Habib Bugak Al-Asyi Disebut Bukan Ahlul Bait, Forum Keluarga: Menyesatkan Orang Aceh untuk Membenci Keturunan Nabi
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Pasca terbitnya artikel opini di Serambinews.com yang ditulis oleh Prof Alyasa’ Abubakar, seorang Dosen Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry, dengan judul “Baitul Asyi dan Jamaah Haji Aceh”, tulisan opini itu mendapat sanggahan keras dari Forum Keluarga Besar Habib Bugak.
Dalam artikel opini berkarakter seribu kata lebih itu, Prof Alyasa’ menyatakan bahwa asal usul Habib Bugak Al-Asyi bukanlah sosok keturunan habib atau yang memiliki hubungan nasab dengan Nabi Muhammad Saw.
Prof Alyasa’ mengatakan, Habib Bugak Al-Asyi merupakan nama dari seorang dermawan. Habib adalah namanya , sementara Bugak adalah nama bapaknya, sehingga namanya Habib bin Bugak.
Argumen Prof Alyasa’ ini ia yakini setelah meneliti akta ikrar wakaf yang ditulis pada tahun 1222 H (sekitar 1808 Miladiah, sebelum Aceh dijajah Belanda). Karena pada akta ikrar wakaf itu, tersebut nama Habib bin Bugak atau dalam bahasa Arabnya disebut Habib bin Buja’.
Dengan kata lain, Prof Alyasa’ meyakini bahwa Habib Bugak Al-Asyi bukanlah nama lain dari Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi seperti yang dikenal oleh masyarakat Aceh selama ini.
Ketua Forum Keluarga Besar Habib Bugak, Said Muhajir bin Mahmud Al-Habsyi menegaskan, polemik yang mempersoalkan asal usul Habib Bugak Al-Asyi bukan seorang habib atau sosok yang memiliki hubungan nasab dengan Nabi Muhammad Saw adalah kekeliruan yang sengaja dibuat-buat untuk memalsukan sejarah
Dan bukan kali ini saja, kata dia, soal wakaf Habib Bugak terdapat berbagai hal yang ingin menguasai wakaf tersebut dalam berbagai hal. Bahkan ada dari pemerintah pusat, termasuk Pemerintah Aceh. Namun otoritas Pemerintah Arab Saudi yang mengurusi wakaf, tidak memberi ruang selain seperti tertulis di naskah ikrar wakaf.
Said menjelaskan, sekarang ini ada sebuah Yayasan, yang namanya agak samar-samar hampir serupa dan ada dugaan menyusup ke pihak otoritas haji dan umrah di Aceh, juga terkesan dimanfaatkan oleh oknum pengurus Yayasan untuk mengarahkan hasil wakaf Habib Bugak yang diserahkan ke jamaah haji asal Aceh.
Dan ada kampanye hitam yang diduga berafiliasi dengan yayasan baru itu, mengatakan bahwa, bukan wakaf Habib Bugak, Baitul Asyi itu milik kerajaan semasa Sultan Iskandar Muda. Ini semakin jauh permainan dan penyesatannya.
“Baitul Wakaf Habib Bugak itu jelas wakaf dari Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi dan itulah nama lain si wakif di naskah ikrar wakaf. Habib adalah gelar. Bugak dan Al-Asyi adalah nama daerah asal, dan itu sudah hal biasa dan ma’ruf bagi santri tsanawiyah yang belajar ilmu nahwu, gramatika atau sintaksis dasar bahasa Arab,” ujar Said Muhajir, saat berkunjung ke Kantor Theacehpost.com, Banda Aceh, Rabu (5/6/2024) sore.
Sebagai contoh yang berlaku di Arab dan di Aceh, bahwa nama daerah dan nama marga jauh lebih dikenal, ada Imam Bajuri, sebuah desa bernama bajur di bagian utara Mesir. Padahal nama lengkap asli Ibrahim bin Muhammad Al Bajuri.
Begitu juga imam Bukhari berasal dari daerah Bukhara yang terletak daerah Transoxiana, sebuah daerah di Tajikistan-Turkmenistan. nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Ismail Al Bukhary tapi yang terkenal nama kampung, dan di manuskrip kitabnya juga nama kampung asal.
Begitu juga sejumlah nama habaib, seperti Teungku Chik di Anjung, nama asli Sayid Abu Bakar bin Hussein Bilfaqih. Juga ulama Aceh selalu ma’ruf dengan nama asal daerah, ada Abu Krueng Kalee, Abu Keuniree, Abu Paya Pasi dan sejumlah tokoh lainnya.
“Kembali Ke Habib Bugak, jadi itu nama gelar kehormatan untuk Abdurrahman karena memiliki hubungan nasab dengan Nabi Muhammad Saw, Habib itu bukan nama orang. Bugak juga adalah nama tempat, bukan nama orang,” jelas Said Muhajir.
Said Muhajir menambahkan, menurutnya alasan Habib Bugak Al-Asyi menuliskan namanya sebagai Habib bin Bugak atau dalam bahasa Arab disebut Habib bin Buja’ di akta ikrar wakaf karena Habib Bugak Al-Asyi ingin menyamarkan namanya ketika berbuat baik untuk umat. Keadaan itu berlaku juga di sejumlah manuskrip kitab ulama klasik, bahkan ada yang hanya menulis Al Faqir Ilallah.
“Orang shalih terdahulu sering menyamarkan namanya saat berbuat kebaikan. Habib Bugak Al-Asyi, tentu bagian yang mengikuti tradisi pendahulunya, tidak ingin jika namanya digunakan sebagai pena siwakif, dikhawatirkan keturunannya nanti akan mengambil alih tanah wakaf itu. Jadi, Habib Bugak murni ingin tanah wakaf itu digunakan untuk kepentingan jamaah haji dari Aceh,” jelasnya.
Said Muhajir menjelaskan, Habib Bugak Al-Asyi mewakafkan tanah wakaf tersebut untuk masyarakat Aceh yang ada di Kota Mekkah. Dalam ikrar wakaf itu tersebut bahwa wakaf ini diperuntukkan secara abadi kepada orang-orang Aceh yang bermukim, berhaji dan menuntut ilmu di tanah suci.
Jika tidak ada lagi orang Aceh yang bermukim, berhaji dan menuntut ilmu di tanah suci, maka tanah wakaf itu diperuntukkan kepada Asia Tenggara.
Apabila masyarakat Asia Tenggara tidak lagi bermukim, berhaji dan menuntut ilmu di tanah suci, maka tanah wakaf tersebut diperuntukkan untuk kepentingan Masjidil Haram.
“Ada bukti manuskripnya, ini bukan kami klaim tanpa dasar,” ungkapnya.
Baitul Wakaf Habib Bugak dan Yayasan Baitul Asyi
Ketua Forum Keluarga Besar Habib Bugak, Said Muhajir bin Mahmud Al-Habsyi menjelaskan, Habib Bugak Al-Asyi mewakafkan harta warisannya untuk membeli sebuah tanah di Kota Mekkah.
Di tanah wakaf tersebut sudah berdiri sebuah bangunan rumah yang diperuntukkan kepada masyarakat Aceh yang berhaji di tanah suci, sehingga dari dahulu nama Baitul Asyi (rumah orang Aceh) sudah melekat untuk Baitul Wakaf Habib Bugak.
Namun, kata dia, keadaan yang menjadi polemik sekarang saat Yayasan Wakaf Baitul Asyi diluncurkan di Aceh.
Pada awal pendirian, Yayasan Baitul Asyi tersebut dikatakan terinspirasi dari Baitul Wakaf Habib Bugak Al-Asyi di Kota Mekkah, namun saat ini Yayasan Baitul Asyi sudah mulai mengarahkan jamaah haji yang bersumber dari hasil wakaf Habib Bugak di tanah suci.
“Kalau dulu bagi jamaah haji asal Aceh yang mau mengambil uang wakaf dari Baitul Wakaf Habib Bugak hanya dibagi satu kartu, sekarang sudah diselipkan kartu lainnya dari Yayasan Baitul Asyi. Nanti kalau infaq atau wakaf, digiring untuk ikut jejak Habib Bugak, wakafnya boleh disalurkan ke Yayasan Baitul Asyi yang belum jelas itu,” ungkapnya.
“Ini mendapat banyak protes di tengah-tengah keluarga besar Habib Bugak, karena mereka (Yayasan Baitul Asyi) bukan siapa-siapa, yayasan itu berdiri pada tahun 2022, istilahnya mereka mau numpang tenar dan membuat semacam sabotase dari wakaf Habib Bugak,” tambahnya.
Said Muhajir mengatakan, adanya Yayasan Baitul Asyi yang menganjurkan, mengarahkan wakaf Baitul Wakaf Habib Bugak secara perlahan bisa menggerogoti eksistensi dari kisah kedermawanan Habib Bugak Al-Asyi atau masyarakat bingung, mana Baitul Asyi yang sebenarnya.
Apalagi, kata dia, adanya narasi opini di media massa yang memframing bahwa Habib Bugak Al-Asyi bukan sosok yang memiliki hubungan nasab dengan Nabi Muhammad Saw merupakan tindakan dari oknum-oknum tertentu yang ingin menyesatkan masyarakat Aceh dari kecintaannya kepada ahlul bait Nabi Muhammad Saw.
“Tentunya jelas tindakan yang sangat tidak tepat sekali karena bisa menyesatkan masyarakat Aceh untuk membenci keturunan Nabi Muhammad Saw,” tuturnya. (Akhyar)