Sulit Menggelar KLB PSSI
Oleh Said Mursal*)
TRAGEDI atau kasus sepakbola 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang membuat masyarakat hingga presiden menaruh perhatian kepada sepakbola dan induk organisasinya, PSSI.
Ada bentukan tim pencari fakta oleh Presiden Joko Widodo atau TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta), Komnas HAM, Kompolnas, polisi dan entah siapa lagi membentuk tim pencari fakta.
Ada 134 penonton dari Kota Malang dan sekitarnya. Penonton sepakbola di Indonesia di beberapa kota tingkat kefanatikan pada bola tinggi seperti di Surabaya, Malang, Jakarta, Medan, Bandung dan lainnya. Klub setempat punya suporter fanatik sekali. Berusaha untuk bisa menyaksikan pertandingan klubnya secara langsung meski adakalanya disiarkan di televisi.
Kini dampak dari tragedi Kanjuruhan, seluruh kompetisi resmi PSSI dihentikan sementara untuk batas waktu yang tak jelas.
Sebenarnya ada regulasi pertandingan pada PSSI dan dibagikan pada klub atau panitia peserta kompetisi. Hanya ada yang tak semua diberitahukan oleh panitia pelaksana pertandingan kepada perangkat panitia seperti keamanan, kesehatan, dan lainnya pada saat manager meting yang biasanya dilakukan pada malam hari sebelum pertandingan.
Ada yang menarik dari berbagai tim pencari fakta yang ada itu? Tentu saja TGIPF dibentuk oleh Presiden Joko Widodo . Salah satu rekomendasi yang diberikan kepada presiden adalah agar pengurus PSSI mundur saja sebagai tanggungjawab moral atas terjadinya peristiwa menelan banyak korban. Mungkin terbanyak ketiga di dunia.
TGIPF memang mencantumkan istilah rekomendasi. Kenapa tak dipilih istilah lain yang lebih tegas. Karena TGIPF itu sadar dan mengerti karena ini menyangkut dengan aturan main FIFA yang dituangkan dalam Statuta mereka.
Isi statuta FIFA hampir sama dengan Statuta PSSI. Karena FIFA memang mewajibkan seluruh anggotanya harus mengubah anggaran dasarnya sesuai dengan Statuta mereka punya. Dulu sebelum 2009 istilah Statuta PSSI adalah Anggaran Dasar PSSI.
Dalam Statuta tersebut ada ketentuan yang menyatakan bahwa induk organisasi sepakbola punya aturan dan ketentuan khusus dan ketentuan sepakbola yang tak boleh diintervensi oleh siapapun di luar federasi.
PSSI pernah disanksi FIFA pada Mei 2015, karena menilai Pemerintah Indonesia telah melakukan pelanggaran atas Statuta FIFA dalam masalah intern PSSI.
Atas rekomendasi TGIPF ada reaksi dari kubu PSSI, tampaknya berat untuk mundur atau menggelar KLB, kecuali seperti dikatakan juru bicara PSSI Ahmad Riyadh, bisa dilaksanakan atas permintaan dua pertiga dari anggota yang berjumlah 105 atau atas permintaan Exco PSSI sendiri.
Dilihat dari kondisi PSSI saat ini meski ada dukungan dari dua per tiga anggota, masih sulit dilaksanakan jika alasannya tak kuat menggelar KLB. Hasilnya nanti pasti ditolak FIFA.
Selain itu masa kepengurusan PSSI periode ini akan berakhir November 2023, tiga bulan sebelumnya harus sudah ada pemberitahuan kepada anggota akan dilaksanakan pemilihan pengurus.
Apalagi setelah kasus Kanjuruhan ini tak ada respons dari anggota PSSI untuk menggelar KLB mengganti pengurus karena alasan kasus Kanjuruhan. Anggota semua adem ayem saja.
Kalaupun Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan mengundurkan diri, saya kira PSSI takkan menggelar KLB, pasti ditunggu November 2023, sebagai ganti biasanya akan ditunjuk pejabat sementara ketua umum.
Lalu seandainya ada kuorum dua per tiga anggota PSSI minta digelar Kongres Luar Biasa (karena Kongres PSSI hanya sekali setahun, di luar dari jatah sekali itu jika digelar kongres karena ada hal penting namanya Kongres Luar Biasa dan ini bisa digelar beberapa kali dalam setahun tergantung keperluan).
Sebelum dan sesudah menggelar KLB, inipun harus dilaporkan pada FIFA. Biasanya FIFA akan meminta alasan kenapa KLB itu dilaksanakan? Kalau alasannya tak bisa diterima FIFA, apapun hasil KLB ditolak FIFA.
Penolakan FIFA ini sudah pernah dialami oleh anggota PSSI menggelar KLB yang dilakukan atas inisiatif KPSI (Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia, organisasi tandingan PSSI) saat ada dualisme di kubu PSSI tahun 2012. Ini panjang kisahnya hingga ada dua kompetisi liga saat itu.
Kongres PSSI di Solo, Juli 2011 terpilih Djohar Arifin sebagai Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. Lalu pada akhir 2011 terjadi dualisme di kubu PSSI karena sebagian anggota klub ISL (Indonesia Super League) tak mau mengikuti kompetisi yang digelar PSSI kompetisi baru IPL (Indonesia Prim er League) sebagai ganti ISL.
Kelompok peserta ISL ini akhinya tetap menjalankan kompetisinya sendiri hingga akhinya membentuk KPSI yang diketuai La Nyalla Mattaliti dkk. Atas inisiatif KPSI seluruh klub anggota terdaftar PSSI (ada 300 klub, termasuk 101 yang resmi, sesuai Statuta). Asprov PSSI seluruh Indonesia (33) dan ditambah dengan Pengcab PSSI (435 saat itu sesuai dengan jumlah kabupaten yang ada). Yang tak hadir hanya klub peserta kompetisi IPL ada 18 klub sedangkan beberapa klub yang punya dualisme pengurus seperti PSMS Medan, Persebaya, Arema yang tandingan satu ikut kelompok ISL , kelompok lainnya ikut IPL. Jumlah peserta 700 lebih.
KLB anggota resmi PSSI atas inisiatif KPSI dilaksanakan 17-18 Maret 2012 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, sebagian peserta diinapkan di hotel lain dan diangkut puluhan bus untuk ikut rapat KLB di Mercure.
Anggota PSSI resmi sesuai Statuta hanya 101 (ketentuan dalam Statuta PSSI 105, ada 5 organisasi dibawahnya seperti asosiasi pelatih dll saat itu belum terbentuk . Sedangkan jumlah peserta hadir dengan membawa surat mandat yang ditandatangani ketua umum dan sekretaris umum dan dibubuhi materai, selain kedua jabatan itu jika melapor tak diterima oleh panitia pelaksana untuk ikut serta. Jumlah surat mandat untuk menggelar KLB itu sekitar 700 lebih (termasuk anggota sah PSSI sesuai Statuta 101 yang hadir lebih dari dua pertiga).
Dalam KLB tersebut terpilih La Nyalla Mattaliti dan menyusun kepengurusan periode 2013-2017. Meski sudah lebih dari dua pertiga anggota resmi dan didukung anggota yang tak resmi ternyata KLB di Mercure itu tak diakui oleh FIFA. Sebab tak kuat alasannya menggelar KLB. Yang diakui FIFA tetap PSSI yang diketuai Djohar Arifin (Periode 2011-2015).
Bulan Mei 2012 , ada pertemuan di Hotel Prasada Mansion, Setiabudi, Jakata , pesertanya 18 klub IPL (Persiraja ikut IPL karena waktu itu Walikota Mawardi Nurdin sebagai salah satu anggota exco PSSI, saya ikut rapat sebagai Seketaris Umum Persiraja). Wakil Ketua Umum PSSI Farid Rahman menjelaskan tentang dualisme kompetisi dan yang diakui FIFA tetap Ketua Umum PSSI Djohar Arifin bukan hasil KLB PSSI Mercure, Maret 2012 yang diketuai La Nyalla Mattaliti.
Menurut Farid Rahman, FIFA itu tegas dan memegang teguh Statuta, dan juga dalam surat menyurat resmi dengan anggota federasi (termasuk PSSI), hanya mau menerima surat yang dikirim anggotanya yang ditandatangai ketua umum dan harus masuk ke email FIFA. Selain yang ditandatangani ketua umum tak dilayani sama sekali, meski surat tersebut diantar langsung ke Zurich markas FIFA.
Ini yang menyebabkan hasil KLB PSSI Mercure meski dihadiri oleh anggota resmi lebih dari dua pertiga yang memilih La Nyalla dkk, tak diakui dan diterima FIFA. Mereka hanya tau Ketua Umum PSSI yang sah saat itu Djohar Ariifin yang sudah mereka akui kepengurusannya dan tak ada alas an yang kuat dari anggota resmi untuk melengsekannya dengan menggelar KLB.
Kelompok La Nyalla juga menyadari betapa sulitnya menggusur Djohar Arifin saat itu karena Statuta. Akhirmya La Nyalla dan kelompoknya dalam Kongres PSSI 17 Maret 2013, berhasil masuk sebagai Wakil Ketua Umum PSSI dalam kepengurusan Djohar Arifin 2011-2015. Saat itu ada perselisihan antara Djohar dengan 6 dari 9 anggota exco PSSI yang meninggalkan sidang Kongres PSSI di hotel Borobudur, Jakarta, hingga mereka diskor oleh Kongres.
Sekarang FIFA siap membantu dan akan membuka kantor sementara untuk membantu menata kembali regulasi dan hal-hal lain di Indonesia. Mereka tentu akan bekerjasama dengan pengurus PSSI dalam waktu dekat. Kalau ada juga KLB dipaksakan baru minimal tiga bulan lagi baru ada pengurus yang resmi. Karena pemilihan pengurus harus mengikuti aturan main dalam Statuta PSSI. []
*) Penulis penggemar sepakbola