Dinilai Tak Bermanfaat untuk Daerah, YARA Desak Pemerintah Aceh Cabut IUP PT Estamo Mandiri

YARA desak Pemerintah Aceh cabut IUP PT Estamo Mandiri. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM | Subulussalam – Ketua Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Subulussalam, Edi Saputra, mendesak Pemerintah Aceh untuk segera mencabut Izin Usaha Pertambangan(IUP) milik PT Estamo Mandiri yang berada di Kota Subulussalam.

banner 72x960

Menurut Edi, Pemerintah Aceh seharusnya sudah mencabut IUP milik PT Estamo Mandiri pada akhir tahun 2023 sebagaimana tersebut dalam surat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh dalam surat Nomor 300.2.12.4/283 tertanggal 4 September 2023.

Namun, kata Edi, hingga saat ini pencabutan izin IUP tersebut belum juga dilakukan oleh Pemerintah Aceh. Edi menambahkan, Pemerintah Aceh harus segera bertindak supaya tidak menimbulkan dugaan negatif terhadap isu tambang di Provinsi Aceh.

“Pemerintah Aceh seharusnya sudah mencabut IUP milik PT Estamo Mandiri pada November 2023 lalu, namun sampai saat ini belum ada upaya Pemerintah Aceh untuk menindaklanjuti surat yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Aceh,” ujar Edi, Subulussalam, Senin (24/6/2024).

Edi menjelaskan, di dalam surat DPMPTSP Aceh itu ditegaskan bahwa PT Estamo Mandiri harus menghentikan sementara seluruh kegiatan operasi produksi sampai dengan kewajiban sebagaimana tersebut dalam angka 1 huruf d paling lama 60 hari kalender terhitung sejak tanggal surat itu ditandatangani.

Kata Edi,  dalam angka 1 huruf d surat DPMPTSP Aceh itu disebutkan agar PT Estamo Mandiri melaksanakan sanksi administratif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan (PNBP-PKH) sebesar Rp 2.507.892.665 sesuai dengan surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 1 Maret 2023.

“Dalam surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PT Estamo Mandiri diberikan sanksi administratif, dan itu menjadi salah satu rujukan surat DPMPTSP Aceh kepada PT Estamo Mandiri dalam surat penghentian sementara kegiatan operasi produksi PT Estamo Mandiri,” sebut Edi.

YARA Temukan Dugaan Pelanggaran

Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menerjunkan tim ke lapangan untuk menginvestigasi polemik yang terjadi. YARA mengklaim menemukan empat catatan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Estamo Mandiri.

Pertama, PT Estamo Mandiri telah mengantongi izin operasi produksi dari Pemerintah Aceh, akan tetapi PT Estamo Mandiri tidak menunjukkan eksistensi dan keseriusan dalam melakukan aktivitas produksi, sehingga DPMPTSP Aceh memerintahkan penghentian kegiatan operasi sementara.

“PT Estamo Mandiri belum memiliki KTT dan belum memiliki fasilitas/disposal area untuk menempatkan OB. PT Estamo Mandiri sempat diberikan penangguhan pencabutan izin oleh DPMPTSP Aceh, namun penangguhan ini tidak dijadikan kesempatan serius melainkan perusahaan tersebut tetap pasif dan tidak melakukan pemenuhan kewajiban yang diperintahkan oleh DPMPTSP Aceh hingga saat ini,” kata Edi.

Kedua, PT Estamo Mandiri juga menunjukkan ketidakseriusan untuk memenuhi sanksi administratif yang dibebankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membayar PNBP-PKH atau izin pinjam pakai kawasan hutan sebesar Rp 2.507.892.665.

Ketiga, PT Estamo Mandiri diduga juga tidak tertib administratif yang ditandai dengan tidak mengajukan laporan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2023 dan belum juga mendapat persetujuan RKAB 2023. YARA menegaskan dugaan tidak tertib administratif tersebut karena tercantum jelas pada surat DPMPTSP Aceh Nomor 300.2.12.4/283 tanggal 4 September 2023.

Keempat, PT Estamo Mandiri diduga juga belum mengajukan RKAB 2024 serta belum mendapatkan RKAB 2024.

“Hal ini menandakan PT Estamo Mandiri tidak lagi memiliki keseriusan terhadap penjalinan komitmen tertib dalam administratif kepada Pemerintah Aceh,” ungkapnya.

“Investigasi yang kami lakukan telah menemukan beberapa permasalahan yang menjadi catatan untuk referensi Gubernur Aceh untuk bertindak tegas dalam tata kelola pertambangan agar tidak merugikan daerah,” tambahnya.

Edi menyebutkan, keberadaan PT Estamo Mandiri hanya menjadi beban bagi daerah dan masyarakat di Kota Subulussalam. Edi meminta DPMPTSP Aceh dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh untuk bertindak tegas dan tidak main-main dalam persoalan izin pertambangan.

“Karena dengan hidupnya usaha tambang tersebut tentu akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya dengan terbukanya lapangan kerja dan pembangunan ekonomi dengan pemberdayaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang seharusnya sudah dinikmati belasan tahun lalu sejak izin tambang PT Estamo Mandiri diberikan oleh Pemerintah Aceh,” tegas Edi. (Akhyar)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News

Komentar Facebook