Berhasil Kabur dari Kamboja, Korban TPPO Asal Aceh Disambut Haji Uma di Bandara Kualanamu
THEACEHPOST.COM | Lhokseumawe – Seorang korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berinisial MS (26), warga Kota Lhokseumawe, berhasil kembali ke Indonesia setelah melarikan diri dari tempat kerjanya di Kamboja. MS tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara, pada Minggu (2/2/2025).
“Alhamdulillah, saudara kita yang menjadi korban penipuan kerja dan TPPO berhasil melarikan diri dari Kamboja dan tiba di Bandara Kuala Namu setelah menempuh penerbangan dari Phnom Penh dan transit di Kuala Lumpur,” ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, H. Sudirman atau yang akrab disapa Haji Uma.
Ia menjelaskan bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan MS setelah yang bersangkutan berhasil kabur bersama dua warga negara Indonesia (WNI) lainnya.
Mereka langsung menuju Bandara Phnom Penh dan bersembunyi di musala bandara karena takut dikejar oleh pihak keamanan tempat mereka bekerja. MS dan teman-temannya hanya keluar sesekali untuk membeli makanan serta mencari informasi terkait pengurusan tiket penerbangan.
Saat berada di bandara, MS menghubungi keluarganya di Lhokseumawe serta Haji Uma. Ia sempat khawatir karena visanya sudah kadaluarsa satu hari. Namun, setelah berkonsultasi dengan pihak imigrasi, masalah itu dapat diselesaikan dengan membayar denda sebesar 10 dolar AS.
Pembelian tiket dilakukan secara daring dengan biaya dari keluarga. Haji Uma juga membantu menutupi kekurangan dana sebesar Rp2,5 juta, termasuk biaya transportasi. MS akhirnya terbang ke Kuala Lumpur pada pukul 18.00 waktu Kamboja, kemudian melanjutkan penerbangan ke Bandara Kuala Namu pada pagi harinya.
Setelah tiba di Kuala Namu, MS melanjutkan perjalanan darat ke Lhokseumawe menggunakan angkutan umum yang difasilitasi oleh Haji Uma.
Dalam perbincangan dengan Haji Uma di bandara, MS mengungkapkan pengalaman pahitnya selama bekerja di Kamboja. Ia dipaksa menjadi scammer yang bertugas mengkloning data dan melakukan penipuan terhadap warga Aceh serta masyarakat Indonesia secara umum. Karena menolak melakukan pekerjaan tersebut, MS kerap mendapat perlakuan kasar, bahkan disiksa menggunakan setrum listrik.
Selain itu, pihak yang menyekap MS sempat meminta tebusan sebesar Rp50 juta kepada keluarganya di Aceh. Mereka mengancam akan menghabisi nyawa MS jika uang tidak dikirim. Saat itu, pihak keluarga melaporkan kejadian tersebut dan meminta bantuan kepada Haji Uma.
Haji Uma berharap kasus MS dan kejadian serupa sebelumnya dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat Aceh agar lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri.
“Ini adalah kasus TPPO. Saya mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap berbagai ajakan bisnis atau pekerjaan di luar negeri, terutama di negara seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar. Apalagi jika pekerjaan itu bersifat ilegal atau tidak melalui prosedur resmi, karena banyak kasus serupa terjadi, baik di Aceh maupun di Indonesia secara umum,” pungkasnya. (Ningsih)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp