FSPMI: Dampak UU Ciptaker Mulai Dirasakan Buruh Aceh
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Massa dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh dan Aliansi Buruh Aceh menggelar aksi di DPRA dan dinas terkait, Senin 7 Februari 2022. Aksi ini bertepatan dengan peringatan 23 tahun berdirinya FSPMI yang jatuh saban 6 Februari.
Dalam kesempatan itu, pihaknya secara tegas menentang setiap kebijakan yang mengabaikan kesejahteraan dan kehidupan buruh, baik lokal maupun nasional.
Ketua DPW FSPMI Aceh, Habibi Inseun dalam keterangannya kepada media, Senin mengungkapkan, pihaknya hingga saat ini terus melakukan pengawalan terhadap kebijakan yang tidak pro buruh.
“Berbagai isu ketenagakerjaan, baik yang bersifat lokal maupun nasional terus disuarakan karena dampak negatifnya yang mulai dirasakan oleh pekerja buruh di Aceh,” ujarnya.
Untuk isu utamanya, FSPMI masih terus menyuarakan penolakannya terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Aturan itu telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan tanggal 25 November 2021.
“Namun putusan MK itu tidak juga digubris oleh pemerintah, di mana kebijakan tersebut secara nyata telah membawa malapetaka yang dahsyat bagi pekerja/buruh di Aceh dan di seluruh Indonesia,” sesalnya.
Bahkan, menurutnya Omnibus Law juga berpengaruh besar terhadap Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tentang ketenagakerjaan, “di mana telah terjadi kemandulan dalam hal perlindungan ketenagakerjaan di Aceh,” sambung Habibi.
UU Ciptaker dianggapnya juga berdampak pada upah pekerja di Aceh, di mana UMP Aceh tahun 2022 hanya naik Rp1.429 dari tahun sebelumnya.
“Ini merupakan ‘tsunami’ bagi pekerja di Aceh, padahal buruh saat ini sangat berharap adanya penyesuaian upah sesuai dengan harga-harga kebutuhan pokok di lapangan,” kata Habibi.
Untuk itu, dalam poin-poin tuntutannya, massa mendesak Pemerintah Aceh segera merevisi penetapan UMP dan UMK tahun 2022. Mereka juga meminta Qanun Ketenagakerjaan segera direvisi, sebagai bukti bahwa Pemerintah Aceh peduli pada hak otonomi dalam kebijakan ketenagakerjaan.
“Kami juga meminta pemerintah di provinsi maupun kabupaten/kota aktif dalam menyelesaikan berbagai kasus ketenagakerjaan di seluruh Aceh,” pungkasnya. []