Fenomena Ramai Tak Salat Lima Waktu, Antara Hukuman dan Pendidikan
THEACEHPOST.COM – Salat adalah kewajiban fundamental bagi setiap muslim yang telah dewasa dan berakal. Namun meninggalkan salat tanpa alasan yang sah adalah pelanggaran serius dalam Islam, dan beberapa negara memberlakukan hukuman berat untuk pelanggaran ini.
Tulisan ini mengeksplorasi pandangan ketat terhadap salat dan bagaimana hukum dan edukasi dapat memainkan peran penting dalam menjaga praktik ibadah ini di masyarakat.
Di beberapa negara Muslim, meninggalkan salat lima waktu tanpa alasan yang sah dapat mengakibatkan hukuman berat. Misalnya di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, pelanggaran ini dapat dikenai denda besar, penjara atau bahkan deportasi bagi non-warga negara.
Negara-negara ini sangat ketat dalam menegakkan hukum syariat, termasuk kewajiban salat, sebagai bagian dari identitas agama dan budaya mereka. Demikian yang penulis lihat di Arab dan juga laporan anak Aceh yang menjadi imam di masjid-mesjid di Dubai.
Di Uni Emirat Arab, setiap pelanggaran minimal dikenakan sanksi berupa denda, termasuk orang berfatwa sembarangan dikenakan denda minimal 50 ribu dirham.
Aceh sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam secara resmi telah membuat qanun jinayah dan acara jinayah untuk menegakkan hukum Islam.
Juga Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah salah satu peraturan yang diterapkan di Aceh untuk memastikan bahwa semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk keuangan, sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Namun pertanyaannya adalah bagaimana dengan hukuman bagi mereka yang meninggalkan salat? Jika Aceh ingin benar-benar menjadi “Serambi Mekkah,” maka pendekatan yang ketat seperti di Arab Saudi atau Uni Emirat Arab dalam menjaga warganya agar tetap menjalankan salat lima waktu perlu dipertimbangkan.
Ini bukan hanya tentang memberlakukan larangan, tetapi juga tentang mengedukasi masyarakat agar memahami pentingnya salat dan konsekuensi dari meninggalkannya.
Salat adalah salah satu dari lima rukun Islam, yang merupakan kewajiban mutlak bagi setiap muslim. Ini adalah bentuk ibadah yang paling dasar dan esensial, menunjukkan kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (Al-Baqarah 2:43). Salat adalah penanda keimanan dan kedisiplinan spiritual seorang muslim.
Dalam pandangan beberapa ulama, meninggalkan salat dengan sengaja tanpa alasan yang sah adalah dosa besar yang dapat membawa hukuman berat. Sebagian besar ulama sepakat bahwa mereka yang meninggalkan salat karena malas atau meremehkannya, sementara masih meyakini kewajibannya, adalah muslim yang berdosa besar.
Namun jika seseorang meninggalkan salat dan mengingkari kewajibannya, maka dia dianggap murtad dari Islam. Di beberapa negara dengan hukum syariat yang ketat, seperti Arab Saudi, meninggalkan salat dapat mengakibatkan denda, penjara, atau hukuman fisik.
Misalnya hukuman denda bisa mencapai ribuan riyal, dan hukuman penjara bisa berlangsung hingga beberapa bulan. Dalam kasus yang ketat, seseorang bisa dikenai hukuman mati jika menolak mengakui kewajiban salat setelah diingatkan dan diberi kesempatan untuk bertaubat.
Mungkinkah Aceh jadi contoh implementasi hukuman bagi meninggalkan salat, sebagaimana uji coba sejumlah aturan di Indonesia, termasuk isi BBM berbarcode
Aceh sebagai wilayah yang menerapkan syariat Islam memiliki potensi untuk menegakkan hukuman bagi mereka yang meninggalkan salat.
Dalam upaya untuk menjadi “Serambi Mekkah,” Aceh perlu mempertimbangkan untuk menerapkan pendekatan yang lebih ketat dalam menegakkan kewajiban salat. Ini bisa termasuk pemberian hukuman fisik atau denda bagi mereka yang meninggalkan salat tanpa alasan yang sah.
Namun penegakan hukum itu tentunya setelah adanya sosialisasi yang mumpuni. Karena sangat penting mengedukasi masyarakat tentang pentingnya salat dan konsekuensi spiritual dari meninggalkannya.
Program-program edukasi agama perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa setiap individu memahami kewajiban salat dan memiliki motivasi internal untuk melaksanakannya. “Agar bek payah paroh dan ta subok tip wate sembahyang”
Untuk memastikan bahwa salat tidak terabaikan, pendekatan yang holistik diperlukan. Ini melibatkan penegakan hukum yang ketat sekaligus edukasi yang mendalam. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
1. Penegakan hukum yang ketat. Pemerintah Aceh dapat menerapkan hukuman yang lebih ketat bagi mereka yang meninggalkan salat, mirip dengan yang diterapkan di Arab Saudi atau Uni Emirat Arab. Hukuman ini dapat berupa denda, penjara, atau bentuk hukuman fisik lainnya yang sesuai dengan syariat Islam.
2. Program edukasi agama. Selain hukuman, program edukasi agama yang komprehensif harus diterapkan. Ini termasuk pendidikan formal di sekolah-sekolah, program dakwah di masjid-masjid, dan kampanye kesadaran di masyarakat tentang pentingnya salat.
3. Pelatihan bagi da’i. Para pemuka agama perlu dilatih untuk menyampaikan pesan agama secara efektif. Mereka harus diberikan alat dan sumber daya untuk membantu mereka dalam memberikan pendidikan agama yang relevan dan menarik bagi masyarakat.
4. Penggunaan teknologi. Teknologi dapat digunakan untuk mendukung upaya edukasi. Aplikasi mobile, media sosial, dan platform online lainnya dapat digunakan untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya salat dan memberikan pengingat waktu salat.
5. Dukungan dari pemerintah. Pemerintah perlu mendukung inisiatif ini dengan menyediakan dana dan sumber daya yang diperlukan untuk program edukasi dan penegakan hukum. Ini termasuk memberikan pelatihan bagi petugas penegak hukum dan menyediakan infrastruktur yang diperlukan.
Simpul kata, Peran Aceh sebagai “Serambi Mekkah,” Aceh memiliki tanggung jawab besar untuk menegakkan syariat Islam dan memastikan bahwa kewajiban agama, seperti salat, dilaksanakan dengan baik.
Menerapkan hukuman yang ketat bagi mereka yang meninggalkan salat adalah langkah penting, tetapi itu harus disertai dengan upaya edukasi yang kuat. Dengan kombinasi ini, Aceh dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menjaga praktik agama dan memastikan bahwa salat tetap menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari setiap Muslim.
Dengan demikian, Aceh dapat benar-benar mewujudkan visinya sebagai “Serambi Mekkah,” bukan hanya dalam nama tetapi dalam praktik nyata kehidupan beragama. Ini akan menciptakan masyarakat yang lebih disiplin, taat beragama, dan harmonis, yang pada akhirnya akan mendapatkan keberkahan langit, dari Tuhan Semesta Alam bagi seluruh wilayah Aceh tidak miskin dan sengsara lagi. Amin ya rabbal alamin.
Penulis: Abi H Mustafa Thaib Peurupok SH SAg
Pimpinan Dayah Al Azhar, Gampong Peureupok, Syamtalira Aron, Aceh Utara
Baca artikel The Aceh Post lainnya di Google News