Ustadz Masrul Aidi Isi Kajian Rutin KWPSI: Tradisi Kita Hanya Melarang Zina, Mendekati Zina Dibiarkan!
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) kembali mengadakan kajian Islam rutin. Kali ini acaranya berlangsung di Masjid Baitul Muttaqin, Kopelma Darussalam, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, pada Rabu (29/1/2025) ba’da salat magrib berjamaah.
Edisi kajian kali ini dihadiri oleh para pemuda, umumnya para mahasiswa. Kajian Islam tersebut diisi oleh Pimpinan Dayah Babul Maghfirah Cot Keueng Aceh Besar, Tgk H Masrul Aidi Lc MA, dengan mengangkat tema kajian “Syariat Islam Melonggar, Prostitusi Beraksi?”
Pada kesempatan itu, Ustadz Masrul Aidi menyampaikan keprihatinannya dengan kondisi Aceh yang semakin hari semakin terbuai dengan pergaulan bebas.
Dua dekade yang lalu, kata dia, hampir tidak pernah terlihat di Aceh seorang laki-laki dan perempuan berboncengan duduk ngangkang di atas motor.
“Fenomena ini mulai marak terjadi pasca peristiwa tsunami Aceh, dimana banyak pendatang dari luar negeri, datang ke Aceh dengan membawa kebiasaan mereka, salah satunya berboncengan duduk ngangkang di atas motor,” ujarnya.
“Ketika pemandangan pergaulan bebas terjadi berulang-ulang, maka orang Aceh menganggap hal ini sebagai sesuatu yang biasa. Padahal 20 tahun yang lalu, jarang sekali ada yang terlihat seperti ini,” tambahnya.
Ustadz Masrul Aidi menyatakan, fenomena masuknya budaya pergaulan bebas paling marak terjadi di Banda Aceh dan Aceh Barat. Hal ini disebabkan karena dua daerah tersebut terdampak bencana tsunami, dimana banyak orang asing datang ke Aceh dengan membawa kebiasaan mereka sehari-hari.
“Sekarang, warga Aceh yang pertama mempraktekkan pergaulan bebas adalah mahasiswa dan mahasiswi yang merantau ke kota dan jauh dari orangtua. Ketika mereka pulang kampung, kebiasaan bebas ini ikut dibawa pulang juga. Ini perlu menjadi perhatian serius kita untuk menertibkan kebiasaan-kebiasaan bebas ini,” ungkapnya.
Menurut Ustadz Masrul Aidi, tradisi di Aceh selama ini yang ada hanyalah melarang zina, sementara perbuatan yang mendekati zina dibiarkan. Pemandangan laki-laki dan perempuan berboncengan sepanjang jalan, bermesra-mesraan, peluk-pelukan di tepi jalan, tidak ada yang melarang.
“Saya lihat kita ini justru memfasilitasi orang berzina. Kalau ingin mengantisipasi, seharusnya sebelum terjadi harus dihadang, tapi nyatanya dibiarkan. Ketika orang sedang berzina baru ditangkap, baru digrebek,” terangnya.
Ustadz Masrul Aidi juga mengatakan, realita yang terjadi selama ini, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) di Aceh kurang tegas dalam bersuara.
“Harusnya (MPU) bersikap. Kita harus bersikap dengan hal-hal kecil,” pungkasnya. (Akhyar)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp