Duta Siswa: Model Pendidikan Karakter di Madrasah Ibtidaiyah
Oleh: Rifki Ismail, S.Ag
Program Duta Siswa merupakan salah satu model pendidikan karakter bagi siswa yang diterapkan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 28 Aceh Besar. Secara legitimasi, Duta Siswa adalah bagian dari Organisasi Siswa Madrasah (OSIM) di MIN 28 Aceh Besar yang berperan sebagai pelopor dan penggerak di bidang sosial, pendidikan, dan pelestarian lingkungan hidup.
Duta Siswa sangat ideal sebagai inspirasi dan model kebaikan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Sederhananya, duta siswa dapat dimaknai sebagai organisasi tingkat anak-anak sebagai kegiatan pengabdian dan pembelajaran guna terlibat diberbagai kegiatan sekolah sesuai visi dan misi madrasah.
Selanjutnya, Duta Siswa lebih populer disebut sebagai Agam dan Inong Duta MIN 28 Aceh Besar setelah dicetuskan oleh koordinator kesiswaan, dan koordinasi bersama kepala madrasah serta dewan guru. Duta Siswa juga bisa disebut sebagai ajang pemilihan siswa teladan yang memiliki keterampilan dan prestasi khusus sesuai dengan karakteristik kelayakan.
Adapun indikator ini merupakan kebijakan panitia seleksi yang dibentuk oleh kalangan guru di madrasah. Kategori siswa berprestasi di kalangan agam dan inong duta berbeda dengan prestasi di kelas. Namun, antara keduanya memiliki keterkaitan, yakni sama-sama mendorong siswa agar lebih rajin, cerdas dan aktif tanpa bermalas-malasan.
Bermula di bulan Juli 2019 silam, setelah melewati tahapan seleksi yang meliputi penilaian membaca Al-Qur’an, kemampuan berbicara dan wawancara; maka terpilihlah 4 (Empat) Duta Siswa terbaik dari 54 (Lima Puluh empat siswa) yang mengikuti seleksi. Mereka adalah dua agam duta dan dua inong duta yang dikukuhkan secara resmi oleh ketua Komite MIN 28 Aceh Besar, H. Khalid Wardana,M.Si dan kepala Madrasah, Mujiana S.Pdi. Pengukuhan itu digelar di hadapan seluruh siswa dan dewan guru madrasah.
Tujuan dilaksanakannya duta siswa madrasah adalah agar bisa menjadi motivasi dan contoh bagi seluruh siswa lainnya. Selain tergolong siswa berprestasi, para agam duta dan inong duta juga dibekali dengan berbagai ilmu dan pembelajaran khusus dari koordinator kesiswaan.
Di antaranya berupa teknik dan ilmu komunikasi, cara menjadi pemimpin yang hebat, serta berjiwa solidaritas tinggi dengan filosofi; ‘berteman yang hebat dan menghebatkan teman’. Hal ini sesuai dengan visi madrasah, yakni terwujudnya insan yang berakhlakulkarimah, terampil, unggul dan berprestasi.
Dalam kegiatan pengabdian ini, dengan serangkaian kegiatan kreatif yang bermuara pada berbegai aktifitas seperti; pengembangan diri siswa, cara bergaul, etika berbicara, cara menjadi sisiwa hebat, menjadi relawan pelestarian lingkungan madrasah dan lainnya.
Siswa dapat belajar sekaligus menjadi media pengasah kemampuan serta mental mereka untuk siap menjadi siswa hebat dan unggul. Ini tentu bermanfaat ketika mereka lulus dan terjun dalam kehidupan bermasyarakat nantinya.
Sangat disayangkan, program seperti ini (pada jenjang ibtidaiyah) jarang disadari oleh para esekutor di bidang pendidikan. Mereka menganggap bahwa siswa tingkat ibtidaiyah belum saatnya dilibatkan dalam bidang organisasi. Padahal, justru pengenalan organisasi lebih efektif jika sudah dibiasakan sejak dini.
