LBH YaMecA Dorong Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Meuligoe Advocacy Atjeh (LBH YaMecA) menggelar kampanye Aksi 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) mengajak masyarakat untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan baik di lingkungan domestik maupun publik.
Direktur LBH Yayasan Meuligoe Advocacy Atjeh (LBH YaMecA), Eva Susanna, menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak hanya bersifat fisik atau psikologis, tetapi juga dapat mencakup kebijakan pemerintah yang berdampak merugikan perempuan.
Eva Susanna menyatakan bahwa beberapa kebijakan pemerintah masih menyulitkan perempuan dan dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan. Salah satu contohnya adalah persyaratan permohonan/gugatan perceraian anggota TNI/Polri dan pasangannya yang harus melampirkan surat izin/pemberitahuan perceraian dari pejabat berwenang.
Aturan ini, yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2020, dinilai tidak memperhatikan hak-hak perempuan dan bahkan cenderung merugikan mereka.
“Perempuan yang mengajukan gugatan perceraian menghadapi kesulitan dalam mengakses surat izin/pemberitahuan perceraian dari suaminya, yang berdampak pada penundaan persidangan atau bahkan penolakan gugatan perceraian,” ungkap Eva Susanna dalam keterangannya diterima Theacehpost.com Senin, 27 November 2023.
Eva Susanna juga menyoroti perlunya dukungan bagi perempuan yang mengalami kesulitan mengakses surat izin/pemberitahuan perceraian, khususnya dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dia menekankan bahwa kendala dalam proses persidangan perceraian dapat berdampak serius pada kehidupan perempuan yang masih berada dalam situasi broken marriage, meningkatkan risiko kekerasan, dan memengaruhi kesehatan mental mereka.
Dalam menyikapi peringatan 16 HAKTP, LBH YaMecA mengajak seluruh elemen masyarakat untuk peduli, menghargai, dan menghormati hak-hak perempuan. Eva Susanna juga menekankan pentingnya peran instansi pemerintah dalam tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat merugikan hak-hak perempuan.
“Dengan peringatan 16 HAKTP setiap tahunnya, seharusnya tidak ada lagi kekerasan terhadap perempuan dan kebijakan yang merugikan hak-hak perempuan. Semua pihak, termasuk pemerintah, diharapkan turut berperan aktif dalam mengakhiri kekerasan terhadap perempuan,” tandas Eva Susanna.[]