Anggota DPRA Ridwan Yunus: UUPA Belum Efektif Berjalan

DPRK Aceh Tamiang menerima kunjungan Tim Sosialisasi Undang-undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) Zona I dari DPR Aceh, Rabu, 8 Maret 2023.

Theacehpost.com | ACEH TAMIANG – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang menerima kunjungan Tim Sosialisasi Undang-undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) Zona I dari DPR Aceh dan memfasilitasi Sosialisasi Draf Perubahan UUPA, Rabu, 8 Maret 2023.

banner 72x960

Kunjungan tim sosialisasi ini diterima oleh Ketua DPRK Aceh Tamiang Suprianto ST dan Wakil Ketua Fadlon SH, di Ruang Kerja Ketua DPRK Aceh Tamiang. Pada kesempatan itu tim sosialisasi menjelaskan maksud kunjungan yaitu untuk menyosialisasikan draf perubahan UUPA dan menjaring aspirasi dari beberapa wilayah dengan tatap muka dan diskusi interaktif dengan perserta dari tokoh masyarakat, ulama, akademisi, LSM, partai politik, dan undangan lainnya.

Tim sosialisasi UUPA Zona I mencakup wilayah Bireuen, Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang. Tim tersebut bertugas menyosialisasikan draf perubahan UUPA yang dikoordinir oleh Ketua DPRA Saiful Bahri dan diketuai oleh Mawardi M SE, serta H Ridwan Yunus SH sebagai Sekretaris.

Suprianto dalam sambutannya menyampaikan, setelah keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tentang revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh berdampak pada revisi aturan tersebut.

“Revisi UUPA bertujuan untuk penguatan sesuai semangat yang terkandung dalam MoU Helsinki, 15 Agustus 2005,” ucapnya.

Diharapkan dana otonomi khusus Aceh diperjuangkan agar tetap diberikan oleh Pemerintah Pusat demi pembangunan di Aceh.

Sementara itu, Ridwan Yunus menjelaskan bahwa selama ini UUPA belum efektif berjalan seperti yang diharapkan. Ada beberapa ruang lingkup penguatan dan perubahan UUPA yaitu penguatan kewenangan Pemerintah Aceh, penguatan pendapatan Aceh, dan perubahan aspek regulasi. “Masih belum berjalan, terkesan enggan dilepaskan,” imbuhnya.

Penguatan kewenangan Pemerintah Aceh antara lain perdagangan luar negeri secara langsung, penguatan keberadaan lembaga mukim dan gampong, pengelolaan pelabuhan laut, dan bandar udara yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh dan persetujuan-persetujuan internasional dilakukan dengan berkonsultasi dan persetujuan Pemerintah Aceh.

Penguatan pendapatan Aceh antara lain pengelolaan sumber daya laut dari 12 mil menjadi 200 mil, skema baru dalam transfer dana otonomi khusus, pengelolaan, dan kepemilikan aset di Aceh dan realisasi pembagian hasil sumber daya alam seperti minyak, gas dan mineral dan batu bara.

Mengenai aspek regulasi, hal yang menjadi pembahasan adalah regulasi yang mengatur tentang kewenangan yang bersifat nasional di Aceh perlu direvisi kembali. Contohnya Bab XXIX Pertanahan di mana Pemerintah Aceh atau pemerintah kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus peruntukan, pamanfaatan dan hubungan hukum berkenaan dengan hak atas tanah. Kemudian mengakui, menghormati, dan melindungi hah-hak yang telah ada termasuk hak-hak adat sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang diatur dengan Qanun Aceh, agar dapat sesuai dengan butir-butir perjanjian MoU Helsinki. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *