Fatwa MPU Aceh: Haram Menghilangkan dan Merusak Situs Sejarah dan Cagar Budaya

Salah satu situs sejarah terbengkalai di Banda Aceh. (Foto: Istimewa)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Kondisi situs sejarah dan cagar budaya Islam di Aceh, termasuk smakam para ulama dan umara Kerajaan Aceh Darussalam yang terlantar, bahkan sengaja dimusnahkan dalam proyek-proyek pembangunan modern telah memicu keprihatinan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.

banner 72x960

Beberapa waktu lalu, publik Aceh digemparkan dengan dibangunnya proyek nasional pembuangan tinja manusia di kawasan bersejarah berisi ribuan situs makam ulama dan umara Kerajaan Islam Aceh Darusalam di kawasan Istana Darul Makmur, Gampong Pande, Banda Aceh.

Kemudian, hari ini, Rabu, 10 Februari 2021 Aceh kembali digegerkan dengan berita pemusnahan situs makam para raja dan ulama dalam proyek pembangunan Tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) di kawasan Kajhu, Aceh Besar.

Baca juga: Makam Raja dan Ulama Aceh Terancam Proyek Tol Sibanceh

Berangkat dari keprihatinan tersebut MPU Aceh secara resmi menerbitkan Fatwa tentang Pemeliharaan Situs Sejarah dan Cagar Budaya dalam Perspektif Syariat Islam, pada Rabu, 10 Februari 2021.

Fatwa MPU Aceh Nomor 5 tahun 2020 yang diterbitkan itu isinya antara lain, hukum menghilangkan, merusak, mengotori, dan melecehkan nilai-nilai cagar budaya Islami adalah haram.

Fatwa MPU Aceh juga menyatakan bahwa hukum menjual, membeli, menguasai, dan menadah benda-benda yang termasuk dalam cagar budaya secara ilegal adalah haram.

Kemudian dalam fatwanya, MPU Aceh menetapkan tausiah, di antaranya yaitu agar pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten kota melestarikan dan tidak menggusur situs sejarah dan cagar budaya dalam rangka pembangunan di Aceh.

Dalam Fatwa MPU Aceh tersebut, juga ditetapkan beberapa tausiah dan teknis lainnya untuk pemerintah Aceh dalam rangka penyelamatan dan pelestarian situs sejarah dan cagar budaya Islam di Aceh yang hampir musnah.

Di antaranya adalah agar pemerintah Aceh melahirkan Qanun Situs Sejarah dan Cagar Budaya, serta mensosialisasikan dan menetapkan nilai-nilai situs sejarah dan cagar budaya Aceh sebagai muatan lokal yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan di Aceh.

Baca juga: DPRK Banda Aceh Tinjau Situs Bersejarah yang Terbengkalai

Sementara itu, Ketua Darud Donya Aceh, Cut Putri mengapresiasi MPU yang telah menerbitkan fatwa Nomor 5 Tahun 2020 tersebut.

“Kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada MPU Aceh yang telah menyambut baik usulan kami untuk mengeluarkan fatwa tersebut”, kata Cut Putri.

Menurutnya, sejak dahulu Aceh dikenal seluruh dunia sebagai kawasan para ulama penyebar Islam. Bahkan dari Aceh lah Islam telah menyebar ke seluruh Asia Tenggara dan melayu nusantara.

“Hal ini terbukti dalam sejarah besar Aceh dan adanya situs sejarah makam para ulama dan umara yang tersebar di seantero Aceh, sehingga disebut sebagai Tanah Aulia dan Tanah Syuhada. Maka kewajiban kita untuk memperjuangkannya,” sebut Cut Putri, Rabu, 10 Februari 2021z

Sebelumnya Darud Donya telah bersilaturrahmi kepada MPU dan membahas kondisi situs sejarah dan cagar budaya di seluruh Aceh termasuk situs makam para ulama, raja dan umara, yang umumnya terbengkalai dan musnah.

Darud Donya memohon kepada MPU bahwa perlu adanya fatwa ulama untuk melindungi situs sejarah Aceh.

Usulan itu kemudian disambut baik dan ditindaklanjuti oleh MPU dengan mengadakan Sidang Paripurna-V Majelis Permusyawaratan Ulama Seluruh Aceh tahun 2020.

Dalam persiapan acara, Darud Donya turut diundang menyampaikan makalah dan memaparkan kondisi miris situs sejarah Islam di hadapan para ulama seluruh Aceh.

Kini dengan adanya Fatwa MPU Aceh, maka perlindungan situs ke depannya diharapkan akan lebih terjaga.

Lihat juga: FOTO: Menilisik Proyek IPAL di Makam Para Raja

Pemerintah Aceh maupun pemerintah kabupaten dan kota bisa menjadikan fatwa MPU tersebut sebagai pedoman penyelamatan situs sejarah di Aceh.

“Majelis Ulama Indonesia provinsi lainnya di seluruh Indonesia, juga dapat mengikuti jejak MPU Aceh, untuk mengeluarkan Fatwa Perlindungan Situs Sejarah dan Cagar Budaya di provinsi masing-masing, mengingat banyaknya bukti sejarah kebesaran Islam di seluruh nusantara yang kini berada di ambang kemusnahan,” pinta Cut Putri.

“Karena semua situs sejarah penting itu telah merekam jejak kegemilangan Islam di bumi nusantara, sebagai warisan yang tak ternilai bagi dunia melayu dan seluruh dunia Islam,” tutupnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *