HIPSI Harap MES Aceh Menjembatani Pengusaha Santri

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Kepengurusan Wilayah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh periode 2021-2024 resmi dikukuhkan Gubernur Nova Iriansyah, kemarin.

banner 72x960

Menyikapi itu, Ketua Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) Aceh, Muhammad Balia SIkom, memberikan selamat atas pelantikan pengurus MES Aceh di bawah pimpinan Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman.

“Selamat atas pengukuhan pengurus MES Aceh untuk empat tahun ke depan. Kami berharap dengan dilantiknya MES Aceh bisa saling bersinergi dan tentunya memberi manfaat bagi kita semua,” ujar Balia, Sabtu 22 Januari 2022.

“Semoga MES Aceh bisa menjembatani seluruh kepentingan ekonomi syariah, sehingga nantinya bisa tercipta ekosistem ekonomi syariah bagi pengusaha santri di Indonesia,” pungkasnya.

Sejarah HIPSI

Pada 1918, bangsa Indonesia sedang melawan kolonialisme Belanda. Seorang ulama pesantren sekaligus aktivis pergerakan nasional, KH Wahab Chasbullah bersama 45 saudagar santri lainnya mendirikan perkumpulan yang diberinama Nahdlatut Tujjar (kebangkitan para saudagar).

Perkumpulan ini memliki tujuan mulia, yaitu meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan sekaligus melawan penjajahan dan penindasan imperialisme Belanda.

Lahirnya Nahdlatut Tujjar merupakan bentuk dari kesatuan dan kebangkitan kaum santri yang menjadi cikal bakal lahirnya Nahdlatul Ulama (NU). Dimulai dari pergerakan kebangsaan Nahdhatul Wathon dan Taswirul Afkar untuk mewadahi pemikiran keagamaan para kaum santri.

Delapan tahun kemudian, pada 31 Januari 1926, pergerakan kaum santri mencapai puncaknya dengan lahirnya NU di bawah pimpinan KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan bersama para ulama pesantren lainnya.

NU berkembang menjadi penyangga utama dalam rangka menumbuhkan rasa nasionlisme hingga berperan penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia, penentu konsepsi NKRI, perumusan Pancasila dan UUD 1945.

Kini NU konsisten menjadi pilar utama masyarakat sipil Indonesia, sebagai jamiyah, diniyah, ijtimaiyah, organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia, yang memiliki komitmen pada pencapaian kesejahteraan sosial, pendidikan, dakwah, dan kegiatan perekonomian.

Pendirian HIPSI tidak lepas dari upaya melanjutkan perjuangan para tokoh pendahulu NU. Terinspirasi dari para ulama terdahulu, Hipsi kemudian didirikan pada 3 Februari 2012 di Pesantren Al‐Yasini, Pasuruan, Jawa Timur.

Pendirian organisasi ini untuk menumbuhkan wirausaha di kalangan santri dan mengokohkan jejaring ekonomi antar warga nahdiyyin dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Tantangan ekonomi masa lalu tentu saja berbeda dengan masa kini yang lebih kompleks. Dapat disebutkan, tantangan terpenting saat ini adalah persaingan makin ketat dan terbuka sampai pada skala global, serta daya dukung sumber daya alam yang makin turun.

Di tengah “kegaduhan” ekonomi itu (walau terasa senyap), di situlah warga nahdliyin, khususnya para santri hidup. Maka, dalam skala mikro HIPSI ingin memberi peluang kepada para santri untuk secara bersama‐sama menyatukan potensi mengangkat harkat ekonominya sendiri.

Dengan demikian, para santri akan lebih siap melaksanakan tugas‐tugas kemasyarakatannya, sekaligus berkontribusi bagi tumbuh kembangnya ekonomi yang sehat

HIPSI telah membulatkan tekad untuk menumbuhkan klaster pengusaha kecil dan menengah baru yang benilai tambah, bersinergi dan bermartabat.

Dengan potensi 23 ribu pondok pesantren yang tergabung dalam Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU yang mendidik sekitar empat juta santri, dipastikan bangsa Indonesia bakal makmur jika seluruh santri tersebut berhasil diberdayakan menjadi wirausaha yang mandiri.

Klaster ini lahir dari proses tempaan HIPSI guna menjadi pengusaha matang dan tangguh. Pengusaha yang naik kelas dari pengusaha kecil menjadi menengah dan dari pengusaha lokal menjadi nasional dan pada akhirnya bisa go internasioal. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *