Azwir Sebut Teknologi dan Dunia Digital Sebuah Keniscayaan, Saatnya Masjid Raya Baiturrahman Punya Saluran Media
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Founder Yayasan Cahaya Aceh, Azwir Nazar, berharap Masjid Raya Baiturrahman memiliki televisi (TV) atau saluran media yang bagus guna memancarkan syiar Islam.
Harapan itu disampaikan saat menjadi narasumber diskusi di Aula Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh pada Minggu, 18 April 2021 yang digagas Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Ikatan Siswa Kader Dakwah (Iskada).
“Narasi tentang İslam dan Aceh harus dimulai di mimbar dan menara menara masjid. Kita harus menghadirkan lagi Islam yang rahmatan lil’alamin. İnsyaAllah kita terus berbuat, memberi contoh dan saling menguatkan,” ujar mantan Presiden Pelajar İndonesia (PPI) itu.
Menurutnya, Aceh harus kembali menjadi referensi Islam, bukan saja bagi nusantara, melainkan juga di Asia Tenggara dan dunia.
“Tugas kita menyiapkan generasi lebih baik, lebih hebat secara ikhlas, ikhtiar yang kuat dan saling mendukung,” pintanya.
Pada kesempatan tersebut, Azwir juga menceritakan mengenai Turki sebagai magnet persatuan İslam yang progresif.
Langkah-langkah yang sederhana, konsisten, kebersamaan dan nasionalisme, menurut Azwir, telah menjadi spirit perubahan besar.
Ada beberapa hal menarik puasa di Turki terutama sebelum Covid-19.
“Kalau puasa tiba, saya sengaja datang dari Ankara ke Istanbul untuk bisa shalat tarawih di Masjid Muhammad Sultan Al Fatih, sang penakluk Konstantinopel. Nasihat tarawihnya tak panjang, tapi langsung menusuk,” katanya.
Penceramah di sana, lanjut Azwir, hanya menyebutkan, “telah datang pada kita bulan Ramadhan, bulan mulia penuh berkah. Memberi makan orang yang berpuasa itu anugerah besar.”
“Barangsiapa yang menolong dan memberi makan kepada mereka, maka sama seperti kaum Anshar dan Muhajirin masa Nabi. Berlomba-lombalah,” sambung penceramah.
Dari tausiah tersebut, Azwir mengungkapkan jika keesokannya masyarakat beramai-ramai melakukan hal tersebut.
“Jadi İslam harus diwujudkan dalam realitas sosial, sehingga betul-betul dapat dirasakan manfaatnya,” sebut alumni UIN Ar-Raniry itu.
Kemudian, lanjut Azwir, pemerintah mulai tingkat gampong/kecamatan (Bölge) di Turki tiap bulan puasa menyediakan teratak untuk berbuka puasa dan masyarakat boleh menyumbang.
“Pemerintah (Turki) pendorongnya. Jadi yang membutuhkan iftar akan antre dan datang ke sana. Termasuk para musafir atau pelajar mancanegara yang tinggal di situ,” katanya.
Lalu, saat buka puasa massal, terutama di depan Blue Mosque dan Hagia Sophia.
“Itu dahsyat sekali, mungkin ada 10 ribu orang yang buka puasa. Ada yang datang dari kecamatan-kecamatan dengan menggelar tikar dan menjaga kebersihan. Syiar demikian suatu hari saya pikir bisa kita lakukan di Masjid Raya ini,” sebut Azwir, yang juga mantan Ketum Iskada 2003-2005.
Jebolan komunikasi politik ini juga memetakan geopolitik umat İslam dunia.
Pengalamannya berkeliling dunia İslam, seperti Palestina, perbatasan Suriah, Libya, Mesir hingga Turki dan Eropa memberi sebuah pencerahan bahwa persoalan umat İslam sangat kompleks.
“Dunia Islam ini sangat luas, masing-masing punya problem sendiri, maka dari itu seorang dai harus punya visi dan wawasan luas. Kita butuh persatuan Islam. Teknologi dan dunia digital sebuah keniscayaan. Apa yang kita kerjakan di gunung atau laut pun selama ada akses internet, semua orang mengetahui dan merasakan,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua DPW Iskada, Ustaz Deni mengatakan acara diskusi serta disusul dengan buka puasa bersama tersebut merupakan sebuah kerinduan.
“Sejak lama kita ingin bersilaturahmi dan menghidupkan kembali diskusi keumatan dan keoslaman di Masjid Raya Baiturrahman. Alhamdulillah, baru sekarang terwujud, dan walaupun masih dalam suasana dunia yang dihantam pandemi, kita di Aceh harus terus memancarkan cahaya keislaman,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Iskada merupakan organisasi dakwah tertua di Aceh yang berbasis di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Para kader yang dibina sejak 1973 itu telah melahirkan para tokoh Aceh, di antaranya Abdullah Ujong Rimba, Aly Hasyimi, Sofyan Hamzah, dan A Rahman Kaoy. Mereka adalah para siswa berprestasi dari berbagai sekolah di Aceh. []