Mengkritik Film Bukan Berarti Tersinggung: Klarifikasi Tgk. Umar Rafsanjani terhadap Drama Bidaah

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh — Kritik terhadap sebuah film tidak selalu bermula dari rasa tersinggung secara personal. Hal ini ditegaskan oleh Tgk. Umar Rafsanjani dalam tanggapannya terhadap drama Malaysia berjudul Bidaah. Menurutnya, kritik yang disampaikan bukan karena merasa terpojok atau tersindir, melainkan dilandasi kekhawatiran serius terhadap penyimpangan pemahaman masyarakat mengenai konsep bid‘ah dalam Islam.

banner 72x960

Tgk. Umar menyoroti bagaimana film tersebut menggambarkan simbol-simbol keulamaan, khususnya ulama sufi, secara tidak adil dan cenderung menyudutkan. Ia menegaskan bahwa kritiknya bukan ditujukan pada alur cerita yang mungkin saja terjadi dalam kehidupan nyata, melainkan pada cara film itu menggeneralisasi karakter ulama sufi dan mengarahkan opini publik seolah-olah kelompok tersebut menjadi penyebab kerusakan sosial, sementara paham Wahabi diposisikan sebagai penyelamat.

Menurutnya, pendekatan tendensius seperti itu berbahaya karena mempermainkan persepsi umat terhadap konsep bid‘ah. Film tersebut, kata Tgk. Umar, menyederhanakan bid‘ah sebagai dosa moral, setara dengan perbuatan haram seperti zina, mabuk, atau perilaku menyimpang lainnya. Padahal, dalam diskursus Islam, bid‘ah adalah persoalan teologis yang dinilai berdasarkan dalil dan sering kali menjadi ranah khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara para ulama. Tidak semua bid‘ah tergolong sesat (bid‘ah dhalalah), dan banyak di antaranya justru dinilai sebagai bid‘ah hasanah (baik) yang membawa kemaslahatan.

Komitmen terhadap Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Tgk. Umar Rafsanjani dikenal sebagai tokoh yang konsisten dalam menegakkan nilai-nilai amar ma’ruf nahi munkar di Aceh. Ia merupakan bagian dari barisan terdepan Laskar Aswaja Aceh, yang aktif dalam berbagai aksi penegakan syariat Islam—seperti membubarkan konser yang dianggap melanggar norma, menggerebek praktik LGBT, merazia tempat-tempat maksiat, serta menegur anak muda yang berpakaian tidak sopan di ruang publik.

Lebih dari itu, Laskar Aswaja Aceh juga terlibat dalam pengawasan terhadap penyebaran aliran yang dianggap menyimpang seperti Wahabi, Syiah, dan Islam liberal. Dalam beberapa kasus, upaya pembubaran kajian yang dinilai menyimpang bahkan melibatkan ketegangan fisik, terutama saat menghadapi kelompok yang dinilai mengancam kesatuan umat.

Serangan dari Dua Arah: Wahabi dan Pembaca Judul

Ironisnya, setelah menyampaikan kritik terhadap film Bidaah, Tgk. Umar justru mendapat serangan dari dua arah: kelompok Wahabi dan sebagian publik yang hanya membaca judul tanpa memahami isi. Bahkan pernyataan Ustaz Abdul Somad (UAS)—tokoh yang selama ini dekat dengan Tgk. Umar dan pernah didampinginya saat berkunjung ke Aceh—ikut diseret dan dipelintir seolah-olah menjadi kritik terhadap dirinya. Padahal, kelompok Wahabi sendiri kerap mengkritik UAS secara terbuka. Ini menunjukkan betapa banyak orang mengambil kesimpulan tanpa membaca secara utuh dan mendalam.

Saatnya Menjadi Umat yang Cerdas

Kritik adalah wujud kepedulian terhadap kebenaran. Kritik Tgk. Umar Rafsanjani terhadap film Bidaah bukanlah ekspresi kemarahan, melainkan bentuk kegelisahan terhadap masa depan umat Islam yang berisiko disesatkan oleh narasi yang tidak adil dan bias dalam media massa.

Saatnya umat Islam menjadi lebih cerdas dan adil dalam menilai. Bukan hanya membaca judul, tetapi memahami isi. Bukan sekadar mengikuti arus, tetapi mengkaji substansi dakwah secara mendalam. Mari memahami konsep bid‘ah berdasarkan ilmu, bukan prasangka.

Semoga umat Islam semakin dewasa dalam bersikap dan para dai serta ulama yang istiqamah dalam jalan Ahlussunnah wal Jama‘ah senantiasa diberi kekuatan untuk menjaga umat dari fitnah akhir zaman.

Komentar Facebook