Maulid Nabi: Sebuah Refleksi Bagi Kita Umat Hari Ini

(Foto: bakhtera.id)

Oleh: Nikmal ‘Abdu, S.Ag

banner 72x960

Hari ini Kamis 29 Oktober 2020 atau yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1442 H menjadi momentum bagi semua umat Islam di berbagai penjuru untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Maulid merupakan sebuah kebiasaan dan tradisi agung yang senantiasa dilestarikan oleh masyarakat Indonesia wa bil khusus di Aceh.

Merefleksikan diri sejenak untuk mengingat kembali napak tilas perjuangan Nabi SAW ialah suatu hal yang berguna. Menyadari betapa hebatnya utusan Allah itu dalam menyampaikan risalah meski harus berpeluh darah. Ibarat pepatah bahwa tiada usaha yang sia-sia, demikian pun dengan dakwah sang Baginda. Semua itu terbayar dengan keadaan kita hari ini yang masih terus dapat menikmati ajaran yang dibawanya.   

Lahir dalam keadaan yatim lalu ditinggal ibunda tercinta saat usianya masih 6 tahun hingga akhirnya tumbuh besar dalam didikan kakek serta pamannya, membuat Muhammad belia telah terdidik untuk bersikap tegar dengan apa saja ujian yang menimpanya. Sampai pada usianya yang ke-40 tahun, Allah SWT memilih serta mengangkatnya menjadi nabi dan rasul bahkan bergelar khaataman nabiyyin (penutup para Nabi).

Sosok Nabi adalah rahmat bagi alam semesta. Hadirnya memberi bahagia bagi umat manusia. Kepribadian yang luhur, santun dan berintegritas membuatnya tidak hanya disegani oleh para pengikut setia melainkan juga para pembencinya. Sehingga wajar meskipun Muhammad SAW telah lama tiada, tapi memperingati hari lahirnya tetap menjadi sebuah agenda rutin di kalangan mayoritas Muslim di seluruh belahan dunia.   

  Saban kali maulid tiba, kita selalu disuguhkan dengan perayaan yang meriah. Terlebih dalam budaya masyarakat Aceh, ada kenduri maulid yang berlangsung hingga tiga bulan lamanya lalu berlanjut dengan tabligh akbar yang menyertainya. Beribu nasehat seputar kisah dan ibrah Nabi Muhammad tentu saja sudah sering kita dengar dari penceramah yang tampil. Namun yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita bisa mencontoh Nabi baik dalam sikap maupun perkataannya.

Biografi, akhlak serta sepak terjang Nabi tentu harus kita jadikan teladan. Hidup di kehidupan yang semakin modern bahkan edan, memaksa kita untuk pandai dan jeli dalam berkelakuan. Maka meneladani apa saja yang diajarkan al-mustafa menjadi suatu solusi supaya terhindar dari berbagai kerusakan dewasa ini.

Dalam sebuah hadits qudsi yang populer, kita semua paham jikalau bukan karena Nabi Muhammad SAW, tentu sang khaliq takkan menciptakan segala yang ada di alam raya ini. Hal tersebut berarti bahwa semua hal akan menjadi mulia apabila disandingkan dengan Nabi Muhammad SAW sebab beliaulah yang menjadi alasan segala sesuatu menjadi ada. 

Karenanya, jangan merasa puas menjadi umat Nabi. Pastikan bahwa kita benar-benar diakui oleh Rasulullah dengan cara memantaskan diri untuk bersanding dengannya. Di antara yang bisa dilakukan adalah dengan memperbanyak shalawat dan menginternalisasi nilai-nilai akhlak yang telah diajarkan nabi dalam hidup sehari-hari.

Salah satu akhlak utama Nabi yang patut kita tiru ialah berakhlak terpuji kepada orang yang bahkan tidak berakhlak kepada kita. Selalu bermanfaat kepada sesama, senantiasa menebar senyum, gemar membantu dan secara umum idhkhalus suruur fi qalbi ikwani atau menghadirkan rasa bahagia ke hati orang lain sesuai dengan kesanggupan kita.

Karena itu kata Jalaluddin Rumi, “Aku debu di jalan Muhammad SAW”. Dia mengibaratkan saat kita menjadi debu di jalannya sang Rasul, itu sudah bernilai mulia karena kita pernah diinjak oleh Nabi sehingga ada jejak nabi yang menempel dalam diri kita yang selanjutnya menjadi asbab kita dapat bertemu dengan Allah secara bahagia nantinya.

Sebaliknya Rumi juga berpesan “…dan jangan menjadi kerikil di jalan Muhammad” yakni jangan sampai kita mengganggu gerak kemajuan Islam, menghambat dakwah islamiyah atau menjadi ganjalan dalam penegakan syariat agama.

 Kita memang tidak pernah bertemu Nabi. Namun kata Nabi pada suatu waktu “Aku amat kagum terhadap hamba-hamba Allah di akhir zaman, mereka tidak pernah bertemu denganku tapi senantiasa menjalankan akhlak-ku, menghidupkan sunnah-ku, mengikuti jalan-ku dan mendakwahkan ajaran-ku.

Bila ingat kalimat di atas, seketika muncul kerinduan pada Rasulullah. Maka sebagai penutup tulisan ini, mari kita sampaikan salam rindu pada Nabi Muhammad SAW sebagaimana bait doa yang terdapat dalam kitab Dalaa’il Khairaat.

Ya Rabb, kami percaya dengan Nabi Muhammad meski tidak pernah bertemu dengannya. Karena itu, jangan Engkau halangi pandangan mata batin kami untuk melihat Nabi SAW dan karuniai kami kesempatan untuk menemaninya. Biarkan kami mati dalam millah-nya, minum dari telaganya, yang akan selamanya menghapus dahaga kami akan cinta padanya. Sungguh Engkau berkuasa atas segalanya. Sampaikan shalawat dan salam kami kepada ruh Nabi Muhammad. 

*Penulis adalah staf bidang Penerangan Agama Islam Zakat Wakaf (Penaiszawa) Kanwil Kemenag Aceh

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *