Rohingya di Aceh: Imigran atau Pengungsi, Mana Lebih Benar?

Dari kiri ke kanan, Protection Associate UNHCR Indonesia Faisal Rahman, Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna, dan Ketua AJI Banda Aceh Reza Munawir. [Foto: The Aceh Post/Akhyar]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh berkolaborasi dengan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Banda Aceh mengadakan diskusi bersama insan pers dan anak-anak muda untuk membahas isu terkini terkait kehadiran pengungsi Rohingya di Aceh.

banner 72x960

Diskusi yang bertajuk “Menggagas Perspektif Humanis Terkait Pengungsi di Aceh” dilaksanakan di halaman Sekretariat KontraS Aceh, Banda Aceh, Jumat (13/9/2024) sore.

Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna, menjadi pemantik pembuka gelaran diskusi tersebut. Pihaknya dari KontraS Aceh meyakini bahwa potensi kedatangan pengungsi dari luar negeri ke tanah rencong, khususnya pengungsi Rohingya, akan selalu ada.

Untuk itu, Husna mengajak insan pers maupun kawula muda lainnya agar melihat kedatangan para pengungsi ini dari sudut pandang yang jelas.

“Banyak dari kita membaca di media massa bahwa kedatangan mereka ke Aceh dikatakan sebagai kelompok imigran. Lantas, benarkah mereka layak kita sebut sebagai kelompok imigran? Ataukah kita harus menyebut mereka sebagai pengungsi? Ini sangat penting untuk kita pastikan di awal. Karena perbedaan dari dua kata itu saja sudah membuat sistem penanganannya berbeda di mata hukum,” ungkap Husna.

Peserta diskusi, terdiri dari insan pers dan kawula muda. [Foto: The Aceh Post/Akhyar]

Husna juga mengajak semua pihak untuk berhenti menggunakan istilah imigran kepada kelompok Rohingya yang mengungsi akibat dipersekusi dari negara asalnya.

Pada kesempatan yang sama, Protection Associate UNHCR Indonesia, Faisal Rahman, menjelaskan terminologi perbedaan status seorang imigran dengan pengungsi.

Imigran adalah orang yang berpindah dari negara bangsa asalnya ke negara lain dengan tujuan ingin menetap di sana. Fenomena imigran atau perpindahan orang ini disebabkan oleh banyak alasan, umumnya dilakukan atas inisiatif sendiri untuk berpindah, tanpa paksaan dan tanpa ancaman.

Imigran juga dibagi ke dalam dua kategori, yaitu imigran legal dan imigran gelap. Imigran gelap merujuk kepada orang-orang yang berpindah dan menetap di sebuah negara tanpa mengikuti peraturan imigrasi yang berlaku di negara tersebut.

Sementara pengungsi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang terpaksa harus meninggalkan suatu wilayah guna menghindari bencana atau musibah. Dalam konteks fenomena pengungsi di Aceh, pengungsi Rohingya keluar dari negara asalnya karena adanya ancaman serius yang membuat mereka terpaksa harus meninggalkan negara asalnya untuk menyelamatkan diri.

“Imigran itu konsep umum. Kalau pengungsi ini berpindah karena konflik, bencana, dan satu poin lagi tidak ada lagi perlindungan dari negara asalnya. Pengungsi itu statusnya legal bagi mereka untuk berpindah,” jelas Faisal Rahman.

Faisal mengatakan, pihaknya juga mendorong semua pihak agar merespons fenomena kedatangan pengungsi dari luar negeri ke Provinsi Aceh supaya ditangani sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Semua akan menjadi lebih baik ketika fenomena kedatangan kelompok pengungsi ini kita tangani sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Faisal.

Sementara itu, Ketua AJI Banda Aceh, Reza Munawir mengatakan, pihaknya mengajak insan pers, khususnya anggota AJI Banda Aceh maupun jurnalis dari organisasi lain maupun di luar organisasi profesi agar memberitakan pemberitaan yang akurat dan humanis terkait fenomena kedatangan pengungsi dari luar negeri ke Aceh.

Menurutnya, pers yang memiliki fungsi kontrol sosial oleh jurnalisnya perlu menjadi penghubung yang humanis antara rakyat dengan para pengungsi, sehingga bisa mencegah penyimpangan negatif di tengah masyarakat.

“Harus kita akui bahwa selama ini narasi negatif untuk menggerakkan demonisasi di tengah masyarakat itu memang terstruktur dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Kita sebagai wartawan tidak boleh terkecoh, jangan kita terjebak di dalam pusaran itu. Wartawan sejatinya itu verifikasi dan verifikasi. Ketahuilah bahwa pemberitaan yang kita terbitkan di media massa sangat berdampak besar terhadap arus pemikiran banyak orang,” demikian kata Reza Munawir. (Akhyar)

Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook