Jaga Persaudaraan, Akan Terjaga 168.893 Suara Aceh Selatan

Akademisi dan Ketua Umum DPD BKPRMI Aceh Selatan, Rusdi Kurnia SPdi MPd.[Foto: Ist]

THEACEHPOST.COM – Dinamika sosial politik, pada prinsipnya merupakan upaya dalam  menumbuhkan kesadaran dan pemahaman politik masyarakat agar dapat berpartisipasi secara aktif, bertujuan menjaga dan menghargai keberagaman hak-hak demokrasi masyarakat. Praktek keberagaman hak demokrasi masyarakat adalah cara pandang dalam mengkonstruksikan akal pikiran ke dalam realitas politik di lapangan.

banner 72x960

Pepatah mengatakan “Rambut boleh sama hitam, akal pikiran bermacam-macam”, tak lepas dalam konteks pilkada dan pilgub saat ini, “suara demokrasi boleh sama, tapi pilihan tentu berbeda”.   Dalam masa pilkada dan pilgub, hal yang lumrah dilakukan oleh pemegang kepentingan adalah memobilisasi sebanyak-banyaknya kegiatan orang berkumpul di suatu tempat seperti di café, warung kopi, lapangan dan tempat lainnya guna menawarkan dan menjual dagangan politiknya secara massif. Yang sangat krusial, menawarkan dagangan politik oportunis di tengah-tengah masyarakat.

Selama pemegang kepentingan masih berselimut dengan demokrasi kapitalisme, maka politik oportunistis akan senantiasa menjadi dagangan laku menjelang Pilkada dan Pilgub. Aktornya adalah orang yang memiliki kepentingan, mereka terus menyuapi rakyat dengan visi misi serta berbagai janji dan argumentasi penggugah untuk meninabobokan hati masyarakat. Fenomena tersebut terus mengalir secara alami di setiap hari  sampai batas titik jenuh yang tidak ditentukan.

Perang Bahasa

pada momen berlangsungnya kampanye, biasanya politikus bermain peran dalam memberikan pemahaman (doktrin politik) kepada seluruh lapisan masyarakat. Modal utama yang mereka kedepankan adalah bahasa politik (language politics), hal ini mampu menghipnotis masyarakat lewat komunikasi bahasa yang disajikan oleh para actor politik, terkadang narasi yang disampaikan logis dan aktual menurut kemampuan mereka masing-masing, ada juga yang singkat, padat dan tepat, tetapi tidak terealisasi secara fakta di lapangan.

Hal yang demikian sering terjadi, karena Mazhab politik yang dianut lebih dari satu madzhab, artinya dengan berbagai upaya seribu langkah dan strategi jitu ala pinokio akan terus dilakukan oleh aktor ataupun pemangku kepentingan politik.

Dalam konteks menjelang pilkada serentak 2024 di Aceh Selatan, sebelum tanggal 27 November 2024 semua calon bupati dan calon wakil bupati berlomba-lomba dalam memeriahkan momentum pesta demokrasi Aceh selatan, mereka berkampanye layaknya seorang actor politik praktis, suara lantang dengan ekspresi wajah yang menggoda, ibarat artis di sinetron kisah cinta, terus berusaha berakting baik demi figure dan filmnya laku dan dapat diterima di kalangan masyarakat luas. Sementara  masyarakat berbondong-bondong memilih dan memilah putra daerah yang terbaik menurut hati nurani mereka, ada yang masih kebingungan yang mendalam dalam menentukan sikap pilihannya, karena mereka berasumsi satu suara yang mereka tentukan akan berdampak pada nasib Aceh Selatan  lima tahun mendatang.

Ada juga masyarakat sipil menentukan pilihan politik untuk kepentingan jabatan strukturalnya di pemerintahan, ada juga menentukan pilihannya untuk dapat menyala asap dapurnya. Beraneka ragam sudut pandang masyarakat dapat kita temukan dalam perhelatan akbar  lima tahunan pilkada Aceh Selatan.

Dalam konteks politik kekinian, di antara aktor politik terus berusaha memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat, ekspansi politik terus dikelola dengan sedemikian rupa, bahkan banyak diantara satu komunitas politik saling menjatuhkan komunitas politik lainnya demi kepentingan komunitas tertentu bukan demi kepentingan masyarakat Aceh Selatan, hal inilah dinamakan dengan perang politik, politik uang/ money politic, intervensi politik dan intimidasi politik. Dari empat kata ini lahirlah sebuah paradigma baru yang disebut dengan “politik busuk”.

Politik itu baik, jika cara mainnya baik. Disebut politik busuk karena aktornya yang busuk, yaitu perilaku aktor politik yang menghalalkan sejumlah cara untuk mencapai klimaks politiknya. Maka pada titik klimaks ini bermunculan aktor-aktor politik busuk dalam percaturan politik untuk memperoleh kekuasaan secara ilegal, menjegal lawan politik secara tak beradab, membentuk fitnah/opini public yang tidak sehat, mengintimidasi atau mengancam masyarakat, melakukan kecurangan-kecurangan demokrasi  dan lain sebagainya.

168.893 Suara Rakyat

Pergulatan politik di pilkada  Aceh Selatan terkadang saling jatuh menjatuhkan untuk kepentingan. Mereka mencurigai dan memandang fenomena dukungan sebagai kekuatan memusuhi dan mencaci pemegang kekuasaan.

Padahal, di tengah kuat dan makin menguatnya kesadaran kolektif  bahwa ketidakadilan dan korupsi adalah musuh bersama, ”168.893 Suara rakyat”  hanya sebuah konsekuensi logis yang tidak terhindarkan. Para pemegang kekuasaan perlu memahami fenomena ”168.893 Suara rakyat” sebagai pesan positif, kini dan seterusnya rakyat Aceh Selatan ingin melihat terwujudnya keadilan dan penggunaan kekuasaan yang bebas korupsi demi kesejahteraan rakyat Aceh Selatan.

Sebenarnya pesan ini amat positif dan menguntungkan para pemegang kekuasaan ke depan. Sebab, jika menanggapi pesan bahasa (teks) dan masukan itu dengan tepat, mereka akan terhindar dari perang melawan ”168.893 Suara rakyat”   yang akan terwujud saat para pemegang kekuasaan terus membuat ketidakadilan dan korupsi.

Para  pemegang kekuasaan menanggapi fenomena pasca pilkada hanya dengan argumen hukum formalistik. Para pemegang kekuasaan belum bisa memahami ”168.893 Suara rakyat”  sebagai berpadunya suara demokrasi Aceh Selatan yang ingin sejahtera dan bersama sama dalam memerangi ketidakadilan dan korupsi.

Para pemegang kekuasaan cenderung lamban dalam menanggapi fenomena ”168.893 Suara rakyat”. Laju pertambahan dukungan yang cepat pun tidak serta-merta dapat mengentak kesadaran pemegang kekuasaan (bupati terpilih) untuk mengerti bahwa rakyat berhimpun untuk bersama-sama memerangi musuh ketidakadilan dan korupsi.

Fenomena pasca pilkada  tidak berefek destruktif dan tidak berintensi negatif, sebaliknya justru berintensi positif (mengingatkan, memberi masukan, menyadarkan) karena itu dapat diharapkan berefek konstruktif.

Namun, dalam dukungan juga bisa terkandung kerawanan untuk berbiaknya intensi negatif dan efek destruktif. Pada perspektif ini dapat dimengerti betapa pentingnya para pemegang kekuasaan (bupati terpilih) menanggapi fenomena itu secara cepat dan tepat.

Jaga Persaudaraan dalam Pilkada Aceh Selatan 2024

Pilkada adalah momentum pesta demokrasi lima  tahunan, merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh rakyat Aceh Selatan, pada tanggal 27 November 2024 kita akan memilih pemimpin (bupati dan wakil bupati) Kabupaten Aceh Selatan di yang akan menentukan arah pembangunan dan kesejahteraan masyarakat ke depannya.

Namun, masyarakat harus sadar bahwa  di balik pentingnya Pilkada Aceh selatan, terdapat ujian terbesar bagi kita semua, yaitu ujian persatuan dan kesatuan umat yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah ali ‘imran ayat 103: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.

Pesan moral dari firman Allah menegaskan bagi kita semua untuk rakyat Aceh Selatan,  bahwa Allah Memerintahkan bagi kita untuk tetap bersatu di atas kebenaran, yaitu islam agama rahmatan lil ‘alamiin. Islam mengajarkan bagi kita untuk merawat agama Allah dengan cara memelihara lisan jelang pilkada Aceh Selatan.

Lisan yang terpelihara  sebagai wujud dalam menghindari putusnya silaturahmi  sesama saudara, karena banyaknya fitnah yang tersebar menjelang pilkada aceh selatan saat ini maka akan berdampak lahirnya konflik horizontal yang berkelanjutan, dan ini dapat membahayakan hubungan muammalat kita pasca pilkada. Sikap utama yang harus ada dalam diri kita masing-masing, jagalah marwah dan martabat politik di pilkada Aceh Selatan agar tidak mengedepankan kecurangan-kecurangan dalam berdemokrasi,    dan tidak bercerai-berai hanya karena perbedaan pandangan politik  atau kepentingan politik sesaat di pilkada.

Jadikanlah pilkada ini  sebuah ajang adu argumentasi sehat untuk kesejahteraan rakyat Aceh Selatan mendatang, sebuah ajang untuk berlomba-lomba dalam kebajikan dan mencari ridho Allah. Perbedaan pandangan dan pilihan politik sebuah hal yang wajar, namun kita harus menyadari bahwa persaudaraan Islam jauh lebih penting dan utama daripada perbedaan politik yang sifatnya sementara.

Yang tidak kalah pentingnya adalah Merangkai kata untuk perubahan sangatlah mudah, namun melaksanakan rangkaian kata dalam bentuk gerakan nyata merupakan hal yang sulit dilakukan. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk merobohkan pilar-pilar kepemimpinan partikularisme  yang menjadi penghambat utama lambannya pembangunan dan simpang siurnya sistem yang diterapkan, khususnya kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat suatu keputusan mutlak dalam  mengedepankan moralitas politik sebagai instrumen untuk keberlangsungan pilkada damai di Aceh Selatan.

Semoga Allah meridhoi langkah politik kita masing-masing. Dan semoga Allah memberikan kepada kabupaten Aceh Selatan sosok  Bupati dan wakil bupati Aceh Selatan yang  dapat memelihara persaudaraan, menjaga ruh  peradaban berdasarkan pada  keadilan yang merata untuk kesejahteraan kita semua. Allahumma Aamiin.

 

Penulis: Rusdi Kurnia SPdi MPd

Akademisi dan Ketua Umum DPD BKPRMI Aceh Selatan

Komentar Facebook