Blok B Migas Aceh Mau dikelola siapa ?
oleh Fakhrurrazi (Penulis Buku Sardjana Kehidupan).
Theacehpost.com – Menjelang siang hari ini (Senin 24 Agustus 2020), terjadi diskusi menarik di grup WhatsApp Profesional Migas Aceh (PMA). Komunitas ini dibentuk atas inisiasi para praktisi, peneliti, pengambil kebijakan, maupun masyarakat yang bergelut di dunia perminyakan.
Saya pribadi merupakan salah satu anggota di komunitas ini. Saya mencoba menuliskan apa yang saya tangkap dari percakapan tersebut, kira-kira terkait keberlanjutan pengelolaan migas Blok B Aceh Utara yang selama ini dikelola oleh PT. Pertamina Hulu Energi. Lalu sebagaimana kabar media menyebutkan bahwa Blok itu akan dikelola oleh PT. Pembangunan Aceh alias PT. PEMA sebagai BUMD Aceh.
Saling lempar argumen anggota grup menjadikan diskusi lebih menarik. Sehingga ada usulan perlu dibawa pada sebuah forum online alias webinar via aplikasi zoom. Sebab, situasi covid saat ini tentunya berisiko untuk diadakan tatap muka langsung dalam sebuah seminar. Melalui tatap muka online dirasa tidaklah sebuah halangan, namun justru menghadikan akses lebih luas bagi siapapun yang tertarik menyimak forum ini.
Para anggota grup mengusulkan siapa saja yang akan menjadi pembicara dan pelaksana seminar. Ada yang mengusulkan dari Praktisi Manajemen Migas, Insinyur, Geosaintis, dan Pihak Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA), yang jelas narasumber berasal dari komunitas PMA ini. Sementara untuk pelaksanaan alias EO, rencana akan dihandle oleh Geosaintis Muda Aceh (GMA).
Seorang Geolog muda, yang juga junior saya, Bung Muhammad Iqbal (Geologi USK 2014) mengusulkan ide tema yang akan diangkat, yaitu : Alih Kelola WK “B” : Urgensi, Kesiapan dan Masa Depannya. Tema ini lebih lanjut ditanggapi oleh Bpk Mulyawan selaku pemangku di BPMA, dengan memunculkan pertanyaan penting: 1. Seberapa pentingkah alih kelola WK Blok B ke BUMA, 2. Memang kita sudah siap? 3. Mau ke mana masa depannya? butuh eksplorasi lanjut? atau cuma nikmati sisa-sisa gas, 4. Apa yang kita perlukan untuk bisa saling sinergi 5. Multiplier efeknya ada? seberapa besarkah? Lebih jauh, ditambahkan menjadi 6 pertayaan oleh Bpk Eddy Kurnia yang notabenenya rekan Bpk Mulyawan di BPMA. Kira-kira pertanyaanya : BUMA alone atau opsi Join BUMA – Pertamina lebih baik?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini, bagi saya adalah upaya menemukan jawaban kira-kira seperti apa tindakan di masa mendatang untuk mengelola migas ini ke arah lebih tepat. Pandangan subjektif saya, pertanyaan ini merangkum konsepsi general dari banyak kalangan. Sebuah pembentukan pola antara masa lalu, saat ini, dan masa depan bagaimana semestinya mengelola Blok B tersebut.
Apa, bagaimana, dimanana, kemana, siapa, dan kapan (5 W + 1 H) merupakan cara membangun pertanyaan kritis tentang apapun manajemen migas di Blok itu secara objektif. Sehingga menggugah semangat pencarian jawaban dan rumusan solusi yang dapat dijadikan pertimbangan keputusan bagi pemangku kepentingan. Semua pihak diharapkan mampu berfikir secara jernih, menangkap segala gagasan kemungkinan apa yang mesti dilakukan, sampai pada pemilihan mana yang harus ditempuh terlebih dahulu dan mana dieksekusi kemudian.
Point pertanyaan tentang Pengambil alihan WK Blok B ke Pemerintah Aceh dirasa sangat penting. Namun perlu langkah yang tepat setelah pengambil alihan tersebut, yakni sebuah kajian komprehensif aspek teknis dan non-teknis, sehingga kawasan itu layak atau tidak untuk dikelola. Jika itu layak, maka dapat diserahkan ke Badan Usaha, dalam hal ini mesti mengacu pada regulasi kekhusuan Aceh.
Memang persepsi khalayak selalu menekankan agar dikelola oleh Aceh itu sendiri, mungkin dengan alasan Aceh harus mandiri di bidang migas, supaya distribusi kekayaan tetap di Aceh. Alasan ini dapat diterima, akan tetapi harus diperkuat lagi dengan data-data yang mendukung bahwa Aceh memang bisa mengelola itu secara mandiri. Jika tidak bagaimana? Sebuah umpan balik yang tidak main-main. Sebab, industri migas sebagaimana kita ketahui sangatlah kompleks.
Jika dengan segala data-datanya memungkinkan untuk dikelola secara mandiri, timbul lagi pertanyaan Apakah kita sudah siap? Bagi saya pribadi, pertanyaan ini memastikan bahwa kita mesti jujur apa adanya untuk bersikap ya atau tidak siap. Pemerintah Aceh harus jujur dengan segala regulasi yang sudah ada maupun belum dibuat, BUMD alias BUMA juga demikian, harus sejujurnya mengakui apa yang kurang dan perlu diperbaiki untuk membangun bisnisnya, terutama visinya.
Sementara disisi lain, rakyat Aceh harus bijaksana mengelola antara harapan dan realita yang dihadapi dalam industri migas, sikap untuk membangun argumen dan kritikan bermutu sangat diperlukan guna mencapai cita-cita kesejahteraan itu. Di lain hal, para peneliti mesti didorong untuk terus melakukan riset terkait Blok itu, sehingga akan melahirkan terobosan inovatif dan kreatif yang dapat dijadikan bahan keputusan para pihak.
Apa yang berkaitan di lapangan tentang kondisi geologi bawah permukaan adalah faktor penentu dari segala hal yang dibicarakan pada redaksi sebelumnya. Karena disanalah tempat keberadaan migas atau tidak. Dengan teknologi dan data-data yang sudah ada bertahun-tahun masih menjadi patokan mengkaji wilayah ini memunculkan pertanyaan: cukupkah? atau perlu eksplorasi lebih jauh untuk mendapatkan data-data terbaru dengan perkembangan teknolgi canggih hari ini?
Ini PR bagi pemangku kepentingan untuk menemukan solusi, apakah tetap berpatokan dengan yang lama atau justru melakukan sesuatu yang baru. Persoalan ini notabenennya mengarah pada penelitian geosains oleh para ilmuwan. Butuh modal besar dan keberanian mengambil keputusan. Sebab, jutaan dollar akan dipertaruhkan demi pengembangan riset migas, disamping peningkatan keilmuan. Keterbukaan akses dan sinergisitas adalah kunci meraih keberhasilan dalam tahapan ini.
Keberhasilan penemuan cadangan dan hitungan layak adalah hal yang menjadi dambaan semua pihak. Sebab, akan tercipta Multiplier efek, dimana lapangan kerja terbuka, ekonomi maju, dan pendapatan daerah meningkat, sehingga dapat mendatangkan kesejahteraan. Kesedihan berganti kegembiraan, tangisan berganti gelak tawa, kekecewaan berganti kesenangan, dan senyum sumringah serta gairah semangat adalah lambang kebahagian yang dapat dirasakan. Semua demi negeri kita, Aceh.
Kenyataan sekarang adalah Pemerintah Aceh memberikan kepercayaan kepada BUMA, PT. Pembangunan Aceh alias PT. PEMA. Pertayaan umum yang muncul adalah apa benar-benar sanggup PT. PEMA mengelolanya ? Ah, yang benar saja? Apakah mereka ingin berjalan sendiri atau join kolaborasi? Oh ya? Atau apa kira-kira yang realistis bagi PT. PEMA lakukan terhadap Blok B ini?
Jawabannya adalah kembali kepada manajemen dan sikap yang akan mereka lakukan untuk mewujudkan ribuan harapan masyarakat Aceh. Butuh sebuah visi yang kuat untuk menakhodai kapal bisnis kemana akan berlayar, mengantisipasi karang tantangan, hingga mampu berlabuh pada kemajuan yang dicita-citakan. Semua penumpang dan awak kapal mesti selalu siap siaga dengan segala hal, hujan dan hantaman badai krisis, semua dituntut kesadaran seperti apa mestinya bertindak sebagai sebuah kesatuan dalam kapal organisasi. Bila perlu, dibutuhkan reformasi dan penyegaran, apakah kapten diganti, penumpang/awak dievaluasi, atau kapal diperbarui?
Jika saat ini baik-baik saja, maka kapal berlayar ke arah tepat, pelabuhan di depan sedang menanti. Namun mesti tetap selalu siap antisipasi agar tak menghantam karang, lalu tenggelam, menyebabkan rakyat Aceh di seberang berduka, sedih, bahkan bisa saja kecewa, lalu mencari-cari siapa yang mesti disalahkan kenapa kapal bisa tenggelam. Bukannya tindakan apa yang patut diberikan untuk bisa menolong dan memberikan bantuan. Maka sebelum kapal bisnis bergerak terlebih jauh, diperlukan kesiapan bekal berupa gagasan dan masukan para pihak yang menjadi pertimbangan.
Bahwa bisnis migas disana penuh pertarungan resiko. Bila dirasa tak sanggup berjalan sendiri, maka perlu menggandeng perusahaan-perusahaan terkait menggarap eksplorasi dan produksi migas. Mengingat, zaman now istilah milenial adalah eranya kolaborasi dan seirama membangun negeri. Kira-kira begitu apa yang bisa saya coret-coret, mohon maaf apabila keliru. Salam perubahan!