Tu Sop Jelaskan Konsep Kepribadian Manusia
Theacehpost.com | BIREUEN – Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab mengatakan bahwa kaya atau miskin bukan lah jaminan bahagia. Kunci kebahagiaan menurut ulama yang akrab disapa Tu Sop Jeunieb ini adalah kepribadian.
Hal itu disampaikannya saat memberi tausyiah motivasi dalam pertemuan ketiga “Pemuda Kader Dakwah” yang diikuti oleh dua ratusan tokoh pemuda dari 12 Gampong di Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, 15 Januari 2021.
Hadir dalam pertemuan ini yaitu Tgk Nasruddin Judon (Abi Nas), Ketua Pengurus Wilayah Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Bireuen, Tgk Muhammad Yusuf Nasir (Abiya Jeunieb) Pimpinan Dayah Rauhul Mudi Al-Aziziyah dan Kapolsek Jeunieb, AKP Soeharto.
Dalam pertemuan ini, Tu Sop banyak mengulas tentang konsep kepirbadian. Menurut Tu Sop, bahwa kesuksesan dan kebahagiaan seorang manusia modalnya adalah kepribadiaan. Kaya atau miskin tidak menentukan bahagia, selamat dunia akhirat dan masuk surga.
Tu Sop menjelaskan bahwa yang kaya maupun miskin boleh masuk surga maupun ke neraka. Karena tidak ditentukan oleh kemiskinan atau kekayaan, susah atau senang dalam kehidupan dunia.
“Yang menentukan kebahagiaan manusia adalah kepribadiaan. Sehingga ulama dahulu ketika berbicara tentang kebahagiaan, mereka menulis dengan judul “kaifiyatussa’adah”, unsur-unsur, syarat-syarat atau rukun-rukun kebahagiaan. Yang membuat manusia bahagia dunia dan akhirat itulah kepribadian,” kata Tu Sop.
Oleh sebab itu, tambah Tu Sop, maka Rasulullah diutus untuk memperbaiki akhlak manusia. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa misinya diutus oleh Allah SWT sebagai Rasul adalah, “Li utammimal makarimal akhlak”.
Maka itu, kata Tu Sop, hidup bahagia di dunia sangat tergantung kepribadian seseorang. Bahwa Cantik atau ganteng kepribadian lebih penting dari mempercantik fisik. Orang baik akal lebih baik dari pada baik tubuh.
Maka, kata Tu Sop lagi, hal yang paling penting adalah memperkaya kepribadian. Orang Islam dulu hebat dulu karena kepribadian. Dalam rumah tangga tidak akan ada kebahagiaan kalau tidak ada akhlak. Disitulah awal kesuksesan dan awal kemajuan.
Pribadi yang baik, kata Tu Sop adalah yang memiliki kondisi jiwa atau perasaan yang baik, dan itulah kepribadian. Menurutnya, sikap dan perilaku seorang manusia itu adalah pencerminan dari perasaan.
“Ketika kita marah maka itu adalah luapan dari perasaan hati. Maka akhlak adalah kemampuan kontrol perasaan. Kemampuan kontrol selera. Menjadi pribadi yang normal. Normal itu adalah normal kepribadian. Dalam akhlak Islam itu disebut ‘adalah atau keadilan,” terang Tu Sop.
Tu Sop menerangkan bahwa manusia yang berlaku ‘adalah disebut dengan adil. Sementara itu sosok yang adil secara totalitas, paling sempurna, nomor satu adalah Rasulullah SAW. Beliau adalah sosok yang paling normal. Selalu mampu menjaga keseimbangan.
Orang yang tidak normal dia akan serba salah. Cepat marah dan sebagainya. Revoluasi mental itu sebenarnya harus menekankan pada akhlak. Maka, kata Tu Sop, akan omong kosong revolusi akhlak kalau manusia tidak diisi dengan ilmu juga tentang akhlak.
Tu Sop menambahkan, bahwa bagaimana kita mengisi diri kita dengan ‘adalah ini adalah keseimbangan. Orang terjangkit penyakit itu, sering terjadi karena tidak ada ‘adalah dalam makanan, misalnya, makan yang seimbang adalah dengan mengontrol selera. Manusia akan kena penyakit jika tidak adil dalam mengatur makanan. Jadi, kata Tu Sop, adil itu bukan hanya soal pembagian uang.
Manusia yang bagus kepribadian itu adil. Maka dalam hal itu, Rasulullah diutus oleh Allah untuk menyampaikan konsep iilmu dalam mengatur atau membentuk kepribadian manusia.
“Ilmu itu menjadi garis-garis supaya manusia menjalani kehidupan dengan seimbang,” kata Tu Sop yang juga Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb Bireuen ini.
Maka oleh sebab itu, kata Tu Sop, dalam Islam adailmu halal dan haram, itu semua untuk kepentingan manusia. Maka kita disuruh shalat, zikir. Itu semua untuk membentuk kepribadian mansuia. Agar layak menjadi penghuni syurga.
Orang yang adil punya kepribadian bahagia di dunia dan akhirat. Terserah bagaimana kondisi dunia. Tu Sop mengumpamakan, bahwa kalau ada air, dia bisa berenang, kalau kering dia bisa jalan. Itu normal.
Maka ilmu fardhu ‘ain itu, kata Tu Sop, termasuk ilmu untuk membentuk kepribadian. Menurutnya, hal tersebut sering terlupakan.
“Kita jangan mengira bahwa ilmu agama itu hanya cukup dengan kita bisa shalat, bisa puasa maka sudah selesai. Bukan itu saja. Belum selesai. Maka kita perlu belajar. Untuk siapa, untuk diri masing-masing. Kita mengaji satu dua kali dalam forum ini adalah untuk mendapat rumusan hidup, belum menghasilkan isi. Maka perlu mengaji terus menerus. Ini yang kita sampaikan hanya rumusan,” imbuhnya.
Tus Sop melanjutkan, kapan maniusia bisa adil? Pertama, jika ia bisa berkepribadian normal, tidak over akting, kelewat agresif dan juga tidak pasif. Tidak kelewat batas atau kelewat kurang. Tidak terlaku keras atau lemas. Keras perlu, tapi kalau kelewatan maka pecah.
Maka, di sini lah konteksnya kita diberikan akal oleh Allah. Akal ini untuk melakukan atau membuat pertimbangan-pertimbangan dengan bahan bakunya yaitu ilmu. Itu baru manusia selamat.
Artinya, kemampuan manusia mengikuti pertimbangan tidak tergoda atau terdorong oleh perasaan. Setiap keputusan adalah sikap hasil dari pertimbangan, bukan hasil dari emosi tanpa pertimbangan. Maka di situ lah manusia membutuhkan ilmu.
“Maka para ulama membuat hukum, haram, halal, wajib, mudah, makruh, sunah. Orang yang mampu melaksanakan kewajibannya, itu berarti dia sudah normal. Sementara yang tidak melakukan kewajiban itu pertanda ia memiliki kepribadian yang tidak bagus,” pungkasnya. []