Difasilitasi PWI dan Forum Pemred, Tiga Guru Besar di Aceh Bicara Soal Kepemimpinan, Simak!
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh bersama Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) dan berkolaborasi dengan akademisi mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Rabu (22/5/2024).
Kegiatan FGD ini mengusung konsep semi diskusi terbuka antara panelis dengan peserta untuk mencari sosok pemimpin Aceh yang ideal, intelek, serta mengerti akar permasalahan dan tantangan yang sedang dihadapi Aceh saat ini.
Guru Besar Bidang Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Mukhlis Yunus mengatakan, kriteria calon pemimpin Aceh ke depan haruslah orang yang mampu menjadi problem solver (pemecah permasalahan).
Menurut Prof Mukhlis, persoalan di Aceh hari ini mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Tantangan yang dihadapi Aceh sering berbeda-beda situasinya saat masa awal pemerintahan hingga dengan konteks kekinian.
“Karenanya semua indikator kepemimpinan yang pernah disebutkan saat awal kemerdekaan Indonesia itu tidak lagi bisa sepenuhnya dipraktikkan pada masa kini. Meskipun ada beberapa indikator utama, misalnya seorang pemimpin itu harus amanah tetaplah patut untuk dikedepankan,” ujar Prof Mukhlis.
Prof Mukhlis menambahkan, kriteria yang dibutuhkan Aceh saat ini, di samping harus pintar secara intelektual, juga harus memiliki sifat amanah. Kendati amanah umat semakin hari semakin berat, tetapi sifat amanah untuk menjadi seorang pemimpin itu benar-benar harus bisa dipertanggungjawabkan.
Kemudian, Prof Mukhlis menjelaskan, pemimpin Aceh ke depan juga harus bisa menyentuh segala permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat di daerah.
“Tidak seperti dulu, kini setiap orang memiliki tuntutan kemajuan untuk daerahnya. Makanya dinamika pemimpin itu perlu dilakukan dinamisasi,” jelas ekonom itu.
Sementara itu, Guru Besar Bidang Hukum Tata Negara USK, Prof Husni Jalil mengatakan, Aceh memiliki segudang permasalahan dan tantangan yang harus segera dicarikan solusi pasca Pilkada 2024 selesai.
Diantara persoalan itu ialah soal Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang akan segera berakhir, kemudian terkait Revisi Undang-Undang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang dinilai stagnan, persoalan kemiskinan yang terjadi hampir di semua daerah hingga persoalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya sebesar 18,6 persen dari tahun 2018-2022 sehingga membuat Aceh benar-benar harus mengemis anggaran ke pemerintah pusat.
“Dengan banyaknya persoalan Aceh seperti ini, maka calon pemimpin yang memutuskan maju Pilkada 2024 jangan membayangkan bahwa saat dia menjabat nanti dia akan duduk manis di bangku gubernur, tetapi dia harus bekerja keras untuk mencapai tujuan dari pemerintahan daerah itu sendiri yakni mensejahterakan rakyat,” ujar Prof Husni.
Prof Husni menegaskan, jika calon pemimpin yang maju Pilkada 2024 dengan asumsi hanya akan duduk manis di belakang bangku gubernur, maka hal demikian tidak sepatutnya dilakukan karena hanya akan membuat kecewa masyarakat pemilih.
“Jika calon pemimpin tidak mau bekerja, sebaiknya jangan mencalonkan diri. Karena itu hanya akan membuat masyarakat kecewa,” tegas Prof Husni.
Selain itu, Guru Besar Bidang Sosiologi USK, Prof Ahmad Humam Hamid mengatakan, Provinsi Aceh selama dua tahun terakhir ini telah jatuh ke dalam koma. Aceh secepatnya membutuhkan obat penawar baru, membutuhkan regenerasi pemimpin definitif baru untuk mengangkat penyakit yang sedang diderita.
“Dua tahun ini Aceh ibaratnya sedang koma dan terkulai lemas di rumah sakit. Pihak rumah sakit menunjuk seorang dokter baru yang memang sebenarnya si dokter ini tidak cakap-cakap amat, tidak ada studi kasus yang luar biasa sekali pada dokter ini. Dokter ini tidak banyak merespons penyakit, lebih banyak membenarkan letak penyakitnya,” jelas Prof Humam dalam bentuk metafora.
“Seorang dokter yang hebat itu ialah dokter yang tau bagaimana caranya meletakkan oksigen dengan benar, mengganti perban sesuai dengan SOP yang dibenarkan. Tetapi menyebar informasi bahwa Aceh yang sedang koma ini sudah siuman, padahal hanya bersin di dalam koma,” tambahnya.
Dikarenakan Aceh ke depan akan melaksanakan prosedural pergantian pemimpin untuk lima tahun yang akan datang, Prof Humam Hamid berharap supaya pemimpin Aceh selanjutnya benar-benar bisa membawa kesembuhan dari penyakit yang dialaminya selama ini.
“Ke depan akan ada pergantian dokter, yang jadi pertanyaan sekarang, di bawah pengawasan seorang dokter baru nanti apakah Aceh benar-benar bisa keluar dari siklus keluar masuk rumah sakit? Ini perlu dipastikan di awal, karena ini menjadi dilema yang memang sedang dihadapi Aceh hari ini. Setiap periodisasi pemimpin, Provinsi Aceh selalu masuk rumah sakit,” tutup Prof Humam Hamid. (Akhyar)