Panwaslih Aceh: 149 TPS Rawan Praktik Politik Uang
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Panitia Pengawasan Pemilihan (Panwaslih) Aceh memetakan potensi kerawanan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjelang Pilkada 2024. Hasil pemetaan menunjukkan terdapat 149 TPS dengan riwayat praktik pemberian uang atau materi yang tidak sesuai ketentuan selama masa kampanye.
TPS rawan tersebut tersebar di berbagai kabupaten/kota, termasuk Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, dan Kota Subulussalam.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Panwaslih Aceh, Muhammad AH, menjelaskan bahwa pemetaan ini bertujuan mengantisipasi gangguan dan hambatan di TPS saat pemungutan suara.
Proses pemetaan melibatkan delapan variabel dan 25 indikator, mencakup 6.499 desa/kelurahan di 290 kecamatan dari 23 kabupaten/kota di Aceh, yang dilakukan pada 10–15 November 2024.
“Beberapa indikator utama kerawanan TPS meliputi penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang, politisasi SARA, netralitas penyelenggara, logistik, lokasi TPS, serta jaringan listrik dan internet,” ujar Muhammad dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024).
Muhammad menyebut enam indikator kerawanan yang paling banyak ditemukan, antara lain: adanya pemilih disabilitas dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), pemilih DPT yang tidak memenuhi syarat (seperti meninggal dunia atau alih status menjadi TNI/Polri), pemilih pindahan (DPTb), penyelenggara pemilu yang terdaftar sebagai pemilih di luar domisili TPS tempat mereka bertugas, kendala jaringan internet di lokasi TPS, serta potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Selain itu, ada 16 indikator kerawanan lainnya, seperti TPS di wilayah rawan bencana, kendala aliran listrik, kekurangan atau kelebihan logistik, lokasi sulit dijangkau, riwayat pemungutan suara ulang (PSU), kedekatan TPS dengan lembaga pendidikan, rumah pasangan calon, atau posko tim kampanye.
“Faktor lainnya termasuk praktik politik uang, keterlambatan distribusi logistik, intimidasi, kekerasan, kerusakan logistik, gangguan netralitas ASN/TNI/Polri, hingga wilayah rawan konflik dan kedekatan dengan area pertambangan atau pabrik,” jelasnya.
Muhammad juga menyoroti tiga indikator kerawanan yang lebih jarang terjadi namun tetap perlu diantisipasi, yakni riwayat penghinaan atau hasutan terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar TPS, petugas KPPS yang berkampanye untuk pasangan calon, serta TPS yang mendapat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara.
“Pemetaan ini memberikan informasi penting bagi semua pihak, termasuk Panwaslih Aceh, KIP Aceh, pasangan calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau pemilu, media, dan masyarakat, untuk mencegah potensi hambatan yang dapat merusak proses demokrasi,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut, Panwaslih Aceh telah merancang strategi pencegahan, seperti patroli pengawasan di TPS rawan, koordinasi dengan pemangku kepentingan, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, serta kolaborasi dengan pemantau Pilkada dan organisasi masyarakat.
“Panwaslih juga menyediakan posko pengaduan masyarakat di berbagai tingkatan, baik secara daring maupun luring,” sebutnya.
Hasil pemetaan ini lanjutnya, turut menjadi rekomendasi bagi KIP Aceh untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait, memastikan distribusi logistik tepat waktu, menjamin netralitas penyelenggara, dan mengutamakan akurasi data pemilih demi mewujudkan Pilkada yang demokratis dan bebas gangguan. (Ningsih)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp