Drama “Bidaah” Malaysia Dinilai Rugikan Ulama Sufi, Untungkan Narasi Wahabi di Indonesia

Tokoh agama Aceh, Tgk. Umar Rafsanjani

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh — Sebuah drama televisi asal Malaysia berjudul Bidaah menuai kontroversi di kalangan ulama dan pemerhati keislaman di Asia Tenggara. Alih-alih memberikan edukasi seimbang mengenai konsep bid‘ah, tayangan tersebut justru dinilai menyudutkan kelompok sufi dan menguntungkan narasi Wahabi, khususnya di Indonesia.

banner 72x960

Tokoh agama Aceh, Tgk. Umar Rafsanjani, menilai bahwa drama ini sangat berbahaya karena secara tidak langsung menggiring opini publik untuk memandang sinis terhadap simbol-simbol warisan Islam tradisional.

“Ini bukan sekadar drama biasa. Ini pembunuhan karakter terhadap para ulama pewaris Nabi. Pakaian sunah, jubah, sorban, dan laqab ‘Walid’ dijadikan alat untuk menakut-nakuti umat,” ujar Tgk. Umar, yang juga dikenal sebagai pembina Laskar Aswaja Aceh.

Meski berjudul Bidaah, isi dari drama ini justru dipenuhi isu miring seperti pernikahan paksa, syahwat, kekerasan, hingga penyimpangan agama, yang semuanya diperankan oleh tokoh-tokoh berjubah ala ulama tarekat. Hal ini, kata Umar, menjadi bentuk pengaburan konsep bid‘ah yang seharusnya dibahas secara ilmiah dan adil.

Generalisasi yang Menyesatkan

Tgk. Umar menegaskan bahwa kesalahan individu tidak boleh digeneralisasi kepada seluruh kelompok.

“Kalau ada oknum ulama yang menyimpang, salahkan dia sebagai pribadi. Jangan lalu menodai seluruh simbol dan atribut kesucian Islam yang telah dijaga para ulama sejak dahulu,” tuturnya.

Ia mengusulkan agar drama semacam itu menghadirkan narasi yang lebih adil dan berimbang.

“Kalau ada tokoh fiksi bernama Walid Muhammad Faizal yang jahat, maka harus ada tokoh yang setara pula misalnya Walid Muhammad Faizul yang benar-benar alim dan lurus dalam syariat. Jadi masyarakat bisa melihat perbandingan yang sehat, bukan penggiringan opini sepihak. Sekarang panggilan Walid sudah jadi bahan olok-olok. Kasihan ulama, tokoh, dan orang tua yang dipanggil ‘Walid’, jadi tercemar gara-gara tokoh Walid yang jahat itu.”

Narasi Wahabi Diuntungkan

Tgk. Umar menyebut drama ini secara tidak langsung memperkuat propaganda kelompok Wahabi yang selama ini kerap menyematkan label sesat kepada siapa pun yang tidak sejalan dengan mereka.

“Pemahaman bid‘ah versi Wahabi sangat menyimpang. Mereka menyamaratakan antara bid‘ah, syirik, dan maksiat tanpa dasar yang jelas dari mazhab-mazhab muktabar,” tegasnya.

Menurutnya, kelompok Wahabi di Indonesia mendapatkan keuntungan besar dari drama ini karena memperkuat stigma negatif terhadap tasawuf dan tarekat dua unsur penting dalam tradisi keislaman Nusantara.

Imbauan untuk Masyarakat

Di akhir pernyataannya, Tgk. Umar mengimbau masyarakat agar lebih bijak dan selektif dalam menyerap tontonan bertema agama.

“Jangan jadikan tokoh fiktif dari drama sebagai rujukan dalam beragama. Kembalilah kepada para ulama pewaris Nabi yang memiliki sanad keilmuan yang jelas dan akhlak yang teruji,” pungkasnya.

Tanggapan Tgk. Umar ini menambah daftar kritik tajam terhadap konten-konten hiburan yang mengangkat tema keislaman secara sembrono, tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan teologis yang ditimbulkan.

Komentar Facebook