Simulasi Nyata Dajjal di Pesta Demokrasi Indonesia?
Oleh: Tgk Mustafa Husen Woyla, S.Pd.I., Pengamat Bumoe Singet, Ketum ISAD Aceh & Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee
Nabi Muhammad saw sudah mewanti-wanti akan bahaya dan fitnah Dajjal, dalam sejumlah hadist sahih menerangkan tentang fitnah Dajjal yang mesti diwaspadai. Bersumber dari ‘Imran bin Hushain ra ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mendengar kemunculan Dajjal, maka menjauhlah darinya. Demi Allah, ada seseorang yang mendatangi Dajjal dan ia mengira bahwa ia punya iman (yang kokoh), malah ia yang menjadi pengikut Dajjal karena ia terkena syubhatnya ketika Dajjal itu muncul” (HR Abu Daud dan Ahmad)
Kata dajjal dari kata dajjala, yang artinya pembohong besar. Secara terminologi, Dajjal diartikan sebagai orang yang menutupi sesuatu. Karena ada penyebutan dalam sebuah hadits sebagai a’wâr (juling/rabun). Ia dianggap telah menutupi kebenaran dan orang yang paling berdusta.
Penggunaan kata dajeue juga sangat familiar dalam bahasa Aceh, yang bermakna perangai buruk dan jahat bahkan diluar kemanusiaan. Misal, pengunaan-nya “Aleh pane pincee, paja begal lawet nyoe, agee but dajeue dingui, artinya, entah dari mana asalnya, remaja begal pekerjaan dajjal di kerjakan.”
Sekarang, alhamdulillah tahapan demi tahapan kampanye telah dilaksanakan oleh para pihak yang ikut dalam kontestasi kenduri rakyat 14 Februari 2024, mendatang. Banyak sejumlah hal positif dalam berkampanye, namun tidak kurang, ada juga yang telah dan akan melakukan berbagai pelanggaran pemilu, seperti kampanye hitam lawan politik, bahkan ada yang satu dapil – satu partai dengannya pun menjadi sasaran, dan ini bukan perkara fiktif, memang ada, sampai perusakan alat peraga kampanye (APK).
Miris bukan? Tentu, kok bisa? Itulah realitas yang ada. Bahkan kerap kali terdengar ada yang bilang begini, “Lawan utama dalam politik setelah di luar partai adalah kawan yang satu partai.” Benar-benar membingungkan!
Karena ihwal di atas itulah, rakyat pesimis akan adanya politik bersih, pemilih memaksa diri pakai jurus aji mumpung, “Pajan cit lom, nyoe kon jinoe tacok ata awak nyan, artinya, kapan lagi kalau bukan sekarang kita ambil punya mereka, itu semua karena rekam jejak para oknum praktisi pengambil keputusan, baik tingkat daerah dan sampai jabatan paling tinggi, terbiasa menyembunyikan kejelasan, atau menambah dan mengurangi maksud kepentingan.
Di lisan iya/oke, namun maksudnya bukan, yakni kebalikan. “djang dipeugah, kon lage dipubut, djang dipubut, kon lage ipeugah, artinya, yang diucapkan, tidak seperti dikerjakan.” Dalam bahasa melayu sering kita dengar “cakap tak serupa bikin”
Simulasi Nyata Dajjal
Melihat realitas yang ada, penulis terbayang, jangan-jangan inilah “simulasi nyata dajjal di pesta demokrasi Indonesia”. Memang, terkait Dajjal, ulama berbeda pendapat, namun bisa dipilah dua, ada yang bilang memang sosok personal yang punya ciri fisik khusus dan sosok yang ada kekuatan serta kemampuan luar biasa.
Ada juga yang menggambarkan bukan sosok personal namun hanya symbol dari puncak kezaliman dalam wujud kekuasaan suatu kaum yang barbar membabibuta membantai manusia lain tanpa ampun kecuali harus jadi sekutu baginya dan itu telah ada dan akan ada lagi. Dan bisa jadi Dajjal sekarang personal, kelompok yang menciptakan kebohongan besar (super hoaks) untuk meraih segala napsu kekuasaan.
Sosok dajjal ini merupakan salah satu makhluk Allah Swt yang sangat dikhawatirkan. Mengapa? Sebab, kehadiran Dajjal tidak hanya akan merusak keimanan seseorang saja tapi segenap umat manusia tak peduli agama apapun.
Pada perilaku para calon dan pendukungya. nampak jelas ada dua makna secara simbolik perilaku dajjal. Terhimpun padanya makna dajjal secara bahasa sebagai pembohong besar. Secara terminologis, dajjal diartikan sebagai orang yang menutupi sesuatu.
Wujud dajjal sekarang adalah “Cuan dan kekuasaan”. Karena dengan kekuatan cuan dan kekuasaan, orang beriman dan salih pun bisa jadi goyah.
Dari makna atas, bisa disimpulkan, perilaku dajjal adalah karakter jahat yang melampaui batas bisa jadi pada semua orang. Sangat miris memang pertahanan iman sangat rapuh dan lemah, misalnya, hanya dengan sembako dan amplop seratus ribu, pilihan iman ‘kepercayaan’ kita berpindah haluan.
Mungkin lain lagi kalau segepok cuan dan kekuasaan. Apalagi diperkuat oleh sejumlah tawaran jabatan serta ancaman jika menolaknya, karena semakin ngeri ancaman, sebagian orang menganggap wajar.
Analogi kecilnya adalah, jika fitnah kecil saja berupa sembako dan amplop serangan fajar susah ditolak, Bagaimana kelak menolak fitnah terbesar yang setiap nabi diperingatkan akan bahaya Dajjal.
Merangkum dari semua yang terjadi di depan kita, Nampak rasa pesimis atau apatisme terhadap politik bersih bisa diwujudkan, Merasa dihantui oleh rasa takut dan sejumlah hantu blawu/maop yang tidak berwujud itu. Akhirnya para calon petahana dan juga baru mencalonkan diri, putar otak mencari sejumlah trik dan langkah pemenangan. Putus asa atau pesimis bahwa politik terlalu kotor, akhirnya keluar bermacam godaan setan, baik dari pemilih maupun dari calon yang maju. Calon yang maju bilang gini, “ka akhe donya, nyoe hana ta pupeng, hana soe pileh. Artinya, sudah akhir zaman, kalau tidak dengan uang, tidak ada yang pilih.”
Klimaksnya, setan senang karena kita ikut program jangka panjang Majelis Tinggi Dewan Setan (MTDS), kita pun menjalankan program setan dengan lantang menyerukan politik transaksional, “Na peng, na suara. hana peng hana suara.” (ada uang, ada suara, tidak ada uang, tidak ada suara).
Bagi politisi bersih yang mencoba membangun narasi politik non-riswah, mereka bangun narasi melalui jargon atau tagline keadilan, pemerataan dan kesatuan, namun sayang mereka di-bully dan dijadikan humor politik musim pemilu hitam hasil rekayasa setan ini.
Maka tak heran, orang yang sudah terperangkap dalam jebakan setan ada berbalas pantun di media sosial di berbagai platform tanpa disadari pun terjadi.
Di antaranya, ajakan baik untuk memilih “sigoe neubantu lon, limong thon meubalah keu gata, artinya, sekali bantu saya, lima tahun akan terbalas.” Dibalas dengan nyinyiran dan sindiran “Sigoe ka peunget lon, limong thon ku peuget gata, artinya, sekali kamu tipu aku, lima tahun aku tipu kalian.”
Ketika ada seruan ikhlas memilih, ada juga olok-olok di stiker medsos, “neubantu lon kali nyoe.” Dijawab seadanya, “get, akan ta bantu.”
Semua tagline itu buyar dan suram, karena jebakan setan. Dan sayangnya, setelah terjebak politik transaksional, uang hantu itu tidak kunjung datang.
Simulasi melawan Dajjal paling kecil adalah dari diri kita sendiri. Mencegah kelangsungan kekuatan Dajjal adalah dengan tidak mengikuti segala bujuk rayu dan ancaman yang penuh dengan kebohongan dan ketidakjelasan.
Mencegah kelanjutan anasir jahat berkuasa adalah bentuk nyata keluar dari cengkeraman program jangka panjang setan dan Dajjal datang pada musim pesta demokrasi rakyat.
Jadi, jika kita sepakat melawan fitnah Dajjal yang sebenarnya kelak, mulai dari sekarang mesti mampu menolak simulasi paket ‘bohyee’ musiman dari Dajjal simbolik. Wallahu a’lam bishawab
Email penulis: risalahbuyawoyla@gmail.com