FOTO: Limbah Medis Kala Pandemi
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Salah satu persoalan di tengah pandemi Covid-19 adalah limbah infeksius; yaitu jenis limbah yang terkontaminasi organisme pathogen dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati mengatakan pandemi Covid-19 telah menyebabkan kenaikan volume limbah medis sekitar 30-50 persen dan total limbah infeksius corona sampai 15 Oktober 2020 mencapai 1.662,75 ton.
KLHK telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri LHK tentang Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Covid-19 sejak awal kasus ditemukan di Indonesia pada Maret 2020.
Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 KLHK, Sinta Saptarina mengatakan ada beberapa masalah dalam pengelolaan limbah medis dampak Covid-19, di antaranya, masih banyak rumag sakit (RS) yang memiliki insinerator namun tidak memiliki izin.
Lalu, banyak pula RS yang izin insineratornya (alat pembakar sampah) masih berproses, namun tidak sedikit RS yang memang tidak memiliki fasilitas tersebut.
Dampak limbah infeksius bisa lebih berbahaya di Indonesia karena tak banyak sistem pengolahan limbah medis yang baik dan berizin.
Jika pun ada, pengolahan dengan insinerator bisa menghasilkan polutan berbahaya. Dalam skala nasional, jumlah rumah sakit dengan insinerator berizin di Indonesia hanya 113 izin.
Dengan adanya peningkatan hingga 30% limbah B3 medis di masa pandemi, pemerintah merencanakan menambah fasilitas pengelolaan limbah medis yang sejauh ini masih berpusat di Pulau Jawa.
Namun terlepas dari berbagai persoalan di atas, menjaga lingkungan tetap bersih merupakan tugas kita bersama. Pandemi masih jauh dari selesai.
Selain memantau pelaksanaan peraturan pemerintah, masyarakat harus menjamin untuk menjaga limbah infeksiusnya masing-masing serta menjangkau para kolega untuk mendorong kepatuhan pada protokol kesehatan dan melindungi lingkungan.






