TKD Aceh Menyusut Usai Kemenkeu Pangkas Anggaran, Berpotensi Langgar Hukum

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Husni Jalil SH MH. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memangkas anggaran alokasi transfer ke daerah (TKD), khususnya pemangkasan TKD untuk Aceh yang mencapai Rp 317,4 milyar lebih, dinilai berdampak cukup signifikan bagi pembangunan daerah.

banner 72x960

Kebijakan tersebut dianggap berpotensi mempengaruhi berbagai proyek infrastruktur serta layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Husni Jalil, menilai pemotongan anggaran TKD untuk Aceh tak hanya berdampak pada sektor pembangunan, tetapi juga berpotensi melanggar prinsip hukum dalam sistem perundang-undangan.

Ia menyebutkan, pemangkasan anggaran TKD ini dilakukan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK), bukan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atau revisi terhadap Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Secara hierarki perundang-undangan, keputusan menteri berada di bawah undang-undang. Jika ada kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, maka hal itu berpotensi melanggar hukum,” ujar Prof Husni kepada Theacehpost.com, Banda Aceh, Sabtu (8/2/2025).

Prof Husni menjelaskan, di dalam prinsip hukum dikenal asas lex superior derogat legi inferiori, yang berarti peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Dalam hal ini, kata dia, UU APBN memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

“Keputusan Menteri Keuangan termasuk ke dalam kelompok beschikking, yaitu keputusan yang dikeluarkan secara sepihak oleh eksekutif, sedangkan Undang-Undang APBN masuk dalam kategori regeling, yang dibuat oleh dua lembaga, yakni Presiden dan DPR. Jika kebijakan pemangkasan anggaran dilakukan hanya melalui keputusan menteri, dapat dianggap bertentangan dengan prinsip perundang-undangan dalam negara hukum,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Husni Jalil juga menyoroti aspek transparansi dalam kebijakan pemotongan anggaran ini. Menurutnya, perubahan anggaran seharusnya dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan adanya pemangkasan TKD ini, ia berharap Pemerintah Aceh dapat mencari solusi alternatif untuk menjaga kelangsungan proyek-proyek pembangunan strategis serta memastikan kebutuhan dasar masyarakat tetap terpenuhi.

Diberitakan sebelumnya, penerimaan Aceh dari pemerintah pusat pada tahun anggaran 2025 mengalami penyesuaian dari yang sebelumnya berjumlah Rp 6,958 triliun menjadi Rp 6,640 triliun.

Dari penyesuaian tersebut, masing-masing item yang dipangkas adalah alokasi anggaran Otonomi Khusus (Otsus) Aceh sebanyak Rp 156 milyar, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebanyak Rp 104,2 milyar, dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak Rp 56,3 milyar.

Total keseluruhan alokasi transfer dari pusat ke daerah Aceh yang dipotong mencapai Rp 317,4 milyar lebih.

Pemangkasan penerimaan ini sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2025, tertanggal 3 Februari 2025.

Menteri Keuangan menetapkan keputusan tersebut dengan pertimbangan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD tahun anggaran 2025.

Disebutkan dalam diktum kelima huruf b Keputusan Menteri Keuangan itu bahwa alokasi Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang dirinci menurut provinsi/kabupaten/kota mengalami penyesuaian sehingga menjadi Rp 4.309.582.640.000.

Tak hanya Otsus Aceh yang dipotong, tetapi DAU dan DAK Fisik juga ikut mengalami penyesuaian. Penyesuaian pagu anggaran alokasi DAU dan DAK Fisik untuk Aceh terlampir di dalam Keputusan Menteri Keuangan itu.

Mengutip lampiran tersebut, rincian alokasi DAU yang mengalami penyesuaian anggaran diantaranya meliputi DAU yang tidak ditentukan penggunaannya dan DAU yang ditentukan penggunaannya.

Penyesuaian DAU yang ditentukan penggunaannya adalah DAU untuk dukungan penggajian PPPK daerah, DAU untuk dukungan bidang pendidikan, DAU untuk dukungan bidang kesehatan, dan DAU untuk dukungan pembangunan sarana dan prasarana pemberdayaan masyarakat di kelurahan.

Total pagu alokasi DAU untuk Aceh yang ditetapkan setelah dilakukan penyesuaian adalah sebesar Rp 2.208.557.679

Sementara alokasi DAK Fisik yang mengalami penyesuaian meliputi bidang pendidikan, kesehatan, bidang air minum, sanitasi, dan bidang perlindungan perempuan dan anak.

Total pagu alokasi DAK Fisik untuk Aceh yang ditetapkan setelah dilakukan penyesuaian adalah sebesar Rp 122.745.459. (Ak/Ni)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook