Generasi Muda Aceh Pasca Tragedi 26 Desember 2004

Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, UIN Ar-Raniry, T Riswana.

Oleh: T Riswana

banner 72x960

PAGI itu, tanggal 26 Desember 2004 adalah hari bersejarah yang tak kan pernah terlupakan oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya penghuni bumi ‘Teuku Umar’. Bencana alam yang sangat luar biasa datang menerpa Aceh.

Gempa, yang akhirnya menyebabkan gelombang air laut yang sangat besar naik menghantam daratan daerah Serambi Mekkah, ribuan orang kehilangan keluarganya ditelan tsunami, ribuan orang mencari tempat perlindungan diri untuk menyelamatkan nyawa masing-masing.

Sungguh tragis kejadian ketika itu, tidak ada yang menyangka bahwa kejadian itu akan menelan banyak korban, mulai dari anak-anak, pemuda-pemudi, sampai kalangan tua.

Isu tsunami di Aceh pun menyebar keseluruh daerah di Indonesia maupun keseluruh dunia. Bantuan terus berdatangan untuk Aceh, bergotong-royong untuk memberi semangat kepada keluarga yang terkena musibah, baik itu tempat tinggal, logistik dan pakaian-pakaian layar pakai.

Organisasi internasional terus berdatangan untuk melihat keadaan dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk seluruh masyarakat yang dilanda musibah. Hal yang paling tersirat dari sisi kacamata penulis adalah semangat para volunter untuk mereda rasa khawatir kepada anak-anak dan remaja yang kehilangan orang tuanya, kehilangan saudara kandungnya bahkan memberikan semangat kepada mereka yang sudah kehilangan semua anggota keluarganya.

Hari ini, mereka sudah tumbuh dewasa. Sekarang mereka sudah bisa membuka mata dan pikiran mereka untuk kemajuan bangsa dan negara, saat ini mereka tidak mau berbicara tentang benar atau salahnya. Mereka hanya memikirkan bagaimana menghadirkan solusi terhadap permasalahan dalam negeri, karena mereka tahu fitrahnya sebagai generasi muda adalah bermanfaat untuk sesama.

Sangat banyak ilmu yang didapatkan pada masa itu, salah satu contohnya, mereka melihat berapa banyak orang yang hadir untuk Aceh dalam menempatkan diri mereka (volunter) untuk pembangunan mental anak Aceh.

Berbagai kolaborasi dan partisipasi para agent af change pada masanya jelas dilihat oleh anak-anak Aceh. Sekarang pemuda Aceh ingin mengimplementasikan apa yang mereka lihat dengan mata dan kepala untuk misi kebaikan.

Saat ini memanglah Aceh sudah bangkit dari tragedi itu, tampak jelas dari rumah-rumah yang megah sudah berdiri kembali dan masyarakat Aceh sudah mulai tersenyum lagi. Banyak pelajaran yang didapatkan dalam tragedi pada 16 tahun silam itu, sehingga hari ini perlahan demi perlahan Aceh sedang memperlihatkan jiwa dan raganya.

Aceh yang sedang berkembang terus merealisasikan dengan visi-misi Aceh Hebat dan Bersyariat. Generasi muda terus menjalankan aksinya sebagai agent of change, salah satunya mereka yang hari ini duduk di bangku kuliah dengan mengkaji ilmu-ilmu pengetahuan dan memanfaatkan pendidikannya untuk kemajuan daerah tercinta pasca dilanda tragedi 26 desember 2004.

Generasi muda saat ini mengetahui bahwa tugas mereka bukan menihilkan yang lainnya. Tugas mereka adalah berkolaborasi dan bersinergi membangun negeri.

Pemuda memiliki tanggung jawab moral kepada kepada negara, ia bisa disebut sebagai social control, karena pemuda dituntut untuk jeli melihat masalah-masalah sosial yang ada dalam lingkungannya dan menghadirkan argumentasi yang tepat sampai dengan aksi yang nyata.

Pemuda bukan hanya cerdas dalam menyusun citra bahasa, tapi ia harus menerapkan citra bahasanya dengan kerja nyata yang berguna bagi sesama. Peran pemuda sangat dibutuhkan dalam bangsa ini, semangat revolusioner harus terus ditumbuhkan dalam jati diri seorang pemuda.

Mungkin dari semua kalangan berharap bahwa generasi muda saat ini adalah generasi yang bisa memajukan negeri dengan pendalaman knowlage kepemimpinan dan belajar menciptakan terobosan-terobosan baru untuk Aceh yang akan datang.

*Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, UIN Ar-Raniry.

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *