Pemko Banda Aceh Diminta Tertibkan Pengamen Jalanan, Masa Depan Sosial Dipertaruhkan
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Pemerhati Pendidikan dan Sosial, Dr Tgk Jamaluddin Thaib MA, meminta Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh mengambil tindakan untuk menertibkan dan membina kelompok pengemis dan pengamen jalanan yang ada di Kota Banda Aceh.
Menurutnya, kehadiran pengemis dan pengamen jalanan saat ini telah melarung arti atau nilai dari pelaksanaan syariat Islam di Banda Aceh, sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah setempat untuk mengambil langkah-langkah taktis guna mengurai inti permasalahan tersebut.
“Saya sudah sangat sering menemukan pengamen di jalanan dan di warung-warung, mereka tampil dengan penampilan tidak senonoh, bertato dan laki-lakinya memakai anting. Kita khawatir budaya bebas ini menular kepada anak-anak kita, bahkan saya dengar sudah ada kelompok anak-anak di Aceh yang ikut-ikutan gaya ini,” ujar Tgk Jamaluddin, Banda Aceh, Jumat (29/3/2024).
Lebih lanjut, Tgk Jamaluddin berharap agar pemerintah sebagai punggawa penggerak syariat Islam harus turun tangan menyelesaikan persoalan dari interaksi sosial yang terjadi di tengah masyarakat.
Ia khawatir abainya pemerintah dalam hal ini bisa berimbas buruk terhadap tatanan kehidupan generasi sosial berikutnya. Karenanya, ia meminta peran pemerintah untuk pro-aktif menyelesaikan persoalan dari dinamika sosial yang terjadi di Banda Aceh.
“Pelaksanaan syariat Islam dihadirkan bukan hanya untuk mengatur soal ekonomi syariah, tetapi juga bagaimana kita mengatur generasi masa depan dalam bingkai syariah. Buat apa kita bermegah-megahan dengan gedung yang elok sedangkan rakyatnya hancur-hancuran seperti ini. tentunya ini sangat tidak seimbang,” ungkapnya.
Di sisi lain, Tgk Jamaluddin juga berharap agar Pemko Banda Aceh, baik DPRK maupun walikota, untuk mendukung program-program pemberdayaan kelompok masyarakat rentan seperti pengemis dan pengamen jalanan di Banda Aceh.
Kata dia, pemerintah harus legowo memangkas anggaran yang kurang urgen seperti anggaran perjalanan dinas, biaya operasional kantor atau anggaran semacamnya, untuk dipusatkan pada dinas-dinas teknis penertiban dan pemberdayaan kultural masyarakat Banda Aceh.
“Saya heran kenapa dulu kita bisa membuat pague gampong, kita bisa membentuk muhtasib (perantara dalam mencegah kejahatan dan mewujudkan kebaikan). Kenapa sekarang penguatan syariat Islam denyutnya seperti agak melemah bahkan cenderung seadanya,” tuturnya.
“Saya pikir, kalau ada political will (kemauan politik) dari pemerintah, baik itu DPRK maupun walikota, sebenarnya pemerintah bisa mencari cara untuk menangani persoalan sosial yang terjadi. Jikapun dinas-dinas teknis kekurangan anggaran, saya rasa anggaran lain yang tidak urgen bisa dirasionalkan untuk menyelamatkan generasi sosial masa depan kita,” sambungnya. (Akhyar)