Gaki Bak Langai Mata u Pasai

Jika kita anak petani atau lahir dan besar di kampung pasti tahu langai. Sebuah alat bajak sawah yang ditarik oleh kerbau atau lembu dan dikendalikan dari arah belakang oleh manusia.

banner 72x960

Hari-hari ini ketika teknologi pertanian semakin berkembang, petani sawah sudah jarang menggunakan langai  untuk menggemburkan tanah. Fungsi langai  telah digantikan dengan pembajak mesin lainnya. Dan bisa jadi kebanyakan anak-anak di kampung hari ini, lebih-lebih ke depan, tidak kenal lagi akan alat pertanian ini.

Terkait langai ada pesan kehidupan yang sangat arif dari orang tua Aceh kepada anak-anaknya.

“Gaki bak langai mata u pasai”, begitu pesan itu.

Pesan pencerahan dari tetua Aceh itu berlaku universal. Lintas waktu serta tempat.

Artinya sekalipun kita tidak lagi menjadi petani dan tidak tinggal di kampung fatsoen ini dapat dikonversikan ke dalam berbagai dimensi waktu dan tempat lainnya di mana saat ini kita berada. Termasuk di kota dengan aktifitas kita bukan petani.

Quotes di atas adalah cara orang tua kita tempo dulu mengajarkan sekaligus melatih kita bahwa dalam hidup ini harus cekatan. Di sekeliling kehidupan kita selalu ada peluang atau mementum. Lazimnya sebuah momentum itu jarang berulang kecuali dalam beberapa kasus yang jarang terjadi. Kita boleh saja berada di suatu tempat dengan aktifitas tertentu. Tetapi mata dan pikiran kita harus mampu mendeteksi berbagai peluang yang ada dalam rangka menyambung hidup atau mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Badan kita dengan langai dan kerbau boleh saja berada di sawah. Tetapi mata dan pikiran kita tidak boleh terbenam dalam lumpur sawah.

Mata dan pikiran kita harus mampu mengakses berbagai peluang yang ada di luar areal sawah. Termasuk – sebagai petani misalnya – kita mendapat informasi pertama peluang dan dinamika pasar  (pasai)  dalam rangka mendukung berbagai ikhtiar yang sedang dan akan kita lakukan sebagai petani.

Bisa-bisa dengan pola gaki bak langai mata u pasai seorang petani dapat peluang melakukan migrasi dari profesi tani ke profesi lainnya. Atau berkesempatan meningkatkan kapasitas bertaninya itu menjadi lebih baik dan menajanjikan.

Prinsip utama yang tidak boleh dikhianati dalam pola gaki bak langai mata u pasai  adalah fokus atau konsentrasi. Sebagai pekerja profesional, mata kita ke pasai tidak menjadi penyebab kita kehilangan fokus pada langai. Langai  tetap akan menggemburkan tanah sawah kita dengan sebaik-baiknya, dan di saat bersamaan mata dan pikiran kita terus bereksplorasi mencari berbagai peluang lain yang lebih baik.

Artinya, membajak dengan langai untuk sementara adalah profesi utama kita yang akan kita jalankan sepenuh hati dan sepenuh waktu, dengan penuh tanggung jawab dan penuh profesionalitas. Profesi yang telah ada itu kita syukuri dan di saat bersamaan kita cari karunia lainnya yang lebih baik dan maksimal lagi.

Sengaja ini saya sampaikan sebagai penegasan agar tidak salah paham terhadap ajaran orang tua Aceh gaki bak langai mata u pasai. Pesan arif ini bukan mengajarkan atau menggambarkan kepribadian yang terbelah dalam bekerja. Hilangnya kesatuan organik dengan pikiran. Kesatuan pikiran dan gerak tubuh dalam bekerja tetap merupakan satu kesatuan sebagai wujud sebuah nkinerja yang totalitas, tetapi disaat sebuah pikiran konsentrasi pada sebuah profesi, disaat yang sama potensi pikiran kita yang ada dengan dibantu mata mampu secara cepat membaca peluang lain yang ada dan lebih baik.

Tidak semua orang mampu membaca peluang dan momentum yang ada. Celakanya – sekali lagi – momentum itu jarang berulang. Ibarat kata Khairil Anwar: Sekali berarti setelah itu mati.

Hari-hari yang lalu adalah pengalaman kita melihat secara kasat mata betapa sejumlah orang dengan penuh talenta dan ketajaman nalurinya menghitung peluang kemudian dia sukses memenangi momentum. Di saat bersamaan kita juga melihat sejumlah orang menjadi pecundang karena salah menghitung peluang atau tidak maksimal memanfaatkan peluang yang ada.

Dalam momentum politik banyak yang tidak mampu menghitung peluang kemudian dia gagal memanfaatkan peluang.

Misalnya, pada momentum pemilihan Ketua Sentral Informasi Rakyat Aceh (SIRA) dalam forum Kongres Mahasiswa dan Pemuda Aceh Serantau (KOMPAS) pada awal tahun 1999. Dalam pemilihan itu, kabarnya, banyak calon yang menolak dan tidak bersedia. Alasannya manusia. Resikonya jiwa raga. Tapi ketika itu, Muhammad Nazar, yang sebelumnya tidak dinominasi bersedia dan terpilih menjadi Ketua SIRA.

Kalau sosok lain mempertimbangkan resiko, maka memilih tidak bersedia. Maka berbeda dengan Muhammad Nazar. Nazar tahun resiko. Tapi dia pantai menghitung peluang. Setiap resiko pasti berbanding lurus dengan manfaat. Semakin besar resiko, dan resiko itu dapat dilalui, maka peluang manfaat yang besar akan segera hadir dengan mudah.

Maka Nazar pun bersedia. Proses  sosial politik kemudian terus berlangsung dengan penuh dinamika dan pada akhirnya Nazar pun terpilih jadi Wagub. Sesuatu yang tidak diperhitungkan peserta KOMPAS lainnya pada waktu itu. Jika peluang ini mampu dibaca dengan akurat, maka pasti banyak yang berebut jadi Ketua SIRA sekalipun di tengah berbagai ancaman.

Apa yang dapat kita ambil pelajaran dari cara dan kemampuan Nazar membaca dan menghitung peluang?.

Pelajarannya sederhana. Bahwa jalan memenangkan momentum tidak selalu jalan aspal mulus atau karpet merah yang penuh wewangian serta tepuk tangan. Tetapi juga jalan sepi penuh onak duri serta caci maki.

Ketika Nazar dulu memutuskan memimpin SIRA kemudian berujung penangkapan dan penahanan, banyak pihak yang mencacinya sebagai sebuah tindakan salah jalan. Tapi segenap cacian itu segera berubah puja puji ketika dia memenangkan Pilkada dan dilantik menjadi Wagub Aceh.

Dalam konteks gaki bak langai mata u pasai, maka peluang yang ada itu tidak hanya ditelisik pada objek yang indah di mata, tetapi juga perlu penerawangan lebih mendalam dengan menggunakan instrumen hati, pikiran dan rasa untuk mendeteksi peluang yang tersembunyi.

Pesan gaki bak langai mata u pasai juga perlu diperhatikan oleh adinda-adinda yang sedang jatuh cinta di jalur politik. Kita ucapkan selamat kepada Adinda yang telah memenangkan momentumpolitik sehingga saat ini sedang merwata momentum yang telah dimenangkannya itu.

Sebaliknya para Adinda yang belum berhasil memenangkan peluang yang ada, sehingga masih berprofesi sebagai politisi tanpa panggung, kita harapkan tetap bersabar dan secara bersamaan terus mengasah ketajaman mata melihat dan membaca setiap peluang yang ada. Gaki bak langai mata tetap u pasai.

Lalu bagaimana cara membaca dan mengukur peluang?. Sederhana saja. Hitung kemampuan diri lalu buat kalkulasi. Jangan pernah memaksa diri dalam setiap momentum. Karena, di samping semua itu adalah qadarullah,  juga ada rumus baku: Setiap orang ada waktunya dan setiap waktu ada orangnya.

Lalu selanjutnya tinggal memilih opsi. Menjadi pemain utama atau cadangan. Namanya pemain utama pasti membutuhkan modal yang banyak plus energi yang tidak sedikit. Sedangkan menjadi pemain cadangan, atau bahkan sebagai penyangga pemain utama, tidak dibutuhkan modal besar. Cuma pikiran, kerja keras dan sedikit kemampuan olah.

Ini penting menjadi perhatian. Karena gagal berkali-kali dalam politik akan menghadirkan image tidak baik. Maka lebih baik menahan diri jika melihat peluang kecil, selanjutnya ketika peluang besar terbuka, maka dengan energi maksimal dan dengan sekali tarikan nafas momentum itu kita menangkan dengan apik.

Gaki bak langai mata u pasai  atau kemampuan membaca dan memanfaatkan  momentum itu tidak akan pernah ada pada Adinda yang suka baper dan hatinya selalu penuh amuk amarah serta tidak mampu mengendalikan diri. Sekali marah sekali itu juga sebuah momentum itu hilang. Dan itu tidak dapat diredesain ulang.

Hidup ini berproses. Tidak instan. Ibarat kuah beulangong, secara berurut kita mungkin seperti posisi on teumeruih, boh panah, dan daging.

Memang tidak enak jadi on teumeuruih, ketika orang mengunyahnya tanpa sengaja dia pun segera membuangnya. Tapi dalam proses hidup ini kita yang ingin menapaki sukses sering harus melewati proses jadi on teumeruih. Itulahjalan sepi penuh onak duri yang kita singgung di atas.

Tapi ingat, Adinda yang hebat bukanlah Adinda yang sepanjang karirnya menjadi on teumeuruih. Menjadi on teumeuruih  hanya menjadi titik transit sejenak. Hanya untuk memperkaya pengalaman dan mengasah kesadaran diri. Dia harus punya target waktu berapa lama di posisi on teumeuruih dan kapan bermigrasi dari posisi itu ke posisi yang lebih baik lagi.

Seseorang yang sukses tanpa menjadi on teumeuruih, maka kesuksesannya itu akan menyebabkan dia menjadi sosok merasa tahu, tapi tanpa tahu merasa.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *