Degradasi Pendidikan Aceh Besar Akibat Kontrol Sosial Yang Melempem

Disentralisasi pendidikan di Aceh Besar kiranya semakin mengerucut kepada daerah daerah sentral di Aceh Besar seperti Ingin jaya, Darul imarah dan Sukamakmur yang secara ekonomi dan politik termasuk kategori eksklusif. Namun dibalik daerah yang tersebut sebelumnya ada daerah daerah di Aceh Besar yang hari ini minim atensi dari pemerintah atau dinas terkait, katakanlah pulo aceh yang saat ini mungkin masyarakatnya sedang berdikari untuk pendidikan dan lain hal, bahkan sebelum wabah Covid 19 menjadi kendala, pendidikan di pulo
aceh berlangsung tidak normal seperti ketidak hadiran guru di ruang kelas ditambah lagi krisis wabah seperti ini memang tidak ada PBM (proses belajar mengajar) yang berjalan di pulo aceh, selain pulo aceh ada juga daerah yang hari ini terkendala fasilitas dalam melaksanakan PBM secara daring seperti lamteuba, lhoong, krueng raya dan beberapa daerah lain yang termasuk daerah kurang di perhatikan dalam hal pendidikan.

banner 72x960

Daerah pesisir dan pegunungan ini seharusnya menjadi indikator sukses tidaknya penerapan sistem pendidikan di aceh besar karena melihat kultur daerah dan jalur akses pelayanan yang sulit, bukan sebaliknya. Idealnya dinas pendidikan aceh besar hadir sebagai lembaga pemerintah yang visioner agar peserta didik di daerah tersebut merasakan kaidah sama
rasa sama rata dalam hal pendidikan di Aceh Besar dan disinilah letak kontrol sosial yang dibutuhkan masyarakat aceh besar

Dalam dilema covid 19 akses pendidikan di daerah minim atensi ini terkesan statis, kenapa demikian, akibat dinas terkait nge bug dalam hal inovatif dan implementatif. Saat ini dinas pendidikan hanya meneruskan kebijakan dari pusat dan belum ada satupun kebijakan atau solusi atas antisipasi terdegradasinya pendidikan di Aceh Besar, kalaupun tidak bisa
mengambil kebijakan interpersonal setidaknya menyiapkan solusi yang konsrtuktif dan relevan dengankondisi aceh besar saat ini, karena secara realitas aceh besar dan pusat berbeda terkait intensitas kasus covid 19, kalaupun tetap melaksanakan sistem PBM secara daring, daerah pesisir dan pegunungan di area Aceh Besar tidak mumpuni dalam hal fasilitas seperti jaringan internet dan media, belum lagi permasalahan minat belajar peserta didik melalui daring, ada dua permasalahan fundamental yang penulis soroti terkait implentasi sistem PBM secara daring bagisiswa kelas 1 sampai 4 sekolah dasar.

Pertama secara psikologi siswa masih memerlukan mentor dan tidak mungkin kita berharap kepada orang tua karena tidak semua orang tua mempunyai waktu luang belum lagi tuntutan ekonomi yang harus mereka penuhi, yang kedua pendidikan karakter dan moralitas lebih di butuhkan siswa kelas 1-4 sd dan tidak mungkin di dapatkan secara daring. Alasan dalam kondisi covid 19 ini menghambat segala aktivitas dan tidak berjalan seratus persen sudah tabu untuk kita pahami, disini lah di butuhkan peran pemerintah untuk menstabilitaskan kondisi sosial dan pendidikan, walaupun tidak terealisasi 100% setidaknya 50% bisa kita wujudkan. Covid 19memang berbahaya namun lebih berbahaya kalau 40 tahun kedepan Aceh Besar di pimpin oleh generasi apatis dan pragmatis. kita sudah kalah dan tidak siap untuk melawan covid, tapi tolong jangan jadikan ini sebagai pembenaran atas kegagalan kebijakan pemerintahan.

Sebelumnya, penulis dan beberapa pemuda aceh besar sudah melakukan audiensi dengan komisi v dprk aceh besar selaku leading sektor pendidikan dan turut dihadiri ketua komisi v Bapak Muhibuddin (ucok) terkait permasalahan pendidikan serta telah menyerahkan draft sebagai pertimbangan solusi untuk permasalahan ini agar bisa di sampaikan kepada dinas pendidikan Aceh Besar. Dalam lampiran draft tersebut ada beberapa butir poin yang kami sampaikan, termasuk membentuk relawan pendidikan jika memang perlu untuk membantuproses belajar mengajar (PBM), namun sampai detik ini belum menuai hasil dan eksistensiapapun.

Jangan jadikan gerakan pemuda ini sebagai ancaman bagi dinas terkait, kami pemuda hanya menjalankan peran pemuda dalam amanah konstitusi, tapi ambilah ide dan gagasan yang kami sampaikan sebagai formulasi arah langkah pendidikan Aceh Besar. Penulis berharap DPRK Aceh Besar khususnya komisi v tetap bekerja sesuai tupoksi dan harus faham fungsi kerja dewan sebagai lembaga pengawasan. Di lain hal dinas pendidikan aceh besar terkesan lebih preferensi dengan nilai-nilai estetika di bandingkan nilai-nilai esensi, seyogyanya pendidikan berbicara tentang azas manfaat maka azas keindahan akan muncul dengan sendirinya, wara wiri di media akan jauh lebih estetik jika di barengi dengan eksekusi.

Muhammad Reza Rachmadhani
Mantan ketua HMJ Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris STKIP BBG | Pemuda Aceh Besar.

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *