Kasus Kematian Janggal Hari Juanda di Bireuen Belum Terpecahkan, Uya Kuya Angkat Bicara
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Masih ingat kasus kematian janggal yang menimpa almarhum Hari Juanda di Kabupaten Bireuen, hingga hari ini kasus tersebut masih belum menemui titik terang, apakah murni laka tunggal atau ada unsur penyiksaan yang menyebabkan almarhum Hari Juanda meninggal dunia.
Teranyar, perkara dari misteri almarhum Hari Juanda itu kini telah mendapat sorotan penuh dari presenter kondang, Uya Kuya.
Bonita Rahayu, adik almarhum Hari Juanda, mendapat kesempatan untuk menjadi narasumber dalam sebuah podcast Lembaga Bantuan Uya yang disiarkan di kanal Youtube Uya Kuya TV.
Pada kesempatan itu, Bonita menjelaskan panjang lebar mengenai kondisi kakaknya saat awal ditemukan tergeletak tak sadarkan diri di Simpang Cureh, Kecamatan Kota Juang, Bireuen, hingga meninggal dunia.
Uya Kuya yang mendengar cerita pelik yang dialami keluarga almarhum Hari Juanda merasa tersentuh. Uya Kuya juga menyemangati Bonita Rahayu untuk terus berjuang mencari keadilan untuk kakaknya yang sudah meninggal dunia.
“Polres Bireuen, tolong untuk diatensi lagi dan bisa segera diselesaikan perkara ini. Jangan mau kalah dengan Polres-polres lain yang lebih cepat dalam mengungkap kebenaran kasus. Saya yakin Polres Bireuen bisa mengatasi perkara ini,” ujar Uya Kuya, sebagaimana dilansir dari kanal Youtube Uya Kuya TV.
Uya Kuya juga sama gusarnya seperti Bonita Rahayu ketika ada oknum kepolisian mencoba menghalang-halangi keluarga almarhum untuk memviralkan kasus almarhum Hari Juanda di sosial media.
Uya Kuya juga sama marahnya ketika ada oknum kepolisian mencoba menakut-nakuti keluarga Bonita Rahayu yang ingin memblow-up kasus kematian janggal Hari Juanda di sosial media.
“Nggak usah takut mbak, viralkan saja, karena memang banyak kasus baru benar-benar diusut tuntas ketika sudah viral dan mendapat atensi besar dari masyarakat,” ungkap Uya Kuya kepada Bonita Rahayu.
Uya Kuya juga sama kecewanya seperti Bonita Rahayu dengan respons lambat Polres Bireuen dalam menangani perkara kematian Hari Juanda. Padahal banyak kasus sulit di Indonesia bisa diselesaikan perkaranya dalam waktu singkat.
“Pada faktanya memang banyak kejadian-kejadian lambat ditangani, mau gimana kan karena memang faktanya begitu. Kita pengennya kepolisian itu bergerak cepat karena polisi itu canggih, bisa diselesaikan sebenarnya. Cuman masalahnya apakah mau atau tidak?” tegas Uya Kuya.
Uya Kuya mengatakan, dirinya akan mengawal kasus kematian Hari Juanda. Ia meminta Bonita Rahayu untuk terus berjuang mencari keadilan terhadap kakaknya.
“Kasus ini akan kita kawal, semoga keluarga mendapat keadilan yang seterang-terangnya, saya yakin polisi pinter-pinter kok, pasti akan ada keadilan, karena ini pertaruhannya adalah nama baik kepolisian,” pungkas Uya Kuya.
Pada kesempatan yang sama, Bonita Rahayu juga meminta atensi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) agar kasus kematian Hari Juanda bisa diselesaikan.
“Saya minta tolong kepada Bapak Presiden, mohon kasus ini diusut sampai tuntas. Karena kita sudah tidak mampu lagi dari pihak keluarga, di tingkat provinsi juga sudah tidak mampu lagi. Kita sudah berkomunikasi dengan baik dengan pihak kepolisian tetapi tidak berjalan, malah kita dilambung-lambungkan belum jelas sampai sekarang,” ungkap Bonita Rahayu dengan deraian air mata.
Kronik Kematian Janggal Hari Juanda
Hari Juanda merupakan seorang warga berdomisili di Kabupaten Bireuen. Ia adalah anak sulung dari delapan bersaudara dari pasangan Sudisman dan Izra Dedean Laili.
Kepergian almarhum Hari Juanda menemui sang khalik rupanya masih menyisakan misteri besar yang belum terpecahkan hingga saat ini, karena penyebab kematian almarhum Hari Juanda masih belum diketahui secara pasti, apakah murni akibat kecelakaan tunggal atau ada unsur penyiksaan yang menyebabkan Hari Juanda meninggal dunia.
Bonita Rahayu, adik perempuan almarhum Hari Juanda, bercerita panjang lebar menyusun kronik dari bagaimana sebuah kasus yang awalnya hanya dianggap sebagai kecelakaan tunggal kemudian berubah haluan menjadi kasus dugaan penyiksaan.
Bonita mengatakan, pada tanggal 28 September 2023, sekitar jam 19.00 WIB, almarhum ditemukan sedang terbaring dipinggir jalan tertimpa motor yang dikendarainya oleh warga yang melintas di Simpang Cureh, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.
Saat ditemukan di Simpang Cureh, kondisi almarhum dalam keadaan kritis, kemudian oleh warga setempat langsung menginisiasi untuk mengevakuasi dan melarikan almarhum ke rumah sakit terdekat.
Almarhum saat itu dibawa ke RSUD dr Fauziah Kabupaten Bireuen. Almarhum menjadi pasien dan ditangani oleh dokter serta mendapat pertolongan pertama di sana.
Kemudian, Bonita bersama ayah dan ibunya, yang sebelumnya sudah dikabari, tiba di rumah sakit. Namun alangkah terkejutnya Bonita ketika mendapati kakaknya sedang kejang-kejang dan dipegangi oleh banyak orang di rumah sakit.
Ibu Bonita, yang juga ibunya almarhum, spontan langsung berlari mendampingi kakaknya yang saat itu lagi berontak di kasur pasien seperti memelas meminta pertolongan.
“Nak! ini mama, Nak. Hari kenapa? Jawab mama Nak!” ucap ibu Bonita saat itu.
Namun almarhum Hari Juanda hanya mampu berbisik dengan parau. Suaranya nyaris tidak kedengaran. Keluar juga tetesan air mata begitu almarhum melihat ibunya terisak dalam tangis, lalu tiba-tiba almarhum kolaps dan jatuh koma.
Suasana saat itu begitu kelabu menyelimuti seisi ruangan rumah sakit. Baik Sudisman maupun Izra sama-sama tak kuasa menyaksikan anaknya jatuh sakit hingga separah itu.
Hanya Bonita yang saat itu tampak cukup tegar di rumah sakit, meskipun di lubuk hatinya, Bonita sama tersiksanya seperti kedua orangtuanya menyaksikan kakaknya yang lagi koma di atas kasur pasien rumah sakit.
Sesaat kemudian, tiba seorang dokter yang menangani almarhum dan mau mengecek tubuh almarhum untuk dirontgen.
Almarhum kemudian dibawa ke ruangan lain dan dirontgen. Hasil rontgen kemudian dipaparkan kepada keluarga almarhum, dan disampaikanlah bahwa almarhum mengalami pendarahan di otak dan harus segera dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki dokter spesialis bidang saraf, karena di RSUD dr Fauziah tidak ada dokter spesialis saraf saat itu.
Rujukan rumah sakit yang ditawarkan hanya ada dua opsi, yaitu ke RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli atau ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh.
Keluarga almarhum kemudian menyepakati dan memilih untuk merujuk almarhum ke RSUDZA. Ketika proses rujukan sudah siap, mobil ambulance sudah dipanaskan, namun beberapa saat kemudian, masuk dokter lain yang menyampaikan informasi bahwa almarhum tidak boleh segera dirujuk malam itu juga, harus menunggu beberapa saat karena kondisi almarhum dalam kondisi tidak baik, sehingga akan berakibat buruk jika almarhum dipaksakan diberangkatkan malam itu juga.
Keluarga almarhum yang mendapati informasi ini hanya manut-manut saja. Mereka percaya kepada dokter bahwa ini adalah yang tindakan yang terbaik untuk dilakukan.
Namun di sisi lain, keluarga almarhum juga dibuat linglung oleh ketimpangan informasi yang disampaikan oleh dua orang dokter berbeda.
Di rumah sakit, Bonita, kemudian mencoba menghimpun informasi. Ia bertanya kepada siapa saja yang bisa ia jumpai untuk menanyakan mengapa dan bagaimana kakaknya bisa berakhir di rumah sakit pada malam itu.
Usai menghimpun informasi yang ada, akhirnya Bonita menemukan konklusi sementara, kakaknya disebut dibawa ke rumah sakit akibat kecelakaan tunggal yang terjadi di Simpang Cureh, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.
Mendapati informasi itu, naluri ibu almarhum kemudian berkata lain. Ibu almarhum meyakini anaknya koma di rumah sakit bukan karena kecelakaan tunggal, melainkan seperti adanya upaya penganiayaan yang menimpa almarhum saat peristiwa naas itu terjadi.
Keyakinan ibu almarhum didukung oleh beberapa temuan janggal yang ada pada sekujur tubuh almarhum.
Tubuh almarhum saat itu dipenuhi luka lebam, hidung almarhum bengkok, tenggorokan almarhum membengkak, dan ada busa berbuih yang keluar dari mulut almarhum.
Kemudian di lengan kanan almarhum juga ditemukan dua bekas suntikan. Namun temuan yang paling ganjil berada pada belakang kepala almarhum. Ada lubang berukuran kecil seperti bekas tusukan suatu benda asing tak dikenali. Bonita yang waktu itu juga melihat kejanggalan yang ada pada tubuh kakaknya, kemudian menelusuri lagi konklusi yang ia himpun sebelumnya.
Bonita kemudian mencari sepeda motor yang dikendarai kakaknya pada peristiwa yang diduga kecelakaan itu.
Namun begitu terkejutnya Bonita ketika mendapati sepeda motor yang dikendarai kakaknya ternyata berada dalam keadaan utuh, kondisinya mulus tak tergores sedikitpun. Logika Bonita kemudian langsung menyangkal semua konklusinya, ia meyakini bahwa memang kakaknya jatuh koma di rumah sakit bukan akibat kecelakaan lalu lintas, melainkan diduga akibat telah dianiaya oleh seseorang.
Keluarga almarhum setelah mendapati beberapa kejanggalan aneh pada tubuh almarhum kemudian berunding. Keluarga menduga almarhum telah diracuni oleh seseorang.
Keluarga akhirnya memutuskan untuk meminta visum kepada dokter yang menangani almarhum di rumah sakit. Saat meminta visum, rupanya dokter yang menangani almarhum tidak mengizinkan, hal itu disebabkan karena almarhum saat itu disebut mau segera dirujuk ke rumah sakit lain.
Dokter juga tidak mengizinkan visum pada tubuh almarhum karena tidak ada surat perintah dari kepolisian.
Namun saat itu keluarga almarhum yang diwakili oleh Bonita tetap getol mendesak dokter untuk memvisum tubuh almarhum.
Bonita meminta penjelasan kepada dokter yang bersangkutan untuk dijelaskan bagaimana proses dan mekanisme pengajuan visum.
“Kemudian dokter itu menyarankanlah kami datang ke Polsek Kota Juang untuk meminta persetujuan visum. Berangkatlah kami ke Polsek Kota Juang kan. Kemudian kami laporkan apa yang terjadi ke polisi yang bertugas. Saat itu sudah jam dua malam,” kata Bonita.
“Dua orang polisi dari Polsek Kota Juang kemudian turun memantau keadaan almarhum yang koma di rumah sakit. Saat polisi mengecek keadaan almarhum, memang apa yang kami laporkan dibenarkan oleh polisi yang melihat. Tubuh almarhum berada dalam keadaan tidak wajar, dan motornya itu utuh seperti tidak ada bekas kecelakaan,” ujar Bonita.
Polisi kemudian berbicara dengan dokter rumah sakit di dalam sebuah ruangan. Bonita mengaku tidak mengetahui apa yang dibicarakan karena posisinya saat itu Bonita disuruh tunggu di luar ruangan.
Ketika polisi selesai berbicara dengan dokter, kemudian polisi datang menghampiri Bonita. Disarankanlah oleh polisi bahwa almarhum jangan divisum, karena visum butuh enam jam prosesnya, sementara almarhum harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Penjelasan informasi ini sekaligus menambah daftar ketimpangan informasi yang disampaikan oleh dokter ke keluarga almarhum.
“Awalnya dibilang tidak boleh rujuk, kemudian dibilang harus segera rujuk. Tidak ada kepastian tindakan medis yang bisa kami pegang. Kami seperti dibodoh-bodohi di sana. Kemudian kami memohon kepada dokter dan polisi biar almarhum bisa divisum. Akhirnya divisum juga karena kami memohon-mohon terus. Tapi waktunya sudah habis berapa jam hanya untuk kita berdebat pada masalah yang tidak ada tindakan pasti ini,” kata Bonita.
“Saya bilang, kami dari pihak keluarga sudah ikhlas dengan kemungkinan apa yang terjadi dengan abang saya. Apapun kemungkinan yang terjadi, abang saya harus divisum. Ini bekal dari fakta-fakta yang sebelumnya sudah diungkap dan dibenarkan oleh polisi, bahwa memang abang saya telah menjadi korban penganiayaan seseorang. Visum harus dilakukan. Berapapun waktunya kami tunggu. Satu jam, dua jam, baik itu tiga jam, kami tunggu, pokoknya abang saya harus divisum,” tambah Bonita.
Usai perdebatan alot itu terjadi, akhirnya tubuh almarhum divisum juga. Namun visum yang dilakukan tidak menyeluruh ke seluruh tubuh almarhum. Bahkan mengecek lebam yang ada dipunggung almarhum saja tidak ada, hanya dicek pada bekas lubang kecil yang ada pada belakang kepala almarhum.
“Hanya dicek di lubang yang ada di belakang kepala abang saya. Kemudian diukur pakai rol. Cuma itu saja. Itupun pengecekan visum dilakukan di IGD rumah sakit. Belakang punggung abang yang lebam tidak ada dicek, dilihat pun tidak ada. Dicek seadanya saja,” ungkap Bonita menyampaikan keheranannya.
Kemudian, almarhum usai pengecekan visum diberangkatkan ke Banda Aceh untuk dirujuk ke RSUDZA. Namun sayang almarhum meninggal dunia dalam perjalanan.
Almarhum Sering Diancam Semasa Hidupnya
Izra Dedean Laili, ibunda almarhum Hari Juanda, bercerita bahwa anaknya semasa hidup tidak pernah berbuat onar di lingkungan sosialnya. Apalagi sengaja melakukan perbuatan yang bisa mengundang marabahaya maupun musuh.
Menurut pengakuan Izra, almarhum Hari Juanda merupakan anak yang cukup berbakti kepada orangtuanya. Sehari-harinya almarhum bersosial dengan cukup baik dengan lingkungan sosial. Almarhum menjalani hidup yang aman dan damai.
“Namun, semua itu berubah ketika anak saya menikah. Hari menikah dengan seorang janda. Selama menjalani pernikahannya itu, Hari sering mendapat pengancaman dari mantan suami istrinya itu. Kebetulan mantan suami istrinya ini lagi di Lapas. Namun tidak lama ini mau bebas penjara,” kata Izra.
Sempat tiga hari sebelum meninggal dunia, almarhum datang ke ibunya untuk meminta izin mau merantau ke luar kota.
“Mak, Hari mau minta izin mau ke Kalimantan”.
“Mau apa Nak?” tanya ibu almarhum waktu itu.
“Mau kerja mak. Ini kan PW (inisial nama mantan suami istrinya) sudah mau keluar, nanti nggak enak, nanti sudah ribut. Hari nggak mau ribut mak, karena sudah diancam juga”.
“Ancam apa Nak?” tanya ibunya lagi.
“Dibilang begini mak ‘tunggu kau ya, keluar aku kubunuh kau”.
Akibat ancaman-ancaman pembunuhan yang terus menghantui almarhum semasa hidupnya, kehidupan sehari-hari almarhum menjadi berubah total. Kehidupan yang awalnya ceria, kemudian berubah menjadi anak yang cukup pemurung.
Meskipun begitu, almarhum sangat berbakti kepada orangtuanya, almarhum mengikat erat tali silaturahmi dengan keluarganya, meskipun almarhum berada di bawah tekanan pengancaman yang cukup mengerikan. (Akhyar)