Theacehpost.com | ACEH BESAR – Luas Kabupaten Aceh Besar mencapai 2.974,12 km2 yang terdiri dari 23 Kecamatan. Dari 604 desa di dalamnya 87 di antaranya berada di kawasan pesisir. Memiliki panjang total garis pantai 344 km, Kabupaten Aceh Besar merupakan daerah yang potensial untuk perkembangan usaha pembuatan garam.
Salah satu sentra produksi garam di Aceh Besar berada di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam. Industri Garam Desa Lam Ujong, Aceh Besar, merupakan bagian dari industri mikro yang saat ini digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar untuk membuka lapangan kerja dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Di lahan seluas 4 hektare, 22 petani garam bekerja setiap hari memproduksi sekitar 400 kilogram garam per harinya.
Untuk jumlah produksi garam di seluruh Aceh tercatat sebanyak 6 ribu ton per tahun. Sedangkan estimasi kebutuhan garam konsumsi rumah tangga dan industri, menurut Disperindag Aceh, mencapai sekitar 46 ribu ton.
Sebagai komoditas strategis, produksi garam di Indonesia masih sangat tergantung kepada cuaca. Curah hujan yang tinggi dapat menghambat produksi yang berakibat pada menurunnya volume produksi. Minimnya penerapan teknologi merupakan salah satu faktor Indonesia masih bergantung dengan garam impor.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), selama Agustus 2020, Indonesia telah melakukan impor garam sebanyak 279.701 ton yang setara nilai nilai 10,21 juta dolar AS, naik tajam hingga 102,47 persen month to month dari Juli 2020 yang ‘hanya’ 143.546 ton senilai 5 juta dolar AS.
Presiden Joko Widodo telah memutuskan agar Indonesia tetap melakukan impor garam untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Kebutuhan garam nasional pada 2020 diperkirakan sebesar 4,4 juta ton, terdiri atas kebutuhan industri sebesar 3,74 juta ton, rumah tangga 321 ribu ton, dan lainnya sebesar 398 ribu ton. Sedangkan produksi garam nasional pada 2020 diperkirakan hanya sebesar 2,5 juta ton, sehingga belum mampu mencukupi kebutuhan garam di dalam negeri.
Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Agus Suparmanto mengungkapkan, “Rendahnya produktivitas garam di dalam negeri disebabkan produksi garam yang rentan terganggu cuaca, lahan pergaraman yang tidak luas dan tidak terintegrasi, serta sistem pemanenan garam yang sederhana. Selain membuat jumlah produksi yang rendah, hal ini juga berdampak pada kualitas garam yang tidak seragam,” paparnya.