Aceh dalam Tekanan Efisiensi Anggaran

Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Dr Mukhlis Yunus SE MS. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Instruksi Presiden Prabowo agar seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah melakukan efisiensi anggaran akan sangat berdampak bagi pemerintahan daerah yang belum mandiri secara fiskal.

banner 72x960

Provinsi Aceh merupakan sebuah wilayah yang dikategorikan sebagai daerah yang belum mandiri secara fiskal. Kemampuan Aceh untuk membiayai kegiatannya sendiri masih sangat bergantung kepada bantuan pihak lain.

Melansir Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 Tahun 2024 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah, rasio kapasitas fiskal daerah Aceh sangat rendah, bahkan berada di urutan paling akhir dari 38 provinsi yang ada di Indonesia.

Keadaan ini diperparah dengan munculnya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 yang menyesuaikan kembali alokasi transfer ke daerah (TKD) pada tahun anggaran 2025, dimana anggaran TKD untuk Aceh dipangkas dari Rp 6,958 triliun menjadi Rp 6,640 triliun, atau berkurang sebanyak Rp 317,4 milyar.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Mukhlis Yunus mengatakan, pemangkasan TKD memberikan dampak yang sangat signifikan bagi Aceh mengingat betapa pentingnya dana tersebut dalam mendukung program pembangunan daerah.

“Sebagai bagian dari kebijakan fiskal pemerintah pusat, keputusan ini sebaiknya dilihat dalam konteks pengelolaan anggaran negara secara keseluruhan, namun perlu diingat bahwa pemotongan ini harus diimbangi dengan upaya lain agar daerah tetap bisa mempertahankan layanan dasar dan program-program strategisnya,” ujar Prof Mukhlis kepada Theacehpost.com, Banda Aceh, Sabtu (8/2/2025).

Menurutnya, pemerintah pusat perlu untuk memperhatikan keadilan dalam distribusi dana serta dampaknya bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Aceh. Dampak pemotongan anggaran tersebut akan terasa cukup membekas, terutama mengingat rendahnya tingkat kemandirian fiskal daerah Aceh.

Pemangkasan TKD ini, kata dia, akan mengurangi kapasitas Aceh dalam melaksanakan pembangunan dan memberikan layanan publik seperti infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.

“Keterbatasan sumber daya daerah yang bergantung pada dana dari pusat akan semakin memperparah kesulitan ini. Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah Aceh untuk mengevaluasi kembali skala prioritas dan mencari cara untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah,” jelasnya.

Aceh dalam Tekanan!

Guru Besar FEB USK, Prof Mukhlis Yunus, menyesalkan kondisi Aceh yang berada di urutan terakhir dalam hal kemandirian fiskal daerah, terlebih ketika kebijakan pemerintah pusat yang memangkas anggaran TKD, termasuk pos dana alokasi Otonomi Khusus (Otsus) Aceh.

“Aceh yang sangat bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat kini dihadapkan dengan tantangan besar dalam menjaga keberlanjutan pembangunan dan pelayanan publik,” ujarnya.

Prof Mukhlis mengatakan, pemotongan anggaran ini, terutama dana Otsus yang memiliki kontribusi penting untuk pembangunan Aceh pasca-konflik, akan semakin memperburuk kondisi keuangan daerah yang sudah sangat terbatas.

Kebijakan ini, kata dia, berisiko menghambat pencapaian tujuan pembangunan daerah, seperti penyediaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan penguatan ekonomi lokal.

“Penting untuk dicatat bahwa keberlanjutan pembangunan Aceh tidak hanya bergantung pada dana yang diterima dari pusat, tetapi juga pada upaya untuk memperbaiki dan memperkuat kapasitas fiskal daerah itu sendiri. Jika kemandirian fiskal tidak ditingkatkan, Aceh akan terus terjebak dalam ketergantungan fiskal yang tinggi dan sangat rentan terhadap kebijakan pemotongan anggaran,” tegasnya.

Menurut Prof Mukhlis, terdapat beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan untuk membuat Aceh keluar dari ketergantungan bantuan pembiayaan dari pihak lain. Beberapa langkah strategis itu diurutkan sebagai berikut.

– Optimalisasi sumber pendapatan daerah,  Aceh harus berusaha meningkatkan potensi pendapatan dari sumber-sumber lokal, seperti pajak daerah, retribusi dan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini bisa dimulai dengan mengidentifikasi sektor-sektor yang belum tergarap secara maksimal dan meningkatkan sistem administrasi pajak serta penagihan pajak yang lebih efisien.

– Diversifikasi ekonomi daerah, Aceh perlu menggali sektor-sektor lain yang dapat memberikan kontribusi ekonomi yang lebih besar, seperti pariwisata, pertanian dan industri kreatif. Peningkatan investasi di sektor-sektor ini bisa memperluas basis ekonomi dan meningkatkan pendapatan daerah.

– Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, pemanfaatan sumber daya alam yang ada harus dilakukan dengan bijak dan berkelanjutan. Sumber daya alam yang dimiliki Aceh, seperti minyak dan gas, pertanian, serta potensi pesisir, bisa menjadi aset penting jika dikelola dengan baik.

– Peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah, peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam merencanakan dan mengelola anggaran juga sangat penting. Sistem pengelolaan anggaran yang lebih transparan, efisien dan berbasis pada prioritas pembangunan akan membantu memastikan bahwa dana yang terbatas dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

“Sebagai solusi jangka panjang, Aceh perlu merumuskan strategi yang lebih mandiri dalam pembiayaan pembangunan. Sementara itu, dalam jangka pendek, dukungan dan dialog dengan pemerintah pusat untuk mencari jalan tengah, serta kemungkinan adanya kebijakan yang lebih adil dalam distribusi anggaran akan sangat diperlukan,” pungkasnya. (Akhyar)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook