MaTA Pertanyakan Biaya Rumah Sakit dan Tuntut Transparansi Layanan Kesehatan

Koordinator MaTA, Alfian. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM | Lhokseumawe – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menyampaikan kritik tajam terkait biaya rumah sakit yang mencapai Rp20 juta, yang ditagihkan kepada keluarga korban penyiraman air keras.

banner 72x960

Dalam catatan kritis MaTA yang diterima Theacehpost.com, Rabu (23/10/2024), Alfian mempertanyakan transparansi biaya tersebut, mengingat berdasarkan penelusuran MaTA, tindakan medis yang dilakukan hanya berupa penanganan darurat sementara, bukan operasi.

MaTA menegaskan pentingnya transparansi dari pihak rumah sakit terkait penanganan pasien, khususnya bagi keluarga miskin. “Publik berhak mengetahui rincian biaya karena rumah sakit adalah bagian dari layanan publik,” ujar Alfian.

Selain itu, MaTA mendesak Penjabat (Pj) Wali Kota Lhokseumawe untuk turun tangan dalam memverifikasi masalah ini. Menurut MaTA, pemerintah kota memiliki tanggung jawab administratif dan moral untuk memastikan rakyatnya tidak menjadi korban biaya layanan kesehatan yang membebani.

“Kepekaan pemerintah kota tidak hanya sebatas kunjungan, tetapi juga harus memastikan layanan dan biaya yang diberikan tidak memberatkan, khususnya bagi keluarga miskin,” tambah Alfian.

DPRK Lhokseumawe juga menjadi sorotan MaTA. Alfian menyebutkan bahwa komisi yang membidangi kesehatan harus segera mengambil peran dalam menyelesaikan masalah ini.

“DPRK harus menunjukkan bahwa mereka benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan hanya formalitas semata,” tegasnya.

Lebih lanjut, MaTA menyarankan adanya kerja sama antara pemerintah kota dengan lembaga seperti LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk meringankan beban keluarga korban. Ini penting agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Di akhir pernyataannya, MaTA meminta eksekutif dan legislatif untuk mengubah gaya kerja mereka dalam menangani keluhan masyarakat, terutama kelompok rentan. “Bekerja hanya untuk keuntungan pribadi adalah gaya yang harus ditinggalkan,” pungkas Alfian. (Raja Baginda)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook