IDI Aceh Latih Seluruh Dokter untuk Persiapan Tangani Stunting

Safrizal Rahman

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh melatih seluruh dokter untuk persiapan program penanganan stunting di provinsi ini.

banner 72x960

Seperti diketahui, Pemerintah Aceh telah merilis program GISA (Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh).

GISA dilaunching dalam rangka penanganan stunting Aceh yang angkanya termasuk tertinggi di Indonesia.

Ketua IDI Wilayah Aceh, Safrizal Rahman mengatakan, berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, stunting Aceh berada di urutan tiga di Indonesia, dengan angka 33,2 persen atau di atas angka rata- rata nasional yaitu 24,4 persen.

Menurut Safrizal, stunting sangat berpotensi menjadi masalah jangka panjang bagi Aceh jika tidak dilakukan penanganan serius.

Dikatakan Safrizal, walaupun IDI belum dilibatkan langsung dalam program GISA, namun pihaknya berinisiatif memberikan pembekalan kepada tenaga dokter di setiap kabupaten/kota baik di Puskesmas, RS dan seluruh Faskes negeri maupun swasta.

“Kami melakukan bainstroming pemahaman stunting kepada para dokter anggota IDI,” ujar Safrizal dalam keterangannya kepada Theacehpost.com.

Pada 28 Agustus 2022, IDI Aceh juga melaksanakan webinar dengan mengangkat isu “Situasi Terkini Stunting.” Webinar diikuti seluruh dokter dari seluruh kabupaten/kota.

“Tujuan kegiatan ini sebagai upaya menguatkan dokter di layanan primer dalam penanggulangan stunting,” kata Ketua IDI Aceh.

Dalam penanganan stunting, kata Safrizal sebaiknya memang dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak. Masalah stunting tidak bisa diselesaikan hanya dengan memperbaiki sistem kesehatan, namun juga perbaikan ekonomi masyarakat.

“Kita harus mempunyai visi yang sama, menyelesaikan masalah stunting Aceh,” tandas Safrizal.

IDI mengimbau seluruh komponen masyarakat untuk bahu membahu menurunkan angka stunting Aceh.

“Kami berkomitmen untuk terus mendukung Pemerintah Aceh, kita tahu bahwa masalah kesehatan di Aceh tidak hanya stunting, angka kesakitan TBC juga masih tinggi dan masalah kesehatan lainnya,” ungkap Safrizal.

IDI sudah menerbitkan SK Pemberian  Satuan Kredit Profesi (SKP) bagi dokter yang terlibat dalam penanggulangan TBC.

Selain itu, IDI Aceh juga akan membentuk Tim Khusus Stunting di setiap IDI Cabang.

“Nantinya para dokter yang terlibat dalam program penanganan stunting akan mendapatkan SKP dari IDI,” kata Safrizal.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpres Nomor 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan Konsep Konvergensi.

Ditargetkan pada 2024 Indonesia dapat menurunkan angka stunting dari 24,4 persen menjadi 14 persen.

Sekilas tentang stunting

Salah seorang pemateri webinar yang dilaksanakan IDI Aceh, dr. Ichsan.M.Sc, Sp.KKLP menjelaskan, stunting adalah kondisi di mana anak tumbuh dengan perawakan pendek yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronik.

Jika dilihat dari data kajian dan penelitian yang dilakukan beberapa pihak, terjadinya stunting 30% berasal dari masalah kesehatan, namun 70% diakibatkan masalah di luar kesehatan.

Pemateri lainnya yang dihadirkan pada webinar ‘Situasi Terkini Stunting Aceh’ adalah dr. Aslinar. Sp.A., M.Biomed juga memberikan materi bagaimana deteksi dini stunting.

Aslinar mengajak seluruh dokter dan tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan kecukupan gizi remaja putri dan gizi Ibu hamil.

“1.000 hari pertama kehidupan adalah golden periode yang harus mendapat perhatian,” katanya.

Seluruh remaja putri, menurut Aslinar harus diberikan tablet penambah darah, hal ini agar ketika mereka nanti menikah dan hamil, maka kesehatanya akan lebih baik.

Demikian juga pada ibu hamil, sejak hari pertama diketahui hamil, maka asupan gizi harus tercukupi.

“Pemberian tablet tambah darah wajib dilakukan sampai melahirkan dan anak berusia 2 tahun” pungkas dr. Aslinar yang juga Ketua Aceh Peduli ASI ini.

Intervensi gizi

Masih dalam webinar yang sama, juga tampil dr. Irfan (Ahli Gizi).

Menurut Irfan, penanganan stunting harus dilakukan secara konvergen dengan Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.

Intervensi Gizi Spesifik adalah kegiatan yang dilakukan dengan memberikan perbaikan gizi secara langsung baik kepada ibu hamil dengan risiko kurang gizi kronis maupun anak dengan stunting di usia kurang 24 bulan.

Sedangkan intervensi gizi sensitif, menurut Irfan adalah perbaikan di sektor penyebab tidak langsung stunting, seperti ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan yang baik, akses sistem kesehatan yang baik dan banyak lainnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *