempuan, mulai mencari 44 jenis dedaunan di hutan.
“Dedaunan ini didapatkan dari berbagai tempat, bahkan hingga ke kawasan Lamteuba,” tambahnya.
Setiap dusun di Desa Limpok memiliki tanggung jawab masing-masing dalam mencari dedaunan tersebut. Setelah dikumpulkan, daun-daun itu dijemur hingga benar-benar kering. Bahkan, tangkai dedaunan ikut dihaluskan dalam proses penggilingan agar menghasilkan tekstur yang sesuai untuk pembuatan Ie Bu Peudah.
Bahan dan Proses Memasak
Selain dedaunan, bahan lain yang digunakan dalam pembuatan Ie Bu Peudah adalah beras dan singkong. Beras yang digunakan cukup banyak, yakni sekitar 10 muk (kaleng susu) per hari.
“Dulu, beras ini dibeli dari masyarakat kurang mampu yang memiliki sawah, sebagai bentuk saling membantu dan meningkatkan kesejahteraan warga. Namun, sekarang berasnya dibeli menggunakan anggaran gampong,” jelas Afrizal.
Proses memasak dilakukan dalam satu belanga besar. Pemasakan dimulai setelah salat Zuhur dan berlangsung selama sekitar 1,5 jam hingga pukul 15.00 WIB.
Setelah matang, Ie Bu Peudah dibagikan secara gratis kepada sekitar 1.500 warga di Desa Limpok.
“Menjelang sore atau selepas salat Asar, warga datang ke lokasi memasak dengan membawa wadah masing-masing untuk mengambil Ie Bu Peudah. Namun, ada juga beberapa warga yang memilih untuk tidak mengambilnya,” kata Afrizal.
Khasiat Ie Bu Peudah bagi Kesehatan
Lebih dari sekadar tradisi, Ie Bu Peudah dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Campuran dari 44 jenis dedaunan menjadikannya sebagai obat herbal yang bermanfaat bagi kesehatan.
“Khasiatnya banyak, sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh karena bisa mengobati dari dalam. Di antaranya, bisa menjadi obat masuk angin, asam urat, jantung, dan penyakit lainnya,” ungkap Afrizal.
Warisan Budaya yang Terus Dijaga
Tradisi memasak Ie Bu Peudah bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga menjadi simbol kekompakan dan gotong royong masyarakat Desa Limpok. Warisan kuliner ini menjadi bukti bagaimana nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian sosial tetap hidup di tengah masyarakat.
Dengan tetap mempertahankan tradisi ini, warga Desa Limpok menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga budaya leluhur agar tetap lestari bagi generasi mendatang.