Biro Penerangan Aceh Merdeka: HUT Bhayangkara Bukan Budaya Kita
THEACEHPOST.COM | Denmark – Biro Penerangan Aceh Merdeka, Sjukri bin Ibrahim atau akrab disapa Wareeh, menyayangkan adanya pengadaan konser Bhayangkara Fest 2024 di Taman Ratu Safiatuddin Banda Aceh pada malam peringatan 1 Muharram 1446 H.
Wareeh meminta pihak yang mengadakan event Bhayangkara Fest 2024 dengan mengadakan konser pada malam 1 Muharram 1446 H untuk lebih berhati-hati.
“Tahun baru umat Islam di seluruh dunia biasanya diisi dengan acara-acara keagamaan dengan maksud dan tujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tapi hal ini berbalik terjadi di Aceh, sangat disayangkan dan menyakitkan hati jutaan umat Islam lainnya,” ujar Wareeh dalam siaran pers yang diterima Theacehpost.com, Banda Aceh, Rabu (10/7/2024).
Wareeh menyatakan bahwa Provinsi Aceh dijuluki Serambi Mekkah, dimana dulunya Aceh menjadi tempat para syuhada, aulia dan orang-orang salih yang paham akan agama Islam dan berani menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar seperti yang dicontohkan oleh Sultan Iskandar Muda.
“Sungguh indatu (leluhur) kita akan menangis melihat tingkah laku generasi Aceh sekarang. Janganlah kita mengundang bala (azab) di tanah Serambi Mekkah, karena dari dulu Aceh kental akan agama Islam yang begitu kokoh,” ungkapnya.
Wareeh menegaskan, sejarah telah mencatat ada perjanjian mengikat antara rakyat Aceh dengan Pemerintah Indonesia, salah satunya terkait pelaksanaan syariat Islam yang menjadi keistimewaan Provinsi Aceh.
“Namun yang kini didapatkan hanyalah kebohongan dan penipuan terkait dengan perjanjian-perjanjian tersebut,” kata dia.
“Aceh adalah warisan untuk bangsa Aceh, warisan yang dimaksud tidak boleh bangsa lain yang menjadi tuan di tanah kita. Saya berharap kepada seluruh lapisan masyarakat Aceh untuk meningkatkan semangat kesadaran untuk menjaga warisan bangsa Aceh,” tambahnya.
Wareeh menegaskan, perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara bukanlah adat dan budaya bangsa Aceh.
“Mereka ini pihak Indonesia tidak pernah lelah untuk berusaha memisahkan agama dengan cara kehidupan masyarakat Islam Aceh, memisahkan agama dengan politik, agama dengan reusam dan lain-lain. Ini memang tidak kita lihat secara kasat mata, tetapi ini bisa kita lihat dari tatanan kehidupan sehari-hari bangsa Aceh,” ujar Wareeh.
Menurutnya, Aceh sekarang sudah jauh dari bangsa yang punya harga diri di mata orang luar, sehingga orang luar tidak segan-segan mengeruk hasil bumi dan merusak tatanan kehidupan di Aceh.
“Bangsa yang tidak punya harga diri akan mudah dijadikan hamba sahaya oleh bangsa lain seumur hidup di dunia. Bangsa Aceh sekarang sudah terkena penyakit amnesia (hilang ingatan) dan krisis identitas,” tutup Wareeh. (Akhyar)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News