Capaian 4 Tahun Mawardi-Husaini

Bupati dan Wakil Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali-Husaini A Wagab. (Foto: Humas Aceh Besar)

TANGGAL 10 Juli 2017 menjadi hari bersejarah bagi pemerintahan di Kabupaten Aceh Besar. Pasalnya, di tanggal tersebut Aceh Besar resmi memiliki pemimpin baru, yakni Mawardi Ali dan Husaini A. Wahab, sebagai bupati dan wakil bupati periode 2017-2022.

banner 72x960

“Mari kita bersatu padu untuk membangun Aceh Besar. Jangan ada lagi anak yatim yang masih sengsara, juga pelanggaran syariat Islam tidak boleh ada lagi di Aceh Besar,” ujar Mawardi Ali pada pidato pertamanya usai dilantik Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh saat itu.

Dalam mengawali pemerintahan, Mawardi-Husaini telah menyiapkan berbagai rencana membangun Aceh Besar. Perencanaan tersebut langsung dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 yang mempunyai visi: “Terwujudnya Aceh Besar yang Maju, Sejahtera, dan Bermartabat dalam Syariat Islam”.

Dalam rangka mewujudkannya, Pasangan Puteh —julukan pemerintahan Mawardi-Husaini—memiliki misi jangka pendek, yaitu:

  1. Pelaksanaan syariat Islam
  2. Peningkatan sumber daya manusia
  3. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih (clean government) dan bertanggung jawab (responsible government)
  4. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur
  5. Pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis mukim/gampong
  6. Percepatan laju pembangunan masyarakat pesisir, terisolir, dan tertinggal
  • Lampaui Target IPM

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan sebuah indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). Dengan data itu pula sebuah daerah dapat mengetahui peringkat atau level pembangunannya dalam skala besar.

IPM dapat diketahui dengan menghitung 3 dimensi dasar, berdasarkan umur panjang dan hidup sehat, pendidikan/pengetahuan, serta standar kehidupan layak masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, IPM Aceh Besar bertumpu di angka 72. Dalam RPJMD-nya, Pemkab Aceh Besar di masa Mawardi-Husaini menargetkan pencapaian IPM di angka 72,98. Target tersebut telah tercapai sejak tahun 2019 lalu atau meningkat menjadi 73,55.

“Alhamdulillah target IPM kita yang harusnya tercapai dalam lima tahun, telah tercapai pada tahun 2019 lalu. Ini artinya kehidupan masyarakat Aceh Besar dalam skala besar meningkat, karena angka itu (IPM) didapat dari sejumlah proses scoring dari banyak sektor, seperti pendidikan, ekonomi masyarakat, pembangunan, serta angka pengangguran,” ujar Mawardi Ali.

  • Laju Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan data BPS, laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Besar terus meningkat pada masa Pasangan Puteh. Pada tahun 2018, Aceh Besar mengalami pertumbuhan sebesar 4,08 persen dan kembali meningkat di tahun berikutnya sebesar 4,31 persen.

Sedangkan di tahun 2020, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Besar mengalami penurunan sebesar 0,31 persen akibat dampak dari pandemi Covid-19. Kendati demikian, Aceh Besar termasuk kategori daerah yang bertahan secara ketahanan ekonomi.

“Dalam skala nasional, Indonesia mengalami minus 2,7 persen dan Provinsi Aceh mengalami minus 0,37 persen, dan kita masih mampu bertahan. Artinya, sektor riil di Aceh Besar terbukti masih sanggup menopang ketahanan ekonomi di masa pandemi,” ujar orang nomor 1 di Aceh Besar itu.

  • Stigma Jantho sebagai Kota Pendidikan

Menjadikan stigma Kota Jantho—pusat pemerintahan Aceh Besar— sebagai pusat pendidikan tentu tidaklah dianggap berlebihan, karena ada dua perguruan tinggi bergengsi yang telah digagas berdiri di sana, yakni Institut Seni Budaya Indoensia (ISBI) Aceh dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Regional Aceh.

“ISBI sudah berdiri sejak beberapa tahun lalu, bahkan sudah ada yang diwisuda. Sedangkan IPDN, kita sedang menunggu amanat Presiden RI untuk memulai peletakan batu pertama. Kehadiran dua kampus ini, akan mempercepat pembangunan Kota Jantho sebagai pusat pendidikan,” ujar Mawardi Ali.

Ia mengatakan, berdirinya ISBI Aceh di Kota Jantho merupakan suatu kehormatan bagi Kabupaten Aceh Besar. ISBI Aceh, sebagai perguruan tinggi seni budaya diharapkan bisa menjaga dan melestarikan warisan budaya Aceh dan Nusantara. “Kita yakin akan lahir para seniman yang akademis dari Kota Jantho,” katanya.

Sedangkan kampus IPDN Regional Aceh, lanjutnya, juga salah satu perguruan tinggi yang paling ditunggu masyarakat Aceh, khususnya warga Aceh Besar. Hadirnya kampus pelat merah tersebut di Aceh tak terlepas dari keseriusan upaya Pemkab Aceh Besar dalam menjalin komunikasi dengan Pemerintah Pusat.

Saat ini, dokumen administrasi pendirian kampus tersebut sudah berada di Kemensetneg RI, dan kabar gembiranya, peletakan batu pertama kampus IPDN di Jantho tinggal menunggu amanat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pemkab Aceh Besar telah menyiapkan lahan yang akan difungsikan sebagai lokasi pembangunan kampus IPDN Regional Aceh. “Lahan seluas 33 hektare telah kami serahkan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, itu adalah bukti Pemkab Aceh Besar sangat serius agar IPDN segera bisa dibangun di kota Jantho,” ujar Mawardi.

Bupati mengatakan, dengan dibangunnya kampus IPDN Regional Aceh, secara otomatis akan memberikan multiplier effect kepada masyarakat Aceh Besar.

“IPDN merupakan sekolah kedinasan yang sangat bergengsi dan tentu akan menarik banyak sekali perhatian masyarakat untuk berinvestasi di Kota Jantho, sehingga akan berdampak pada meningkatnya perputaran ekonomi masyarakat di sana,” katanya.

  • Penopang Ketahanan Ekonomi dan Pangan

Indeks Ketahanan Pangan (IKP) adalah ukuran dari beberapa indikator yang digunakan untuk menghasilkan skor komposit kondisi ketahanan pangan di suatu wilayah. Nilai IKP dapat menunjukkan capaian ketahanan pangan dan gizi wilayah dan peringkat (ranking) relatif antara satu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Dengan demikian IKP dapat menjadi salah satu alat untuk menentukan prioritas daerah menerima intervensi program penguatan ketahanan pangan.

Tahun 2020, Pemkab Aceh Besar berhasil menempati peringkat pertama se-Aceh dalam hal IKP. Keberhasilan tersebut dicapai dalam beberapa mekanisme penilaian, yaitu kemampuan dalam penerapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi dengan berdasarkan tiga aspek penting, meliputi aspek ketersediaan, keterjangkauan, serta pemanfaatan, begitu yang tertuang dalam petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian.

“Alhamdulillah, IKP Aceh Besar mampu meningkat, kita tertinggi di Aceh, dan di urutan 48 nasional kategori kabupaten. Hal ini merupakan hasil dari kerja keras kita semua,” ujar Mawardi Ali didampingi Kabag Komunikasi Pimpinan dan Protokol Aceh Besar, Muhajir.

Selain itu, pada musim tanam gadu 2020 lalu, Pemkab Aceh Besar juga menggratiskan benih dan olah tanah seluas 5500 hektare. Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan ketahanan ekonomi, dan pangan masyarakat.

“Ini adalah bentuk kepedulian pemerintah kepada masyarakat, khususnya petani, agar mereka bisa hidup makmur dan pendapatannya bertambah,” ujar Mawardi Ali didampingi Komandan Kodim 0101/BS, Kolonel Hasandi Lubis, pada pembukaan musim tanam gadu serentak Kabupaten Aceh Besar tahun 2020.

Dengan ketersediaan air yang cukup, serta area persawahan yang masih sangat luas, ia yakin bahwa Aceh Besar akan mampu mencapai surplus gabah seperti pada tahun sebelumnya (2019), yaitu sebanyak 160.182.692 ton.

  • Bingkai Syariat Islam

Dalam penegakan syariat Islam, pemerintahan Mawardi Ali-Husaini A Wahab berkomitmen agar upaya terebut segera bisa direalisasi. Terbukti pada tahun pertama menjabat, pihaknya mengeluarkan instruksi Nomor 1 Tahun 2017, yang berisikan tentang pelaksanaan shalat fardhu secara berjamaah di masjid atau menasah dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar.

Salah satu poin dalam surat tersebut ialah penghentian aktivitas dan tempat usaha selama 15 menit sebelum dan sesudah pelaksanaan ibadah shalat fardhu.

Waled Husaini juga turun langsung ke lapangan untuk memastikan instruksi tersebut berjalan dengan baik. Menurutnya, mengawal keberlangsungan pemerintah adalah tugas pokok, dan menjaga agama juga tak kalah penting. “Tugas seorang pemimpin itu adalah wajib memelihara agama dan Negara,” kata dia.

Masih dalam urusan yang sama, pada tahun 2018, Pemkab Aceh Besar pula mengirim surat seruan kepada seluruh general manager maskapai penerbangan yang terbang ke Aceh melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), agar mengarahkan seluruh awak kabinnya untuk mengenakan busana muslimah. Seruan tersebut disampaikan melalui surat bernomor 451/65/2018 yang dikeluarkan 18 Januari 2018.

Aturan tersebut merujuk pada Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Kemudian pada tahun berikutnya, Bupati Aceh Besar mengeluarkan surat imbauan yang meminta penghentian sementara aktivitas penerbangan di Bandara SIM khusus pada hari raya/lebaran Idul Fitri dan Idul Adha.

Surat tersebut bernomor 451/2019, diterbitkan 24 Juli 2019 dan ditujukan kepada General Manager PT Angkasa Pura II. “Ada pegawai yang berdinas di Bandara, dan sudah delapan tahun tidak bisa shalat Id ketika hari raya Idul Fitri karena harus bertugas. Itu merupakan salah satu aspirasi masyarakat yang coba kami akomodir melalui surat tersebut di antara beberapa dasar alasan lainnya,” ujar Mawardi Ali.

  • 1 Hafiz 1 Gampong

Pemkab Aceh Besar terus mendorong berbagai upaya untuk melahirkan penghafal Quran (hafiz) di setiap gampong di seluruh Aceh Besar. Salah satunya dengan program tahfiz di SMP Negeri 3 Fauzul Kabir yang secara resmi dimulai pada tahun 2019 lalu.

“Hingga saat ini, Fauzul Kabir telah diisi oleh 250 murid, dan nanti pada bulan Juni insyaAllah kita tambah 100 murid lagi, jadi total nanti ada 350 murid hafiz,” kata Wakil Bupati Aceh Besar, Waled Husaini.

Menurutnya, para hafiz memiliki nilai lebih dalam kehidupan mereka, terlebih lagi ketika dalam proses mengikuti seleksi masuk sekolah atau perguruan tinggi.

“Hafiz ini tentu memiliki nilai plus, kita dorong mereka bercita-cita sejauh mungkin, ketika mereka nanti mau menjadi perwira TNI/Polri, atau sekolah kedinasan maupun sekolah lainnya, gelar hafiz itu sangat berpengaruh akan nilai,” ujar Waled Husaini.

Ia berharap dengan program 1 gampong 1 hafiz, Aceh Besar akan memiliki sedikitnya 604 penghafal Alquran. Dengan begitu, di masa depan Aceh Besar akan memiliki calon pemimpin dan masyarakat generasi qurani.

“Saya sangat bangga melihat mereka yang masih berumur 12 tahun ada yang sudah hafal 5 juz dan ada yang 7 juz. Mereka ini nanti akan mengisi seluruh lini kehidupan masyarakat dengan kepribadian qurani,” tutur Waled Husaini.

Sementara itu, Ketua Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh Besar, Prof. Dr. Mustanir Yahya mengharapkan agar seluruh ayat Alquran yang dihafalkan bisa diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari.

“Ilmu Alquran itu sangat sempurna, ketika itu diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, maka secara otomatis kita akan dinaikkan derajatnya oleh Allah, karena Allah sangat menspesialkan para penghafal Quran,” ungkapnya.

  • Sistem Pendidikan Terpadu

Sistem Pendidikan Terpadu (SPT) merupakan sebuah program pembelajaran dengan memadukan kurikulum pendidikan umum, agama, dan karakter. Begitu disampaikan Mawardi Ali pada saat pembukaan kegiatan Pengembangan Kurikulum SPT SD dan SMP di Aula Dekranasda Aceh Besar.

“Program SPT yang kita rancang sedemikian rupa, tidak semata ditujukan untuk meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan, juga kemampuan teknologi. Namun, juga bertujuan agar para murid bisa menerapkan budi pekerti yang baik, berakhlak santun,” jelas dia.

Lanjut Mawardi Ali, SPT tersebut adalah perpaduan antara beberapa kurikulum pendidikan. Di situ, para murid tidak hanya mendapat binaan secara keilmuan umum, namun juga mental, serta pendidikan agama. “Untuk itu harus dipadukan dengan pendidikan agama yang ada dalam SPT, pembelajaran yang berintegritas,” tegas dia.

Bupati Aceh Besar menambahkan bahwa pihaknya terus menaruh perhatian untuk memastikan agar SPT tersebut benar-benar bisa menjadi program yang jelas dan terasa dampaknya bagi generasi Aceh Besar.

Selain itu, Mawardi Ali juga menilai membangun sistem pendidikan terpadu tidak secepat membangun fasilitas fisik, namun butuh waktu 5 sampai 10 tahun baru dapat melihat dampaknya. Untuk itu, kata dia, dibutuhkan grand design yang sedemikian rupa, tidak boleh zig-zag, harus lurus dan ada roadmap yang bagus kemana arah kita tuju.

“Bahkan kami saat ini bersama DPRK Aceh Besar juga sedang menyusun draft Qanun SPT yang sedang dikaji secara akademis, agar memiliki dasar hukum yang nantinya bisa dilanjutkan oleh Pemkab Aceh Besar di kemudian hari,” harap Mawardi Ali.

Sementara itu Kepala Disdikbud Aceh Besar, Silahuddin mengatakan bahwa SPT ini telah berjalan di beberapa sekolah. “Sekarang sudah ada 33 sekolah yang menerapkan program SPT, 23 jenjang SD dan 10 jenjang SMP, insyaAllah akan bertambah secara bertahap dan akan diaplikasikan ke semua sekolah di Aceh Besar,” ungkapnya.

“Maka itu, kita terus berusaha untuk terus melakukan pengembangan sejak awal program ini diluncurkan, apalagi sekarang Qanun SPT juga sedang digodok, sehingga setelah selesai nantinya dapat dimasukkan ke dalam qanun sebagai lampiran yang tidak terpisahkan,” katanya.