Sadar atau tidak, seorang anak minimal sudah harus tahu bagaimana bekerjasama dan bertanggung jawab dalam bersosial selaku substansi dalam berorganisasi. Apabila terlambat, justru akan menimbulkan sikap cuek berorganisasi yang berdampak pada karir dan pengalamannya ditingkat lanjut.
Nah! Pada MIN 28 Aceh Besar, Agam dan Inong Duta menjadi program khusus dan aktif di berbagai kegiatan madrasah, namun demikian untuk menjadi duta siswa para siswa harus sudah duduk di kelas V dan VI. Keterlibatan siswa dalam program tersebut menjadi salah satu kemudahan bagi guru dalam membentuk karakter siswa yang lebih dewasa dan mandiri. Setidaknya, program tersebut membentuk mental siswa sehingga mereka lebih siap menhadapi jenjang pendidikan selanjutnya yang ditutut untuk lebih aktif dalam berorganisasi.
Ternyata, dugaan kalau siswa ibtidaiyah belum layak berorganisasi adalah sebuah kekeliruan besar. Terbukti ketika pihak koordinator kesiswaan di Min 28 Banda Aceh membebankan siswa untuk mempersiapkan kejutan bagi gurunya secara mandiri. Ternyata kesempatan yang dipercayakan ke pada siswa pada momen Hari Guru Nasioanl (HGN) tahun 2020 silam itu berjalan sukses dan kreatif. Sepintas guru madrasah menyadari, ternyata pencapaian seorang siswa itu tidak harus melihat usia, melainkan sejauh mana tekad seorang guru meyakini bahwa siswanya pasti bisa bila diberi pelatihan dan kesempatan.
Bangga dan Terharu
Pada saat peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 di MIN 28 Aceh Besar sebelumnya, merupakan momen yang tidak pernah terlupakan sepanjang hidup saya sebagai pendidik. Saat itu siswa mempersiapkan kejutan yang luar biasa untuk sekumpulan anak di usia mereka. Tidak sedikit para guru (termasuk saya sendiri) yang meneteskan air mata haru melihat anak didiknya mampu mewujudkan penampilan yang menggugah hati siapa saja yang melihatnya.
Badratin Nafisa misalnya, salah satu siswa yang tampil percaya diri ketika membaca puisi yang berjudul; “Guru Pelita Bangsa”. Suaranya yang nyaring, ditambah mimik dan ekspresi yang menjiwai, membuat semua elemen saat itu tertegun sejenak seakan waktu berhenti sesaat. Keindahan puisi yang dibawakan Nafisa membuat siapa saja tak ingin melewatkan sebait katapun untuk menyaksikannya dengan penuh khidmat. Semua pihak mengapresiasi penampilan tersebut melalui tepuk tangan yang panjang dan meriah.
Begitu juga dengan agenda lainnya seperti pemberian setangkai bunga kepada guru-guru secara berbaris. Bunga itu terasa amat spesial karena siswa sendiri yang mempersiapkannya kepada semua guru tanpa terkecuali. Meskipun ada proses pengajaran dan pembekalan oleh pihak terkait, tetap saja bunga yang dihasilkan adalah sesuatu yang lebih dari cukup mengingat usia mereka yang masih sangat belia.
Mengalami rutinitas di atas, saya sangat optimis bahwa setiap anak terlahir hebat. Kehebatan itu ada di tangan dan di lingkungan mereka. Guru hebat bukanlah guru yang cerdas semata, melainkan guru yang mengajar sepenuh hati dan dilengkapi dengan rasa tanggung jawab. Guru yang hebat adalah mereka yang menyadari bahwa mencerdaskan sisiwa tidak hanya pada konteks inteletual belaka, namun juga bagaimana memberi pemahaman kepada mereka tentang pentingnya hidup bersosial ketika mereka keluar dari kelasnya.
*Penulis Ketua KKG PAI MI Aceh Besar, Guru Min 28 Aceh Besar dan Anggota Komunitas Menulis Pematik