Bustami-Tu Sop, Kombinasi Ideal Birokrat dan Ulama untuk Pemimpin Aceh
Oleh: Fajri M Isa
Bustami Hamzah adalah seorang birokrat berpengalaman di Aceh yang memiliki pemahaman mendalam tentang birokrasi pemerintahan. Ia memulai karirnya dari level bawah, dari seorang staf hingga menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) dan kemudian dipercaya sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh.
Di sisi lain, Tu Sop adalah seorang ulama dan pemikir yang sangat memahami bagaimana membangun Aceh berdasarkan nilai-nilai Islam. Kombinasi antara birokrasi yang matang dan pemahaman keislaman yang mendalam membuat mereka pasangan ideal untuk memimpin Aceh.
Keduanya juga dikenal memiliki hubungan yang baik dengan Pemerintah Pusat di Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan dukungan dari dua partai nasional yang memiliki hubungan erat dengan Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Sebagai Presiden terpilih, Prabowo tentu memahami pentingnya membangun Aceh, meskipun Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh nantinya mungkin bukan berasal dari partai yang sama dengannya. Di berbagai provinsi lain di Indonesia, sudah banyak gubernur dan wakil gubernur yang tidak berasal dari partai yang sama dengan Presiden, namun tetap mampu bekerja sama untuk pembangunan daerah.
Kembali ke pasangan Bustami – Tu Sop, untuk membangun Aceh, diperlukan dua figur seperti mereka. Bustami, dengan pengalamannya di birokrasi, dan Tu Sop, dengan pemahamannya yang mendalam tentang bagaimana membawa nilai-nilai Islam dalam penataan birokrasi di Aceh.
Saya yakin bahwa pemikiran Tu Sop akan memberikan warna baru dalam birokrasi pemerintahan Aceh di semua tingkatan. Dalam dakwahnya, Tu Sop sering mengingatkan peran Aceh sebagai mercusuar Islam dan pusat ilmu pengetahuan di masa lalu.
Tu Sop tentu tidak akan bersedia menjadi Wakil Gubernur jika ia tidak diberikan peran penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai Islam yang selama ini ia dakwahkan. Dengan posisinya sebagai Wakil Gubernur, tidak diragukan lagi bahwa Tu Sop akan mendorong implementasi nilai-nilai Islam di semua dimensi kehidupan. Bahkan, ia juga diharapkan menjadi panglima dalam penegakan syariat Islam di Aceh.
Selama ini, pelaksanaan syariat Islam di Aceh belum optimal bukan karena kurangnya dukungan, tetapi karena pemimpin yang tidak sepenuhnya memahami arah yang harus ditempuh dalam penegakan Syariat Islam. Akibatnya, pelaksanaan syariat Islam yang seharusnya dapat mewujudkan keadilan, mengurangi korupsi, dan meningkatkan kesejahteraan, tidak tercapai secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh pemimpin yang tidak mampu memposisikan dirinya sebagai panglima dalam penegakan Syariat Islam.
Sebagai seorang muslim, Bustami Hamzah tentunya sangat berkomitmen untuk membangun Aceh dengan nilai-nilai Islam yang telah menjadi warisan nenek moyang kita.
Oleh karena itu, kombinasi Bustami Hamzah dan Tu Sop Jeunieb adalah pilihan ideal untuk memimpin Aceh menuju masa depan yang lebih baik. Mari kita dukung dan menangkan mereka!