Peluang Kebangkitan Ekonomi Via Tol Sibanceh

Presiden Jokowi meresmikan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) Seksi 4 yang menghubungkan Indrapuri-Blang Bintang dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Aceh pada Selasa, 25 Agustus 2020. Secara keseluruhan, jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh tersebut terbentang sepanjang 74 kilometer dan merupakan ruas tol pertama yang dibangun di Provinsi Aceh.

Wakil Bupati Aceh Besar Waled Husaini mengatakan, bahwa salah satu faktor majunya sebuah daerah ialah infrastruktur yang terintegrasi dengan baik salah satunya adalah sarana transportasi.

“Dengan hadirnya jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh sepanjang 74 kilometer yang diresmikan oleh Presiden Jokowi pada Agustus 2020 lalu, memberikan peluang besar bagi Aceh Besar pada umumnya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi,” ujar dia.

“Kemarin persoalan kita adalah aksesibilitas, Aceh Besar ini sepertiganya adalah gunung dan sawah, maka dengan terbukanya seperti sekarang ini kita berharap dengan cepatnya mobilitas, baik itu angkutan barang umum tentunya akan memangkas waktu perjalanan, dan akan berdampak pada meningkatnya kuantitas perdagangan,” terang Waled.

Hadirnya jalan Tol Sibanceh yang semua ruas terletak di Aceh Besar, memberikan peluang besar bagi Aceh Besar untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. “Jalan tol ini memberi peluang besar, ada gerbang tol di Jantho dan berpeluang tumbuh spot-spot ekonomi yang kita harapkan,” imbuhnya.

Sekdakab Aceh Besar, Sulaimi. (Foto: Humas Aceh Besar)
  • WTP Sembilan Kali Berturut-turut

Menjelang HUT ke-37 Kota Jantho beberapa waktu lalu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar kembali meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI untuk kesembilan kalinya secara berturut-turut atas Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2020.

Penganugerahan itu diterima oleh Sekda Aceh Besar, Sulaimi pada 30 April 2021 lalu. “Alhamdulillah, hasil kerja keras seluruh OPD dan stakeholder, kita kembali meraih predikat WTP,” ucapnya.

Kepala BPK RI Perwakilan Aceh, Arif Agus mengatakan bahwa pemberian opini tersebut didasari atas kewajaran laporan keuangan Pemkab Aceh Besar dengan tetap memperhatikan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Opini WTP merupakan sebuah pernyataan profesional pemeriksa laporan mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan,” ungkap Sekdakab Aceh Besar, Sulaimi.

Torehan Prestasi

Sejumlah prestasi telah diraih oleh Pemkab Aceh Besar di masa kepemimpinan Mawardi-Husaini. Baik dalam hal pendidikan umum, agama, serta olah raga. Di antara beberapa prestasi tersebut adalah Juara Umum Pekan Olahraga Aceh ke-13 (PORA XII), serta Juara Umum MTQ Tingkat Provinsi Aceh ke-34 tahun 2019 di Kabupaten Pidie.

  • Prestasi tahun 2020
  1. Maturitas Penyelenggara Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) level 3 dari Badan Pengawasan Keuangan dan
  2. Pembangunan (BPKP) Republik Indonesia.2. Peringkat pertama Indeks Ketahanan Pangan (IKP) se-kabupaten di Provinsi Aceh.
  3. Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali mendapat penghargaan Indonesia Innovative Figures Award 2020 dari Asia Global Council.
  4. Penghargaan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  5. Aceh Besar menerima penghargaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) delapan kali berturut-turut dari BPK RI.
  6. Penyaluran dana desa tercepat se-Aceh.
  7. Penghargaan Kualitas dan Produktivitas Siddhakarya dari Pemerintah Aceh.
  • Prestasi Tahun 2021
  1. Penghargaan Kinerja dan Sinergisitas Penanggulangan Bencana dan BNPB.
  2. Daerah tercepat penyaluran dana desa tahap I tahun 2021 se-Aceh.
  3. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sembilan kali berturut-turut dari BPK RI. (adv)
Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *