Empat Strategi Melawan Gerakan Kristenisasi di Aceh

Gerakan Kristenisasi di Aceh akhir-akhir ini sepertinya semakin marak. Menggunakan berbagai metode dan sarana. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa ini adalah gerakan yang terkordinir dan sistematis.

banner 72x960

Ketika beberapa hari lalu kita menemukan aplikasi “Kitab Suci Aceh” di Play store yang memuat kitab suci agama Kristen, sehingga rentan menjebak generasi muda kita yang tak mungkin dipisahkan dengam teknologi, itu artinya bahwa saat ini gerakan kristenisasi betul-betul sedang berlangsung secara sistematis dan mencoba menargetkan “generasi emas” Aceh.

Kita juga masih ingat seorang putra Aceh alumni sebuah pesantren terpadu di Lhokseumawe yang kemudian menjadi pendeta di Jawa. Bagaimana bisa seorang yg pernah di pesantren tapi kemudian keluar dari Islam?

Iti artinya kita sebagai bangsa Aceh gagal mengisi ruang-ruang kosong bagi anak muda kita yang kemudian ruang ini diisi orang lain. Seandainya di pesantren dia betul-betul telah diajarkan sejak awal pelajaran Kristologi misalnya, tentu dia tidak akan mengganti aqidahnya.

Juga kasus-kasus lainnya. Dan terbaru seorang rentenir yang membawa lari seorang perempuan Aceh yg dikristenkan rentenir dari Medan.

Itu artinya di jalur bisnis riba “pinjam uang” mereka juga masuk untuk misi Kristenisasi.

Jangan anggap ini remeh. Alquran mewanti-wanti kita untuk mempertahankan iman dan Islam hingga akhir hayat. Allah Swt berfirman: “Janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam”.

Sebab, hanya Islam jalan menuju keselamatan. Jangan pernah ragu, bahwa kita sbg pribadi perlu mati dalam keadaan islam.

Begitu juga kita sebagai bangsa yang telah menjadikan Islam sebagai agama kita berabad-abad lamanya.

Semua harus bergerak melawan gerakan kristenisasi ini. Jangan sampai sudah ada keluarga atau saudara sendiri yang menjadi korban baru kemudian kita menyesal.

Untuk tujuan ini, saya berfikir setidaknya empat gerakan yang perlu dilakukan:

Pertama, melawan gerakan kristenisasi melalui lembaga pendidikan. Dayah dan institusi pendidikan lainnya harus membuat lebih intens kajian Kristologi. Sudah banyak buku-buku kajian Kristologi yang ditulis oleh para da’i muslim dan sudah seharusnya dibaca.

Santri, alumni dayah, dosen, dan siapapun muslim yang tinggal di Aceh harus mampu membantah semua argumentasi para missionaris. Bahkan dari sumber mereka sendiri. Para da’i harus betul-betul memahami dan mampu menjelaskan kepada masyarakat pentingnya kita mempertahankan aqidah Islam dan rusaknya keyakinan yang menganggap Tuhan memiliki istri dan anak. Sehingga aqidah masyarakat kita tak akan pernah goyah. Tentu tidak sulit InsyaAllah.

Kedua, pemerintah dan semua lapisan masyarakat harus membentengi gampongnya dari setiap praktek riba rentenir. Bukan saja krn riba adalah sesuatu yang haram dan bertentangan dengan Syariat Islam di Aceh, bahkan kita terkejut bahwa ternyata dari situ juga ada misi kristenisasi.

Bantu ekonomi masyarakat lemah sehingga tidak terjebak minjam uang dari rentenir. Para hartawan juga perlu berperan.

Ketiga, dakwah Islam harus memasuki setiap hati muslim yang hidup di Aceh. Dakwah Islam harus masuk ke setiap rumah dan didengar oleh setiap muslim.

Memanfaatkan seluruh sarana manual dan modern hingga seluruh platform media sosial harus digunakan secara massif sehingga masyarakat kita semakin kokoh aqidah.

Jadi, tidak boleh ada siapa saja muslim yang tinggal di Aceh yang tidak tersentuh dengan dakwah Islam yang lurus.

Empat, aparat hukum harus bekerja menangani setiap indikasi yang mengarah kepada kristenisasi. Keistimewaan Aceh sebagai provinsi yang memberlakukan Syariat Islam harus kita jaga karena harganya sangat mahal.

Keistimewaan itu bukan barang yang jatuh dari langit. Endatu kita telah berjuang keras meraihnya.


Penulis :
Teuku Zulkhairi
Ketua 1 Rabithah Thaliban Aceh (RTA)

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *